β€œBunda-bunda, ada adek, Bunda!” seru Dema sambil berlari ke arah seorang anak laki-laki yang usianya kira-kira setahun lebih.

Dema kemudian menyapa Si Adek. Sayangnya yang disapa enggak merespon baik. Malah, Dema diketusin. Namun, dasarnya Dema anaknya sumeh (apa Bahasa Indonesia-nya β€œsumeh” ya? πŸ˜› ), Dema pun cuek aja. Dema tetap tersenyum kepada Si Adek. Tak lama kemudian, Dema buru-buru kembali ke arah saya.

Dema saat nggodainΒ  Si Adek.

β€œBunda, adeknya,” katanya.

β€œIya, adeknya lucu ya? Dema mau adek?” tanya saya, iseng πŸ˜› .

β€œMau adek, Bunda,” katanya sambil cengengas-cengeges.

β€œMau adek apa Ciprut?” tanya saya.

β€œMau Ciprut aja, Bunda,” jawab Dema cepat.

For your information, Ciprut adalah nama kucing liar yang suka main ke rumah, yang rencananya akan kami adopsi resmi menjadi bagian dari Keluarga Hamsa. Tapi, masih rencana lho. Kami mau melihat dulu kelakuannya. Ya, ada masa percobaan sekitar tiga bulan lha buat Si Ciprut ini. Kalau kelakuannya baik, seperti enggak pernah nyakar anak-anak, enggak suka nyolong ikan yang saya goreng, enggak suka pup sembarangan, membantu mengusir tikus, dll, kemungkinan besar akan kami adopsi beneran πŸ˜› .

Kejadian Dema ketemu Si Adek, terjadi tadi sore di teras mushola sebuah toko buku di Depok. Dema memang sangat excited kalau ketemu anak yang lebih kecil dari dirinya, terutama yang masih digendong alias bayi. Mungkin gemes kali, ya?

Beberapa teman suka mengompori, β€œAyo, tambah satu lagi!” atau β€œAyo, hamil lagi!” Saya senyumin aja, hehehe. Takjubnya, enggak cuma teman saya yang ibu-ibu yang suka kasi saran begitu. Suami saya cerita kalau teman-temannya di kantor juga suka iseng nyuruh-nyuruh nambah anak lagi, hyaahh, dasar bapak-bapak! πŸ˜›

Maxy dan Dema.

Soalnya, emang beberapa orang yang kami kenal dan dulu sama-sama beranak dua, sudah pada nambah (bakso kali nambah, hahaha πŸ˜› ). Namun, saya dan suami bertahan untuk tidak memikirkan soal hamil lagi. InsyaAllah, mau konsentrasi ke dua anak yang diamanahkan oleh Tuhan ini saja.

Berbicara tentang hamil, melahirkan, dan punya anak lagi, membuat saya flashback ke masa lalu saat hamil dan melahirkan Maxy, maupun Dema. Dahulu, saya kira setelah menikah, saya akan hamil, lalu punya anak, kemudian udah deh happy selamanya, tanpa drama. Ternyata, dramanya banyak.

Anak pertama, Maxy, saat mengandungnya, ternyata saya anemia. Saya sempat dirujuk ke Klinik Fetomaternal, klinik kandungan dimana enggak ada ibu hamil di sana yang wajahnya terlihat bahagia. Rata-rata hampir semua pengunjungnya bermuka sedih dan cemas.

Maklum, soalnya Klinik Fetomaternal itu memang merupakan klinik yang memang merawat kehamilan dengan risiko tinggi. Macam-macam lha, kapan-kapan saya ceritain. Saat ini masih belum ada mood buat menceritakan tentang klinik ini, hehe, maaf.

Maxy kemudian lahir dengan kondisi berat badan lahir rendah (BBLR). Enggak berhenti sampai di sana, drama menyusui pun terjadi, diikuti drama slow growth, kemudian drama keliling rumah sakit, endebra endebre.

Begitu pula dengan anak kedua, Dema. Saat lahir Dema enggak menangis. Diduga ada air ketuban yang terminum olehnya. Kemudian, selama hampir dua minggu sejak dilahirkan Dema menginap di NICU.

Saat udah agak gedhean, Dema kena anemia. Pertumbuhan dan perkembangannya jadi agak lambat juga. Meskipun pada akhirnya semuanya bisa terkejar, masih sesuai tabel, namun ya gitu deh, mepet-mepet skornya.

Terus terang saya β€œlelah”. Bukan mengeluh lelah punya anak atau gimana ya? Cuma, saya trauma dan enggak kuat lagi secara mental kalau ada drama-drama terkait dengan hamil, melahirkan, lalu punya anak lagi seperti itu. Jadi, saya pun memutuskan fokus kepada kedua buah hati saya saat ini saja.

Mungkin ada yang menganggap sayaΒ kurang bersyukur atau apaΒ lha, kalau saya lebih memilih menutup telinga dengan opini orang. Sebab, yang paling mengerti kemampuan saya adalah diri sendiri. Sedangkan, yang paling mengetahui batas kemampuan saya adalah Tuhan. Kalau seandainya. kelak, akan hadir ruh kehidupan lagi dalam rahim saya, ya, saya enggak menolak. Sebab, itu kehendak Tuhan. Tapi, kalau untuk merencanakannya sendiri, saya memilih enggak…

Saya selalu menekankan ke Maxy dan Dema, bahwa mereka hanya memiliki satu sama lain. Jadi, setiap bersama mereka atau salah satu dari mereka, saya selalu kasi wejangan, β€œKakak sayang adek ya.” Juga sebaliknya, β€œAdek sayang kakak, ya.” Jadi, meski keduanya sering berebut apaΒ gitu dan berantem, tetap saja kalau salah satu enggak ada, yang lainnya akan mencari-cari.

Dua bersaudara.

Harapan saya, Maxy dan Dema akan saling menyayangi dan mendukung satu sama lain. Selamanya, ya, anak-anak…

April Hamsa

#ODOP #Day6 #BloggerMuslimahIndonesia #LagiMelow πŸ˜›