Kolik adalah kondisi perut yang terasa sakit/ nyeri. Sepengetahuan saya sebagai orang awam biasanya kolik dialami oleh bayi berusia 10 hari sampai 3 bulanan. Biasanya ditandai dengan kondisi dimana bayi menjadi sangat rewel serta menangis karena kesakitan. Bayi juga menangis tanpa henti selama berjam-jam, bahkan sampai membuat ibunya enggak bisa tidur juga.

Saya membaca di beberapa buku dan artikel tentang kesehatan bayi, katanya kolik belum diketahui pasti apa penyebabnya. Namun, besar kemungkinan berhubungan dengan saluran pencernaan bayi. Ada beberapa teori yang mengatakan kolik terjadi karena salah satu di antara penyebab ini:

  • Bayi alergi protein susu sapi. Biasanya dialami oleh bayi yang mengkonsumsi susu formula (sufor). Namun, bayi yang hanya minum Air Susu Ibu (ASI) pun bisa terkena juga, mungkin alerginya berasal dari ibunya yang meminum susu sapi.
  • Bayi mungkin terlalu banyak menelan udara, entah itu pada saat menangis atau menelan. Menelan ini biasnya berhubungan dengan bayi yang minum susu dengan menggunakan botol dot. Karena terlalu banyak udara yang tertelan maka perut bayi menjadi kembung dan mengalami nyeri perut (kolik).
  • Pada bayi yang masih berusia di bawah empat bulan, kolik bisa saja terjadi karena sistem sarafnya yang masih belum berkembang dengan sempurna.
  • Bayi mengalami kesusahan buang angin (kentut) dan buang air besar (BAB).

Seingat saya, saat anak-anak saya, baik Maxy maupun Dema masih berusia di bawah empat bulan tidak pernah mengalami kolik. Kalaupun kesusahan BAB, sepertinya pernah, sih. Namun, sangat cepat bisa diatasi hanya dengan pijat I Love yoU (ILU) dan gowes. Bagi teman-teman yang masih belum paham dengan pijat ILU, pijat ini adalah pijat yang sering ibu-ibu lakukan saat anak-anak mengalami kesusahan BAB. Cara pijat ILU:

  • Telentangkan bayi di kasur.
  • Olesi tangan ibu dengan minyak telon atau baby oil secukupnya. Kemudian usap perut bayi dengan jemari tangan ibu membentuk huruf I. Lakukan mulai dari perut kiri bagian atas ke bawah. Lakukan sebanyak 3-5 kali.
  • Lalu pijat perut bayi membentuk huruf L. Tangan ibu mengusap perut bayi mulai dari bagian perut kiri atas ke kanan atas, lalu ke kanan bawah.
  • Terakhir, adalah membentuk huruf U. Caranya usap dari perut bagian kanan bawah menuju ke arah perut atas, lalu dari ke perut kiri atas, dan ke perut kiri bawah.

Sedangkan pijat gowes adalah ibu memegang kedua kaki bayi, lalu menggerakkannya seolah-olah bayi mengayuh sepeda. Gerakan-gerakan pijat tersebut bisa memicu bayi untuk kentut maupun BAB.

Kolik bisa menyerang anak-anak maupun orang dewasa.

Ternyata, pemahaman saya tentang kolik keliru. Bukan hanya bayi yang bisa terserang kolik, namun anak-anak dan orang dewasa pun bisa mengalami kolik. Pada orang dewasa, kolik biasanya berupa kondisi dimana ada rasa tidak nyaman di perut, seperti nyeri perut, utamanya di area di bawah rusuk dada. Biasanya gejala yang menyertainya antara lain merasa mual, kentut berulang kali atau bahkan enggak bisa kentut, mulas namun tidak bisa BAB, juga muntah. Kadang nyeri perut terasa begitu sakit dan menyiksa, namun kadang mereda. Begitu terus secara berulang-ulang. Jadi, grafik nyeri perutnyanya seperti naik turun. Beberapa orang menyebutnya “masuk angin”. Padahal kata teman saya yang berprofesi sebagai dokter, “masuk angin” tidak ada dalam istilah kedokteran. Kemungkinan, sepertinya kondisi semacam itu karena terserang kolik juga. Utamanya di daerah usus, jadi sering disebut kolik usus. Penyebab kolik pada orang dewasa biasaya lebih karena kelelahan dan faktor psikologis.

Sedangkan pada anak-anak (kalau kasus yang saya alami pada balita), ternyata bisa terserang kolik juga. Kalau saya membaca referensi katanya penyebab kolik pada anak-anak dan balita bisa berupa intoleransi terhadap makanan dan minuman, peradangan pada sistem pencernaan (kemungkinan besar usus), malabsorpsi (kesulitan penyerapan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi), atau bisa juga karena psikologis.

Ketika anak-anak saya terserang kolik.

Beberapa minggu lalu, Maxy dan Dema sama-sama mengalami kondisi yang dari gejalanya mengarah ke penyakit kolik. FYI, Maxy dan Dema, memang memiliki bakat alergi. Namun, saya belum melakukan tes kepada keduanya. Pernah suatu waktu mereka makan suatu makanan, yang terjadi adalah tiba-tiba kulitnya merah-merah, lalu muncul bisul, bahkan pernah bibir keduanya membengkak. Sementara ini yang saya lakukan cuma membuat list makanan apa saja yang mesti keduanya hindari. Tidak tahu berhubungan apa tidak, namun memang ada teori yang mengatakan bahwa intoleransi terhadap apa yang dikonsumsi oleh anak-anak dapat menyebabkan kolik.

Saat Dema terserang kolik.

Saya ingat hari itu, tanggal 25 September 2016. Suami saya masih berada di luar kota. Saya mengajak Maxy menghadiri resepsi pernikahan seorang teman. Sementara, Dema saya tinggal bersama neneknya, yang kebetulan menemani kami hingga suami kembali dari dinasnya. Paginya, saat saya tinggal Dema masih baik-baik saja. Sorenya, dia mengeluh, “akit akit” sambil menunjuk bagian perutnya. Meski beberapa kali mengeluh seperti itu, aktivitasnya masih bermain dan ceria seperti biasanya. Neneknya mengatakan bahwa sejak siang di mengeluh seperti itu. Baru pada malam harinya, Dema rewel, mengeluh perutnya sakit sambil nungging-nungging di kasur.

Keesokan harinya (26 September), Dema yang biasanya aktif dan ceriwis, mendadak menjadi pendiam. Tidak mau makan sama sekali. Bahkan cemilan seperti kue atau biskuit kesukaannya pun, Dema tidak mau menyentuhnya sama sekali. Dema hanya minta minum air putih dan tentu saja menempel kepada saya untuk minum ASI. Hari itu Dema tidak BAB. Saya kemudian menawari Dema minum sufor (selain ASI, Dema juga sudah mengkonsumsi susu lain baik sufor maupun UHT). Dema menghabiskan susunya separuh gelas. Namun, tak lama kemudian dia muntah. Semua isi lambungnya nampaknya keluar. Itu terjadi sekitar tiga kali, setelah saya memberinya susu. Saat bertanya kepada teman yang dokter mengenai gejalanya, saya makin yakin itu kolik, bukan penyakit lain. Teman saya menyarankan untuk tidak memberi Dema susu sapi dahulu. Saya berusaha tidak panik, karena secara teori kolik tidak berbahaya dan bisa sembuh sendiri. Namun, jika anak-anak terkena kolik pasti rewel, sehingga kita perlu membuat anak nyaman.

Karena Dema tak kunjung mau makan, hanya minum air putih dan ASI, akhirnya saya putuskan untuk membawanya ke dokter (27 September). Saat di ruang praktek dokter, saya menjelaskan gejalanya. Seperti kata teman saya, menurut dokter itu adalah kolik di usus. Saya lalu bertanya apa kemungkinan karena intoleransi terhadap susu, padahal selama ini dia juga meminum susu yang sama dan baik-baik saja. Dokter mengatakan sebenarnya bukan karena susu. Susu boleh, namun pemberiannya jangan banyak-banyak. Sedikit-sedikit saja, namun sering. Begitu pula dengan pemberian makanan yang lainnya. Saat anak terserang kolik biasaya dia susah makan dan itu wajar. Maka, jika ada makanan yang disukai oleh anak, berikan saja makanan itu. Pokoknya apapun, asal bisa masuk perut anak. Dokter kemudian memberi oleh-oleh berupa Lacto B. Lacto B ini adalah obat untuk pencernaan yang mengandung lactic acid bacterial (bakteri yang baik untuk pencernaan).

Sampai rumah saya mencoba menawarkan biskuit kepada Dema dan dia mau. Kemudian, saya berikan es krim yang saya campur dengan Lacto B. Alhamdulillah, Dema kemudian kentut dan akhirnya mau makan nasi sesuap dua suap. Malamnya, Dema sudah bisa tidur nyenyak. Keesokan harinya, dia sudah ceria lagi dan bisa BAB dengan normal (tidak diare).

Beberapa hari kemudian, dini hari tanggal 1 Oktober Maxy mendadak demam tinggi hingga 39 derajat celcius. Saya kompres badannya supaya dia merasa nyaman. Ternyata, demamnya tak kunjung turun. Seperti panduan demam pada umumnya, saya menunggu hingga 72 jam untuk melihat perkembangannya. Apakah cuma common cold atau penyakit yang lain. Saya mengingat-ingat kapan terakhir kali Maxy BAB. Seingat saya, terakhir Maxy BAB adalah dua hari lalu. Beberapa kali Maxy mengeluh sakit perutnya. Saya curiga, Maxy terserang kolik juga. Sebab ada referensi yang mengatakan kalau gejala kolik juga bisa berupa demam. Selain itu, Maxy juga tidak kentut maupun BAB. Saya hanya bisa menyamankannya dengan pijat ILU dan gowes. Meminumkan Lacto B kepada Maxy sangat susah. Mungkin karena Maxy lebih besar, jadi Maxy lebih ngeh kalau makanan atau minumannya dicampur Lacto B. Minum Yakult pun Maxy tidak mau.

Maxy setelah tes laboratorium.

Berbeda dengan Dema yang enggak mau makan sama sekali, Maxy meski mengeluh perutnya sakit tapi masih mau makan. Namun, saya tidak memberikannya susu sama sekali. Khawatir nanti muntah seperti Dema. Karena demam tak kunjung reda dan tidak ada batuk pilek serta belum BAB sama sekali, akhirnya saya membawa Maxy ke dokter. Kali ini karena ada demam, khawatir kalau ternyata bukan sekedar masalah pencernaan, Maxy cek laboratorium untuk diambil darahnya. Saya sudah khawatir kalau darah yang diambil banyak, mengingat Maxy agak trauma dengan jarum suntik. Alhamdulillah, ambil darahnya cuma dari ujung jari saja. Hasilnya semua bagus, dokter mengatakan pencernaannya bermasalah dan mengatakan teruskan saja konsumsi Lacto B. Untuk demamnya, juga disarankan minum obat penurun panas saja jika anaknya rewel. Kalau sampai lima hari terhitung sejak Maxy pertama kali demam tidak turun juga panasnya maka perlu kontrol lagi.

Akhirnya, saya memutar akal supaya Maxy mau mengkonsumsi Lacto B. Saya campurkan Lacto B ke es krim rasa coklat. Saya juga beberapa kali melakukan pijat ILU dan gowes kepadanya. Hasilnya Maxy beberapa kali kentut. Demamnya pun turun. Namun, belum BAB. Maxy baru BAB seminggu setelah BAB terakhirnya. Namun, setelah BAB, kondisinya pun berangsur-angsur normal. Begitu pula BAB-nya, lancar seperti biasa.

Lesson learned dari pengalaman anak-anak terserang kolik.

Dari dua kasus anak-anak bergantian terserang kolik tersebut saya menyimpulkan bahwa ibu (orang tua) perlu waspada/ curiga anak terserang kolik apabila:

  • Anak mendadak rewel dan mengeluh perutnya sakit (nyerinya timbul tenggelam).
  • Anak kesulitan kentut dan BAB.
  • Anak mual dan muntah.
  • Anak demam tapi tidak batuk dan pilek.
  • Perut anak kembung.

Jika anak mengalami gejala-gejala tersebut, maka yang bisa ibu lakukan untuk home treatment:

  • Ibu sebaiknya jangan panik, sebab pada dasarnya kolik tidak berbahaya dan bisa sembuh sendiri.
  • Hindari dulu produk susu protein sapi.
  • Gendeng-gendong anak untuk menyamankannya. Perut anak menempel ke tubuh ibu.
  • Pijat ILU dan gowes, serta usap-usap punggung anak.
  • Berikan makanan dan minuman sedikit-sedikit namun sering untuk menghindari mual dan muntah.
  • Berikan obat penurun demam/ panas jika anak demam. Kalau saya biasanya baru memberikannya saat anak rewel atau demam di atas 39 derajat celcius.
  • Berikan obat untuk pencernaan yang mengandung lactic acid bacterial (namun, sebaiknya konsultasikan kepada dokter).
  • Apabila anak diare, ada darah di feses, anak muntah setiap selesai makan, anak terlihat lesu dan lemas, anak demam tinggi selama beberapa hari (tidak turun-turun), maka sebaiknya ibu segera ke dokter.

Sampai sekarang saya masih belum mengetahui penyebab pasti kenapa anak-anak saya bergantian terserang kolik. Kemungkinan besar karena intoleransi terhadap makanan. Sebelumnya mereka sempat makan kentang goreng dari kulkas. Kentang goreng itu expirednya masih tahun depan, namun sudah ada di freezer, sejak tiga bulan sebelumnya. Biasanya sih langsung abis digoreng dan kami konsumsi. Namun, karena saya mudik ke Surabaya-nya kelamaan dan suami juga dinas keluar kota, makanya kentang goreng itu masih ada dan baru sempat dimasak saat kami pulang dari luar kota. Tapi, itu cuma kemungkinan saja, sih. Satu hal yang saya pelajari dari kasus anak-anak saat terserang kolik adalah jangan memberikan makanan kepada anak-anak yang meski tanggal expired-nya masih lama, namun sudah terlanjur dibuka kemasannya sebelumnya. Sebab, makanan yang kemasannya sudah dibuka sebaiknya segera dihabiskan. Apalagi, anak-anak saya memang punya riwayat intoleransi makanan tertentu.

Menjadi ibu memang membutuhkan waktu belajar yang panjang, bahkan bisa jadi seumur hidup.”

Depok, 25 Oktober 2016

Apri Hamsa

Categorized in: