β€œTumbuh kembang setiap anak itu unik.”

Yup, orang tua terutama ibu pasti sudah sering mendengar pernyataan itu dari dokter sepsialis anak (DSA) atau forum-forum parenting. Misalnya nih, ada anak yang saat usia sembilan bulan sudah bisa berjalan, namun ada pula anak yang usia setahun ternyata berdiri pun belum bisa. Sebenarnya hal tersebut wajar, namun bukan berarti disepelekan.

Tumbuh kembang anak memang berbeda-beda dan sebaiknya jangan dibanding-bandingkan. Meski demikian, sebaiknya sebagai orang tua, kita juga harus tetap aware. Tetap amati tumbuh kembang anak dan cocokkan dengan tabel pertumbuhan dan perkembangan anak yang diberikan DSA.

Tumbuh kembang anak-anak yang unik

Anak-anak saya, Maxy dan Dema adalah contoh anak-anak dengan tumbuh kembang yang unik. Maxy sudah bisa duduk sendiri tanpa bantuan saat usianya enam bulan kurang, namun dia baru merangkak saat usianya setahun, dan berjalan saat usianya 17 bulan dua minggu. Sedangkan Dema baru bisa duduk sendiri tanpa bantuan saat usianya sembilan bulan, baru bisa merangkak usia setahun juga setelah sebelumnya ngesot, dan baru bisa berjalan saat usianya 18 bulan lebih dua minggu.

Β Anak-anak saat masih kecil.

Kalau tumbuh kembang Maxy unik, saya memang sudah bersiap dari awal. Maklum, dulu Maxy terlahir sebagai bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). DSA yang biasa mengimunisasi Maxy mengatakan bahwa saya harus lebih agresif dalam memacu tumbuh kembang Maxy. Maksudnya adalah dalam hal pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan stimulasi motorik Maxy.

Usia enam bulan lebih dua minggu Maxy ditarget sudah harus makan protein hewani atau daging merah. Setelah usia sembilan bulan saya harus bisa membuatnya berdiri. Tapi, ternyata Maxy enggak kunjung tertarik berdiri, bahkan bergerak dari duduknya juga enggak.

Hingga suatu hari, saya mengajak Maxy yang usianya setahun waktu itu menginap di rumah salah seorang teman yang memiliki anak sepantaran Maxy. Si anak ini tumbuh kembangnya normal. Dia bergerak, merangkak ke sana kemari, membuat Maxy tertarik bergerak. Alhasil esoknya, sepulang dari rumah teman saya itu, Maxy pun mau belajar merangkak dan berusaha berdiri meraih sesuatu.

Kalau kasus Dema, tumbuh kembangnya juga sempat terhambat. Dema yang begitu lahir langsung masuk NICU ini ternyata menderita anemia defisiensi zat besi (ADB). Waktu itu saya curiga dengan berat badannya yang seret. Susah naik timbangan bobotnya. Kemudian saya memeriksakan Dema ke dokter gizi anak dan cek laboratorium, sehingga ketauan mengapa Dema enggak tertarik merangkak maupun berdiri/ berjalan.

Tumbuh kembang anak-anak yang membuat bunda panik

β€œMasa-masa kelam” bagi saya sebagai seorang bunda kini sudah berlalu. Alhamdulillah, anak-anak bisa sekarang tumbuh kembangnya sudah bagus. Meskipun masih saja ada yang berkomentar, β€œKok anak-anakmu kurus ya?” Ehmmm…

Kalau sekarang sih, saya sudah jauh lebih santai menghadapi komentar maupun pertanyaan semacam itu. Saya tinggal menunjukkan tabel atau grafik tinggi dan berat badan anak, sambil meminta yang komen kayak gitu melihat sendiri grafiknya.

Hal tersebut berbeda dengan tahun-tahun pertama kehidupan anak-anak saya. Saya terserang baby blues walaupun enggak sampai depresi yang gimana-gimana gitu, sih. Penyebabnya saya kelelahan karena sering membawa anak check up ke DSA, dokter spesialis gizi, klinik tumbuh kembang, laboratorium, dll.

Dulu, kalau ada yang berkomentar tentang berat badan anak, saya udah baper duluan. Makanya, saya kemudian sempat off ngeblog maupun bermain media sosial. Harapan saya supaya enggak terlalu baper kalau melihat foto anak-anak teman yang sepantaran tumbuh kembangnya sempurna.

Eh, tapi ternyata dunia nyata juga sama β€œkejamnya”, hahaha. Masih terngiang di telinga saya, ada salah satu tetangga di komplek rumah saya yang lawas dulu rasan-rasan dengan tetangga lain mengenai anak saya. Katanya, β€œKok anaknya enggak bisa gede ya?” Enggak cuma sakit hati, saya pun panik, sampai baby blues datang.

Saya pernah lhoΒ sampai merasaΒ malas menggendong anak-anak. Setelah menyusui,Β saya taruh kembali anak saya diΒ bed.Β Baby blues juga membuat saya jarang membawa anak-anak keluar rumah untuk “dipamerkan” ke tetangga.

Untungnya saya punya support system yang baik, yakni suami saya. Saat saya panik karena tumbuh kembang anak-anak enggak seperti anak-anak sepantaran mereka, suami membesarkan hati saya. Suami mendorong saya untuk mulai membuka diri, seperti mengikuti seminar-seminar parenting, bergabung dengan komunitas-komunitas parenting yang terpercaya (bukan sekadar forum curhat).

Membuka diri membuat saya sadar bahwa bagaimanapun anak-anak ini adalah buah hati saya. CInta saya kepada mereka sangat besar. Saking besarnya sampai saya enggak ingin mereka diremehkan oleh orang lain.

Pada akhirnya, saya mencoba berdamai dengan diri sendiri. Saya memaafkan diri sendiri mengenai mengapa anak saya bisa terlahir BBLR, mengapa anak saya yang satu lagi masuk NICU begitu lahir, juga tentang keterlambatan tumbuh kembang mereka. Saya mulai fokus membuat mereka tumbuh dan berkembang dengan lebih baik dan sehat.

β€œMelupakan” tumbuh kembang anak-anak yang unik dan fokus menjaga mereka dengan cinta

Begitu saya fokus terhadap tumbuh kembang anak-anak, saya makin menyadari bahwa mereka sungguh-sungguh berharga. Bukan sekadar karena mereka anak-anak yang saya kandung selama sembilan bulan dan saya lahirkan setelah melalui banyak kesulitan dalam hal kesehatan. Tapi, juga karena mereka saya mendapatkan banyak pelajaran dalam hidup. Salah satunya harus punya banyak stock sabar.

Anak-anak yang sekarang lebih sehat dan aktif.

Iyes, stock sabar yang banyak. Mengapa? Sebab, setiap bunda akan melalui banyak ujian, terkait dengan anak-anaknya. Selain itu, mengingat-ingat betapa susahnya saya membesarkan mereka (dalam artian sebenarnya, membuat badan mereka besar) membuat saya jadi bunda yang agak overprotective.

Namun, overprotective di sini lebih ke menjaga mereka supaya selalu sehat. Salah satu hal yang saya lakukan adalah menjaga betul makanan anak-anak. Apalagi mereka memiliki bakat alergi. Kalau alergi mereka kumat, duh, rasanya enggak karuan banget.

Terlebih lagi saat anak-anak sakit. Saya langsung merasa patah hati. Even sakit mereka cuma sakit batuk pilek yang berujung demam.

Meski demikian, bunda (baca: saya) dituntut untuk tetap waras menghadapi kondisi semacam itu. Lagi-lagi hal pertama yang harus saya lakukan adalah menarik nafas panjang, meyakinkan diri sendiri bahwa anak-anak seusia Maxy dan Dema memang akan beberapa kali mengalami batuk, pilek, dan demam. Kondisi tersebut adalah bagian dari ujian lingkungan kepada sistem kekebalan tubuh mereka.

Lalu, saat anak-anak demam biasanya saya melakukan apa? Berikut adalah hal-hal yang saya lakukan:

Berusaha enggak panik

Saya berusaha meyakinkan diri bahwa batuk, pilek, dan demam yang dialami anak-anak bukan penyakit, namun petunjuk bahwa sistem kekebalan tubuhnya berusaha keras melawan virus penyakit.

Mengukur suhu tubuh anak secara berkala

Di rumah saya selalu tersedia termometer. Sehingga, saya bisa mengukur suhu tubuhnya secara berkala untuk menentukan apa tindakan selanjutnya. Apakah cukup diberi home treatment ataukah perlu dibawa ke DSA.

Mengkompres atau memandikan anak dengan air hangat

Saya berusaha menurunkan demam anak dengan cara mengkompres dan memandikan dengan air hangat. Tujuannya untuk β€œmenipu” tubuh sehingga tubuh akan menurunkan suhunya.

Menjaga suhu ruangan tetap sejuk

Saya berusaha menjaga suhu ruangan terutama kamar anak tetap sejuk, sehingga anak tidak merasa kegerahan.

Memakaikan pakaian yang nyaman

Saat anak-anak demam, saya memakaikan pakaian yang tipis yang membuat mereka nyaman. Pakaian tipis juga membuat panas tubuh mudah keluar.

Memberi anak minum yang banyak

Kalau anak sakit biasanya saya memberikan mereka lebih banyak asupan cairan, entah itu dari minuman seperti air putih, jus buah, es krim, susu, dan dari makanan yang berkuah seperti sayur sup hangat.

Memberi obat penurun demam

Apabila anak-anak demamnya lebih dari 38 derajat Celcius, kondisinya rewel, dan enggak mau makan maupun minum, maka saya mengandalkan pemberian obat penurun demam, Tempra. Tempra ini adalah obat penurun demam yang direkomendasikan oleh DSA langganan anak-anak sejak kecil.

Saat anak-anak belum berusia setahun, kalau mereka demam, sediaan obat saya adalah Tempra Drops. Namun, saat anak-anak sudah berusia lima dan tiga tahun seperti sekarang, sediaan obat penurun demam saya adalah Tempra Syrup .

Tempra Syrup andalan saya saat anak-anak demam tinggi.

Kelebihan Tempra Syrup antara lain:

  • Aman di lambung
  • Tidak perlu dikocok, larut 100%.
  • Dosis tepat (tidak menimbulkan overdosis ataupun kurang dosis)

Alhamdulillah, biasanya demam anak-anak lekas reda kalau minum Tempra Syrup ini. Bisa dibilang Tempra Syrup ini andalan saya menjaga anak-anak saat sakit.

Nah, itulah kisah saya sebagai bunda yang membesarkan anak-anak dengan tumbuh kembang yang unik. Plus saya sertakan tips hometreatment saat anak-anak sakit (demam) di rumah.

Untuk para bunda yang buah hatinya juga memiliki tumbuh kembang unik, keep optimis dan semangat. Jangan pernah menyerah menjadi bunda yang mencintai anak-anak kita, seunik apapun tumbuh kembang mereka! πŸ™‚

Semoga bermanfaat ya πŸ™‚ .

April Hamsa Β  Β Β 

Disclaimer: Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra.