Mbak, kok daun-daunnya dibuang ke got?’ tanya seorang teman ke asisten rumah tangganya yang sedang menyapu daun-daun kering yang berguguran di jalan ke arah got.

Buang ke tempat sampah, donk!” lanjut teman saya itu dengan nada agak meninggi.

Asistennya menghentikan aktivitas menyapunya, lalu dengan lempeng mengatakan, “Iya, Bu. Daun-daunnya saya kumpulkan dulu ke dalam got dulu. Soalnya anginnya besar, kalau dibiarkan di tanah nanti terbang lagi. Nanti, kalau sudah terkumpul saya serok pakai pengki, baru saya masukkan ke dalam bak sampah.”

Teman saya itu kemudian teringat bahwa got di depan rumahnya termasuk got kering, enggak ada airnya. Lalu, teman saya berpikir lagi, “Benar juga, Si Mbak. Cara menyapunya cukup efisien dan enggak banyak membuang energi serta waktu. Ah, pinter juga Si Mbak.” Penilaian teman saya berubah setelah mengetahui alasan Si Mbak membuang sampah daun-daun kering itu ke dalam got.

Makanya, jangan sembarang komentar kalau hanya tahu sedikit. Apalagi, kalau sudah merasa sebagai yang paling benar,” teman saya itu menasehati dirinya sendiri.

Satu lagi contoh, ada seorang teman yang memiliki kenalan seorang wartawan. Teman saya ini mengira kalau Si Wartawan masih single, sebab di media sosialnya enggak ada foto dengan istri maupun anak-anak. Juga, status-statusnya enggak ada yang menyiratkan kalau dia sudah menikah.

Suatu hari teman saya ini bertanya kepada Si Wartawan, mau enggak dijodohkan sama temannya. Tak disangka, ternyata Si Wartawan mengaku bahwa dirinya ternyata sudah menikah dan punya beberapa orang anak.

Ih, sudah menikah, tapi kok enggak pernah majang foto anak istri di media sosial, sih? Jangan-jangan ini tipe-tipe leki-laki yang maunya tetap dianggap single dan available nih?” Teman saya mulai su’udzon.

Efek liputan. Dulu keluargaku mau dihabisin sama pihak yang mau kuungap kasusnya. Semenjak itu aku menjauhkan keluargaku dari dunia maya,” Si Wartawan menjelaskan kepada teman saya tersebut. Teman saya tersebut langsung istighfar mendengar jawaban Si Wartawan.

Kalau teman-teman, apa pernah mengalami kejadian seperti itu su’udzon alias negative thinking duluan kepada seseorang? Lalu, saat mengetahui kebenarannya jadi malu sendiri? Hehehe, saya juga sering begitu 😛 .

Lalu, bagaimana upaya supaya kita bisa menghindari su’udzon? Menurut pendapat saya begini caranya yang paling mudah:

Jangan kepoh urusan lain

Sebenarnya apa untungnya kita mau tahu urusan orang lain? Toh, kalaupun enggak tahu urusannya, kita enggak rugi kan?

Jangan ghibah

Kalau dalam agama Islam, perilaku ghibah sama halnya dengan memakan bangkai saudaranya sendiri. Hiiihh, ngeri, bukan? Selain itu ghibah juga membuat pahala kita berkurang dan enggak membuat kita lebih baik dari orang yang kita bicarakan.

Jangan ikut menyebarkan hoax

Kalau soal yang satu ini pasti sudah enggak asing buat kita. Apalagi pada jaman media sosial seperti sekarang, dimana orang bebas ngeshare berita-berita yang belum tentu benar. Saran saya, kalau enggak tahu kebenarannya, kalau berita tersebut lebih banyak mudhorot-nya jika di-share, sebaiknya enggak usah ikut-ikutan ngeshare.

Jangan berkomentar kalau cuma tahu sedikit

Nah, ini juga sering. Untungnya kalau di rumah, suami saya sangat tegas tentang hal ini. Misalnya, pernah tuh saya bertanya soal kasus ulama yang lagi rame. Bahkan jamaah media sosial juga ikut-ikutan membahasnya dengan komentar-komentar yang pedas. Suami langsung bilang, “Enggak usah ikut-ikutan komentar, lha, kalau enggak tahu masalah yang sebenarnya!” Ya, iya sih. Iya, kalau komentarnya bener. Kalau salah, jatuhnya malah memfitnah orang. Nambah dosa lagi, deh 🙁 .

Cek dan ricek tentang duduk permasalahan

Kalau memang terpaksa banget harus berkomentar, karena mungkin ada kaitannya dengan diri kita, misalnya, jangan lupa cek dan ricek dulu mengenai kebenarannya.

Perbaiki diri sendiri

Tidak ada manusia yang sempurna. Ada kalanya melakukan kesalahan. Begitu pula kita (baca: saya). Jadi, daripada fokus kepada keburukan orang lain, mari kita fokus pada diri sendiri. Sudah baikkah sifat dan sikap kita?

Bergaul dengan orang-orang yang berpikiran positif

Pernah mendengar nasihat, “Kalau kita bergaul dengan pedagang minyak wangi, maka bau kita juga ikutan wangi” bukan? Nah, sebaiknya kita menghindari bergaul dengan orang-orang yang menghabiskan energi dan waktunya untuk bergosip. Bertemanlah dengan orang-orang yang berpikiran positif supaya pikiran kita enggak teracuni hal-hal negatif.

InsyaAllah dengan cara begitu kita bisa mengerem reaksi kita terhadap suatu pemberitaan atau isu yang belum tentu benar. Lebih baik, kita melakuan hal-hal bermanfaat ketimbang menghabiskan waktu memikirkan keburukan orang lain. Apalagi pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini kan? (note to myself).

Tulisan ini saya buat sebagai tanggapan atas artikel yang ditulis oleh Mak Nur Islah yang berjudul “Jangan Hanya Menilai yang Tampak oleh Mata” serta untuk mengingatkan diri sendiri yang kadang masih suka su’udzon. Semoga kita semua dijauhkan dari sikap yang demikian ya, teman-teman? Aamiin! Serta, jangan lupa untuk saling mengingatkan ya? 🙂

April Hamsa