Tak terasa bulan sudah berganti dari Agustus menjadi September. Bagi keluarga kecil saya, Bulan September memang dinanti, sebab September bagi saya dan keluarga benar-benar bulan ceria seperti lagu “September Ceria”. Ada dua peringatan penting yang saya dan keluarga nanti tiap Bulan September, yakni hari ulang tahun anak pertama saya dan wedding anniversay saya dan suami.

Kemarin, tidak sengaja di timeline media sosial salah seorang kenalan yang kebetulan dokter anak memasang foto mengenai “NICU Awareness Month”. Saya baru tahu, ternyata Bulan September diperingati sebagai “NICU Awareness Month”. Jadi, kini hari peringatan penting di keluarga saya bertambah satu lagi. Yup, keluarga kecil saya pernah menjadi bagian dari sebuah ruangan bernama NICU. Tepatnya setelah kelahiran anak kedua saya, Dema.

Ruangan “Seram” itu bernama NICU

Bagi yang masih asing dengan ruangan bernama NICU ini, NICU merupakan kependekan dari Neonatal Intensive Care. NICU adalah sebuah ruangan khusus yang tersedia di rumah sakit, terutama rumah sakit ibu dan anak, untuk merawat bayi baru lahir hingga usia kurang lebih 30 hari yang memerlukan perawatan khusus di bawah pemantauan tim medis. Ada beberapa alasan mengapa seorang bayi masuk NICU, antara lain: karena terlahir prematur, karena menelan air ketuban, karena memiliki penyakit bawaan, karena infeksi, dan berbagai penyebab lain yang menyebabkan bayi berisiko meninggal jika tidak memperoleh penanganan khusus. Kalau alasan Dema masuk NICU adalah diduga karena dia menelan air ketuban. Saat lahir di usia kandungannya ke-42 minggu, Dema tidak langsung menangis, bahkan tidak bergerak. Dema baru menangis dan merespon sesaat setelah perawat membersihkan bagian mulutnya dan menepuk-nepuk bagian bottom-nya.

Dema saat kondisinya sudah stabil dan statusnya turun menjadi pasien perinatology.

Ruangan bernama NICU memang terdengar seram. Saya pun rasanya dulu tidak berhenti menangis saat Dema masuk NICU. Bagaimana tidak, Dema terlihat sehat namun dia ditidurkan dalam tempat tidur khusus (semacam inkubator namun tidak tertutup kaca semua) dengan dipakaikan alat untuk memonitor detak jantungnya. Kalau tidak salah, nama alatnya Elektrokardiogram atau biasa disebut EKG. Bunyi “Tit tit tit” yang keluar dari EKG itu menakutkan buat saya yang sering melihat alat tersebut di layar televisi, dimana kalau bunyi itu berubah menjadi “Tiiiiiit” maka artinya nyawa pasien sudah tak terselamatkan. Saya ingat seorang perawat menasehati saya, “Ibunya jangan menangis aja, wong anaknya baik-baik saja kok di sini.” Batin saya, “Kalau anaknya baik-baik aja, kenapa dia dirawat di sini?”

Baca juga: Memberi ASI Itu Tidak Mudah, Maka Belajarlah!

Belum lagi pada saat memerah Air Susu Ibu (ASI) di ruang laktasi, ada dua ibu yang obrolannya yang membuat saya parno. Kedua ibu itu juga baru saja melahirkan bayinya seperti saya. Salah seorang ibu bercerita kepada ibu yang lain bahwa anak pertamanya dulu masuk NICU, namun anaknya tidak tertolong. “Anakku dulu dipasangi alat yang kayak bayi di dalam itu, ngeri, saya trauma,” ceritanya. Kedua ibu tersebut tidak mengetahui bahwa bayi yang dimaksud adalah anak saya, Dema. Dema memang satu-satunya bayi di ruangan itu yang dipasangi alat monitor detak jantung. Kebetulan di rumah sakit tempat Dema di-NICU, ruangan NICU dan Perinatologi dijadikan satu. Hanya status pasiennya saja yang membedakan. Kedua bayi ibu tadi dirawat di Perinatologi, kalau tidak salah, karena blirubinnya tinggi atau biasa disebut kuning.

Dema masih beruntung karena “hanya” dipakaikan EKG dan tentu saja selang infus untuk memasukkan obat ke dalam tubuhnya. Banyak bayi lain di NICU (rumah sakit lain, mungkin) yang dipasangi banyak alat seperti alat bantu pernafasan atau alat bantu pemberian makanan. Kesemuanya masuk lewat selang di mulut dan hidung. Tak banyak yang kuat mental melihat bayi-bayi dengan kondisi dipakaikan bermacam-macam alat di NICU.

Fasilitas di Ruang NICU

Namun, dibalik cerita-cerita seram tentang NICU sebenarnya ruangan ini adalah tempat terbaik untuk bayi-bayi yang membutuhkan perawatan khusus. Sarana di ruangan NICU cukup lengkap, teknologinya canggih, dan tenaga medisnya pun sudah terlatih menangani kasus-kasus khusus untuk pasien bayi.

NICU sendiri terbagi menjadi tiga tingkat:

  • NICU Tingkat I: pada tingkat ini adalah perawatan dasar untuk bayi baru lahir sampai bayi kondisinya stabil. Biasanya untuk bayi dengan kategori penyakit ringan dan tidak membutuhkan infus.
  • NICU Tingkat II: pada tingkat ini digunakan untuk pemulihan bayi dari suatu penyakit. Bayi yang dirawat biasanya sakit dengan kategori sedang yang memerlukan inkubator, infus, oksigen, serta monitor jantung dan paru.
  • NICU Tingkat III: khusus untuk bayi menderita penyakit berat sehingga memerlukan penanganan pemantauan personal care secara ketat dan terus-menerus. Pada tingkat ini terdapat alat-alat pendukung hidup untuk bayi selama diperlukan. Biasanya yang dirawat di NICU tingkat III adalah bayi prematur dengan berat badan sangat rendah dan organ-organnya belum sempurna.

Sedangkan sarana dan prasarana yang memperbesar harapan hidup bayi yang memerlukan perawatan khusus antara lain:

  • Tim medis yang terlatih: terdapat tenaga medis yang terlatih untuk menangani bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus. Tenaga medis ini biasanya membentuk tim untuk menangani pasien bayi. Ada yang merencanakan perawatan, mengevaluasi perawatan, sampai memonitor tumbuh kembang anak.
  • Inkubator: tempat tidur khusus tertutup kaca yang memiliki pemanas yang suhunya bisa diatur untuk menghangatkan bayi yang berisiko mengalami hipotermia.
  • Monitor: monitor saturasi oksigen, paru, dan jantung.
  • Alat bantu nafas: dipakaikan kepada bayi yang kesulitan bernafas atau tidak dapat bernafas sendiri karena organ pernafasannya belum sempurna atau terkena infeksi.
  • Alat bantu pemberian makan: berupa selang untuk membantu pemberian makanan dan obat-obatan. Apabila organ pencernaan bayi belum sempurna selang akan dimasukkan ke mulut (continous drip) menggunakan alat bantu pompa tekan (sering pump).

Ruang NICU benar-benar dijaga supaya selalu steril. Oleh sebab itu biasanya peraturannya sangat ketat. Seperti tidak sembarang orang bebas keluar masuk, harus memakai alas kaki dan baju khusus, juga sebelum masuk ruangan harus mencuci tangan dengan cairan antiseptik.

Secercah Harapan dari Ruang NICU

Saat bayi masuk NICU, waktu bagi keluarga bahkan orang tua kandungnya sendiri untuk berinteraksi dengan bayi sangat terbatas. Saya ingat waktu itu hanya saya dan suami yang boleh masuk ke ruang NICU. Itupun bergantian dan tidak lama. Suami biasanya masuk ruangan hanya untuk mengantar ASI Perah, sedangkan saya untuk menyusui Dema. Keluarga lain hanya diperbolehkan melihat dari jendela kaca yang dibuka tirainya pada saat jam besuk.

Memang sulit bagi orang tua menerima kenyataan bahwa bayinya harus masuk NICU. Namun, bagaimanapun juga keselamatan bayi adalah yang paling utama. Dari pengalaman sebagai orang tua yang pernah menjadi bagian dari NICU, saat itulah keyakinan sebagai orang mengimani Tuhan diuji. Orang tua mana yang tega melihat bayi mungilnya dipasangi “alat-alat aneh” untuk menunjang hidupnya? Sudah banyak saya dengar cerita-cerita bayi meninggal di ruang NICU. Siapkah orang tua (baca: saya) melepas bayi yang baru saja saya lahirkan itu? Tak ada yang bisa saya lakukan kecuali tak berhenti memanjatkan doa demi kesembuhan Dema saat itu.

Baca juga: Bisul Perlu Operasi?

Namun, karena ruangan bernama NICU itu pula saya belajar banyak tentang kesabaran, kepasrahan, serta keikhlasan. Menyadari bahwa anak adalah titipan Tuhan semata, menyadari pula bahwa manusia cuma bisa berusaha sampai batas maksimal, dan berdoa. NICU memberikan secercah harapan bahwa bayi-bayi yang ada di sana akan survive, selamat, sehat, lalu kembali ke pangkuan orang tuanya pada waktunya.

Melalui tulisan yang saya buat khusus untuk memperingati September sebagai “NICU Awareness Month” ini saya ingin menjabat erat, memeluk, dan menepuk-nepuk pundak semua orang tua di dunia ini yang bayinya pernah masuk di NICU di hari-hari pertama kehidupannya di dunia. Semoga selalu semangat dalam merawat anak-anak. Apalagi, biasanya setelah melewati masa survival yang tak mudah, biasanya beberapa bayi yang masuk NICU ada yang mengalami masalah kesehatan. Semoga para orang tua “alumni bayi NICU” juga selalu semangat mengusahakan perawatan kesehatan yang terbaik demi pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya di masa depan. Ingatlah, bahwa kita termasuk orang-orang yang beruntung karena telah dipilih oleh Tuhan untuk melahirkan dan membesarkan bayi-bayi istimewa! 🙂

Surabaya, 2 September 2016

April Hamsa