Tidore. Mendengar kata β€œTidore” saya teringat berpuluh tahun silam ketika saya masih berangkat ke sekolah dengan mengenakan seragam merah putih. Kala itu, saya suka sekali membaca buku tebal berjudul Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap atau biasa disingkat dengan RPUL, terutama bagian Sejarah.

Kata β€œTidore” yang saya kenal dari RPUL adalah sebuah kerajaan Islam yang begitu masyhur pada abad ke-16 sampai abad ke-18. Kesultanan Tidore, begitu nama lengkap kerajaan yang melekat dalam ingatan saya sejak kecil itu, terletak di kawasan Indonesia Timur. Tepatnya di gugusan Kepulauan Maluku Utara, di sebelah barat Pulau Halmahera.

Dari buku itu pula, saya mengetahui bahwa Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala. Saking melimpahnya rempah-rempah yang dihasilkan oleh tanah subur di sana, pulau tersebut mendapat julukan β€œThe Spicy Island” dari bangsa-bangsa asing.

Tidore yang tak bisa lepas dari masa lalunya

β€œSejarah dan kebudayaan Tidore bukanlah sebuah kanvas kosong, melainkan telah menjadi karya indah dan menawan yang digariskan oleh para pendahulu kepada generasi hari ini.” (Budayawan Maluku Utara Sofyan Daud)

Lokasi Tidore yang strategis ditambah dengan alamnya yang menghasilkan rempah-rempah berlimpah, memang membuat bangsa-bangsa asing dari Eropa, Arab, India, Cina, Melayu, dan lain-lain tertarik mengunjunginya. Bahkan jauh sebelum abad dimana Kesultanan Tidore begitu terkenal pada masa itu. Sejarah mencatat bahwa bangsa-bangsa asing sudah datang ke Tidore sejak abad ke-7 SM.

Wilayah laut Tidore bersama-sama dengan tiga kerajaan besar lain di Maluku, yakni Ternate, Bacan, dan Jailolo (Moluku Kieraha) begitu terkenal sebagai jalur perdagangan internasional. Sehingga, pada saat itu, Tidore juga sudah menjadi salah satu sentra perdagangan penting di Indonesia Timur. Maka tak heran, Tidore pernah diperebutkan oleh bangsa Eropa yang masing-masing berhasrat memonopoli perdagangan rempah-rempah di sana.

Salah satu bangsa Eropa yang begitu ingin menguasai Tidore adalah Belanda. Namun, Tidore terkenal tidak mudah tunduk diperdaya oleh bangsa asing. Sejarah Tidore menceritakan bahwa Sultan Saiffudin yang memerintah Tidore pada 1657-1674 pernah mengelilingi Pulau Tidore dengan perahu tradisional dan obor yang menyala untuk menakut-nakuti Belanda.

2Kanan: Sultan Saiffudin, Kiri: Sultan Nuku.

Lalu, ada pula kisah heroik dan patriotisme Sultan Nuku yang muncul ketika Belanda masih berulah di Tidore. Sultan Nuku yang memiliki nama asli Nuku Muhammad Amiruddin ini merupakan sultan yang memerintah Tidore pada tahun 1797-1805. Sultan Nuku dikenal sebagai seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan dan kewibawaan yang mampu membuat rakyat Tidore patuh pada titahnya untuk berani menolak penjajahan. Sultan Nuku bahkan berhasil meyakinkan pasukannya untuk percaya diri melawan penjajah Belanda meskipun hanya bermodalkan senjata tradisional di atas kapal Kora-kora.

Berkat Sultan Nuku pula wilayah Tidore menjadi sangat luas. Wilayahnya meliputi Papua, gugusan pulau-pulau di sekitar Raja Ampat, dan konon katanya beberapa Kepulauan Pasifik Selatan seperti Melanesia, Mikronesia, Ngulu, Fiji juga pernah masuk menjadi wilayah Tidore. Sultan Nuku juga merupakan pemimpin yang mampu menggandeng saudaranya Kesultanan Ternate untuk berjuang bersama mengusir Belanda. Kehebatan Sultan Nuku membuat bangsa Inggris memberi Sultan Nuku julukan β€œThe Lord of Fortune” dari Timur.


Fakta Sejarah:

  • Sebelum Islam datang, Tidore dikenal dengan nama β€œLimau Duko” atau β€œKie Duko” yang berarti pulau bergunung berapi.
  • Tidore berasal dari tiga rangkaian kata bahasa Tidore yaitu: β€œto ado re” yang berarti β€œAku telah sampai”.
  • Pemimpin Tidore dahulu adalah Momole (orang yang paling kuat). Kemudian, setelah bertransformasi menjadi kerajaan, gelar pemimpin adalah Kolano.
  • Setelah Islam masuk ke Tidore (abad ke-15) gelar Sultan baru digunakan.
  • Islam masuk ke Tidore melalui pedagang dari Melayu dan Jawa.
  • Sultan Ciriliyati adalah pemimpin Tidore pertama yang menggunakan gelar Sultan. Sultan Ciriliyati kemudian menyempurnakan namanya menjadi Sultan Jamaluddin.
  • Kesultanan Tidore mengusai sebagian besar Halmahera Selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan pulau-pulau di pesisir Papua Barat.
  • Kesultanan Tidore pada jaman kepemimpinan Sultan Saifuddin adalah satu-satunya kerajaan di Maluku Utara yang menolak penguasaan VOC dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.

Ketika Tidore memutuskan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Kebesaran nama Sultan Nuku masih membayangi Tidore hingga masa sekarang. Bahkan Kesultanan Tidore sendiri masih kokoh berdiri sampai sekarang. Wilayahnya yang luas hingga Papua Barat membuat Presiden Soekarno tertarik melamar Kesultanan Tidore bergabung ke NKRI.

Pada akhirnya, dengan kerendahan hati dan kebijaksanaannya, Kesultanan Tidore mau bergabung dengan NKRI. Waktu itu bersamaan dengan hancurnya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda pada Desember 1949.

Padahal, saat itu Belanda juga mengajak Kesultanan Tidore berintegrasi dengannya. Namun, Kesultanan Tidore menolak ajakan untuk berintegrasi dengan Belanda dan lebih memilih NKRI. Hal ini menunjukkan bukti konsistensi Kesultanan Tidore yang memang anti kolonial Belanda. Kesultanan Tidore sesungguhnya telah berjasa membuat wajah NKRI menjadi seperti sekarang ini. Wajah ceria penuh senyum sebab NKRI mampu merangkul kawasan Indonesia Timur.

β€œTanpa Tidore, tidak akan ada lagu Dari Sabang Sampai Merauke.” (Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno).

Lalu, pada tahun 1956, Presiden Soekarno menetapkan Propinsi Perjuangan Irian Barat dan menunjuk Sultan Tidore yang berkuasa saat itu, yakni Sultan Zainal Abidin Syah menjadi Gubernur sementara Propinsi Perjuangan Irian Barat. Ibu kota propinsi baru tersebut juga diletakkan di Soa Sio, Tidore. Kemudian tahun 1961, Sultan Zainal Abidin Syah dikukuhkan menjadi Gubernur Tetap Propinsi Irian Barat.

Sultan Zainal Abidin Syah. Sumber foto: wikipedia.

Bukan tanpa alasan, Presiden Soekarno menunjuk Sultan Tidore sebagai Gubernur dan menempatkan salah satu daerah di Tidore menjadi ibu kotanya. Presiden Soekarno mengambil keputusan tersebut sebab Kesultanan Tidore sudah menguasai Papua dan juga pulau-pulau di sekitarnya sejak ratusan tahun silam. Maka, siapa lagikah yang cocok β€œmemegang” Papua jika bukan pewaris Kesultanan Tidore?

Tidore yang mendadak tertidur

Setelah Sultan Zainal Abidin Syah wafat pada tahun 1967, terjadi kekosongan pada tahta Sultan. Hal ini membuat nilai-nilai budaya tradisional Tidore sempat luntur. Bahkan, sebenarnya, semenjak Kadaton Kie (keraton rumah tingga dan peristirahatan Sultan) dirusak massa sekitar tahun 1912 pamor Kesultanan Tidore sudah mulai redup.

Saat itu Belanda mengadu domba orang Tidore mengenai tata cara pemilihan Sultan. Padahal, sejak ratusan tahun lalu, Kesultanan Tidore memiliki tata cara pergantian Sultan yang unik. Bukan putra mahkota yang diangkat langsung menjadi Sultan, melainkan seorang Sultan dipilih melalui pemilihan calon Sultan.

Kesultanan dan budaya Tidore mendadak tertidur. Terjadi kekosongan tahta Sultan dari 1967 sampai pada tahun 1999 ketika Sultan Djaffar Syah diangkat menjadi Sultan Tidore. Orang Tidore kembali menemukan panutan dan dapat melihat kembali budayanya. Sampai beberapa tahun terahir ini, Tidore pun mulai menggeliat menunjukkan tanda-tanda akan bangun lagi.

Geliat Tidore tunjukkan potensinya

Orang Tidore mulai menyadari bahwa Tidore bukan cuma daerah yang mempertahankan wujud kerajaan atau kesultanan. Tidore, tak sekadar daerah dengan bayang-bayang masa lalu dari peradaban besar yang tersohor hingga ke seantero dunia. Juga, bukan hanya bekas ibu kota Propinsi Papua Barat. Tidore sesungguhnya punya banyak potensi yang menawarkan kelebihannya untuk dieksplorasi lebih lanjut.

Pulau-pulau vulkanis serta pulau-pulau karang yang menghiasi daerah kepulauan Tidore adalah salah satu potensinya. Masih banyak pulau-pulau yang tak berpenghuni di sana yang menunggu dibangunkan, menunggu dijelajahi, dan yang lebih penting lagi ingin dilindungi sebagai bagian dari NKRI.


Potensi Pulau-pulau yang Mempesona:

  • Pulau Failonga: pulau ini adalah pulau kecil di Kepulauan Tidore yang tidak berpenghuni. Pulau ini memiliki pasir putih yang halus serta laut yang jernih. Pemandangan bawah laut di sekitar Pulau Failonga sangat indah.
  • Pulau Mare: pulau ini memiliki panorama alam yang sangat indah. Keistimewaannya, pulau ini, pada waktu-waktu tertentu menjadi tempat peristirahatan hewan lumba-lumba. Lumba-lumba biasanya terlihat pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIT dan sore hari pukul 18.00 WIT. Namun, sangat disarankan melihat lumba-lumba saat pagi hari, sebab jika sore langit Tidore sudah mulai gelap dan lumba-lumba tidak terlalu terlihat. Selain itu, penduduk Pulau Mare terkenal pandai membuat kerajinan tangan gerabah.
  • Pulau Maitara: pulau ini pernah diabadikan dalam pecahan uang seribu rupiah yang lama, saking indahnya. Pulau ini terkenal sebagai penghasil buah sukun yang manis.

maitaraPulau Maitara yang memiliki panorama indah.


Begitu pula potensi flora dan fauna yang berada baik di wilayah daratan maupun perairan Tidore, yang dikenal sejak dahulu memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Jangan lupakan pula, pala dan cengkeh yang membuat beberapa bangsa Eropa berganti-gantian ingin menguasai Tidore. Belum lagi tanaman-tanaman lain yang berpeluang menjadi komoditi ekspor di masa sekarang seperti kopi, coklat, dan kelapa. Jauh di dasar perut (tanah) Tidore juga tersembunyi berbagai macam hasil tambang, seperti mangaan, nikel, dan bokasit. Semua itu ada disediakan oleh alam Tidore yang kaya dan potensial.


Potensi Panorama Alam:

  • Luku Celeng: merupakan wisata alam berupa sumber mata air yang berada di dataran Kelurahan Kalaodi.
  • Kalaodi: sebuah daerah dengan daerah sejuk yang dikenal sebagai penghasil buah durian.
  • Teluk Guraping: sebuah wisata tirta yang memiliki pemandangan berupa lekukan muara di desa Guraping. Situasi air di sana tenang, tidak bergelombang, dan hutan bakau tumbuh subur di sekelilingnya.
  • Akesahu: sumber air panas di kecamatan Tidore Timur. Ada kepercayaan apabila ada pasangan muda mudi mengikat janji di lokasi tersebut maka hubungannya akan abadi.
  • Gurabunga: destinasi agrowisata ini berada di ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut. Gurabunga dijuluki β€œNegeri di Atas Awan” karena dari sana terlihat keindahan Kepualauan Tidore. Di sana masih banyak bisa dijumpai rumah-rumah adat yang masih terpelihara dan dipertahankan.
  • Tayawi: merupakan taman konservasi flora dan fauna di yang terletak di kecamatan Oba.
  • Air Terjun Sigela: air terjun di desa Sigela yang sekelilingnya dikelilingi pepohonan yang rimbun.

gurabungaGurabunga, negeri di atas awan.


Tidore yang begitu kental akan pengaruh Agama Islam, juga masih menjunjung tinggi tradisi yang sudah ada sejak masa lampau. Ajaran agama dan tradisi melebur menjadi nafas yang selalu dibawa oleh orang Tidore dalam keseharian mereka.

Jika ada yang bertanya mengapa Agama Islam begitu mudahnya diterima oleh penguasa Tidore pada masa lampau, padahal Tidore pada masa sebelum masuknya Islam menganut animisme (menyembah roh nenek moyang)? Alasannya adalah sebab pada saat itu para ulama yang membawa Agama Islam masuk ke Tidore berhasil menemukan cara memperkenalkan identitas Ketuhanan (Illahi) tanpa perlu menggeser dasar keimanan orang Tidore pada roh nenek moyangnya.

Toleransi sudah muncul pada saat itu, ketika orang Tidore menerima ajaran ulama pembawa Agama Islam. Juga, pada saat ulama tak memaksakan kehendaknya kepada orang Tidore untuk tak lagi percaya kepada kekuatan roh maupun jin.

β€œTidore. Tanah dimana tradisi, ritual, dan hukum tua dijaga dengan keikhlasan dan kerendahan hati para Sohowi dan Joguru.” (Walikota Kota Tidore Kepulauan Ali Ibrahim)


Potensi Atraksi Budaya:

  • Paji Nyilih-nyilih: atraksi penyalaan obor yang merupakan simbolisasi atas semangat perjuangan Sultan Nuku.
  • Lufu Kie: merupakan pelayaran ritual adat yang mengelilingi pulau Tidore dengan dengn menggunakan perahu Kora-kora.
  • Tarian Soya-soya: tarian melepas dan menyambut pasukan yang pergi dan kembali dari medan perang. Ada pula Soya Seli yang hanya dipertunjukkan pada upacara-upacara adat.
  • Tarian Barakati: tarian ini dimaksudkan untuk memohon berkah dan perlindungan kepada Tuhan YME. Biasanya untuk dipertunjukkan kepada tamu yang datang ke Tidore.
  • Baramasuwen: dikenal dengan sebutan β€œBambu Gila” yakni atraksi yang menggunakan bambu sepanjang kurang lebih empat ruas yang dipegang sekitar empat orang atau lebih. Lalu ada pawang yang membacakan mantra sambil memegang bara api. Bambu tersebut kemudian mampu bergerak-gerak sendiri. Pada jaman dahulu atraksi ini dipakai untuk mengangkat material berat dalam proses pembangunan di Tidore.
  • Ratib Taji Besi: merupakan atraksi dimana terdapat atraksi debus dengan menusukkan taji ke tubuh namun tidak melukai orang yang mempraktekkannya.

4Atraksi budaya di Tidore.


Orang Tidore juga memiliki kemampuan menjaga nilai-nilai sejarahnya. Bangunan-bangunan peninggalan yang menunjukkan jejak-jejak bangsa asing yang pernah berusaha menaklukannya, masih berdiri kokoh hingga sekarang. Benteng-benteng dan tugu-tugu peringatan yang dibangun penjajah tidak dihancurkan. Namun, dirawat sedemikian rupa, sebagai pengingat anak cucu bahwa dulu Tidore punya banyak pahlawan yang berusaha keras mempertahankan wilayah kesultanannya.


Potensi Bangunan-bangunan Tua Bersejarah:

  • Benteng Tahula: benteng peninggalan Portugis yang terletak 30 menit dengan naik kendaraan roda empat dari Pelabuhan Rum (pelabuhan yang akan dicapai wisatawan apabila bepergian dari Ternate ke Tidore).
  • Benteng Torre: benteng yang dibuat oleh bangsa Portugis yang berada 50 meter dekatnya dengan Kadato Kie (Istana Kie).
  • Kadato Kie: merupakan istana atau tempat peristirahatan Sultan Tidore. Kadaton Kie dibangun pada tahun 1812.
  • Masjid Sigi Kolano: masjid yang menggambaran kejayaan Kesultanan Tidore dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di bumi Maluku Utara. Masjid ini dibangun sejak tahun 1700 Masehi dan selesai pada tahun 1710 Masehi.

5Kadaton Kie.


Potensi lain yang dimiliki oleh Tidore adalah kuliner atau makanan khasnya. Makanan tersebut adalah hasil olahan dari bumi daratan maupun lautan Tidore. Sebagian besar makanan adalah warisan resep tradisional nenek moyang orang Tidore yang sampai saat ini masih bisa dinikmati oleh semua orang.


Potensi Kuliner Khas Tidore:

Kue Lapis Tidore, Pisang Coe, Apang Coe, Waji, Kue Asidah, Roti Coe, Sagu Kasbi, Rica Isi, Tela Gule, Papeda, Ngam Sore.

Jajanan dan makanan khas Tidore.


Selain itu, Tidore juga memiliki potensi berupa kekayaan dalam bidang bahasa. Dalam kesehariannya, orang Tidore tidak berbahasa Melayu, namun memiliki bahasa sendiri yakni bahasa Tidore yang tergolong dalam rumpun non-Austronesia. Dengan bahasa Tidore ini pula banyak berkembang sastra-sastra Tidore baik berupa lisan maupun tulisan. Bentuk sastra Tidore yang populer antara lain:

  • Dola Balolo: peribahasa atau pantun kilat.
  • Dalil Tifa: sastra yang diungkapkan dengan diiringi oleh gendang atau alat musik Tifa.
  • Kabata: sastra yang diucapkan dan dipertunjukkan oleh dua regu dalam jumlah genap, biasanya dalam bentuk syair.

Bahasa Tidore yang unik tersebut menambah khasanah keanekaragaman bahasa-bahasa di NKRI.

Semua potensi tersebut terlihat ketika saat ini Tidore mulai menggeliat. Beberapa tahun terakhir, Kesultanan Tidore bekerja sama dengan Kota Tidore Kepulauan mulai menggelar beberapa festival budaya. Anak-anak muda dari Tidore juga banyak didorong untuk melanjutkan sekolah di luar Tidore, entah di Tanah Jawa maupun di luar negeri. Sebagian membentuk perkumpulan, seperti Ngofa Tidore salah satunya, lalu membawa dan memperkenalkan identitas mereka sebagai anak-anak Tidore kepada khalayak.

Bangunkan Tidore, maka senyum di wajah NKRI akan makin merekah

Tidore, dalam peta NKRI, mungkin hanya terlihat sebagai titik. Bahkan mungkin tidak ada yang akan melihat Tidore jika tidak melihat Pulau Halmahera. Padahal, lagi-lagi jika melihat sejarah, sebenarnya seperempat wilayah Indonesia di kawasan Timur adalah hasil β€œsumbangan” dari Kesultanan Tidore.

peta tidorePeta Kepulauan Tidore.

Maka, tak salah jika Tidore menggeliat, lalu kemudian ingin bangun. Bahkan, menurut saya, wajar jika orang Tidore membanggakan fakta sejarah tersebut. Tidore bahkan berhak meminta menjadi salah satu pusat perekonomian di kawasan Indonesia Timur, mengingat dahulu Tidore yang berposisi strategis adalah pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh bangsa-bangsa asing dari belahan dunia lain.

Meski demikian, sebagaimana pesan Sultan Tidore yang sekarang Sultan H. Husain Sjah, untuk membangunkan potensi-potensi Tidore butuh kehati-hatian dan kearifan pemimpin. Menurut Sultan H. Husain Sjah hendaknya dalam membangun Tidore pemimpin negeri ini memperhatikan hajat hidup orang banyak terutama masayarakat lokal, jangan sampai merasa termarjinalkan.

Jadi, hal paling baik dalam membangunkan Tidore menurut saya adalah:

  • Melibatkan anak-anak (orang) Tidore.
  • Pembangunan yang ada harus ada planning hingga beberapa tahun ke depan, jangan asal berinvestasi lalu langsung membangun di sana tanpa perencanaan matang.
  • Jauhkan Tidore dari bentuk “penjajahan” baru yang hanya ingin mengeruk profit semata.
  • Mengimbangi pembangunan/ modernisasi dengan konservasi lingkungan alam sekitar.
  • Selalu mengingat sejarah, adat budaya, dan kearifan lokal daerah Tidore setiap melakukan pembangunan di Tidore.

Bisakah sajak kukirim ke lampau
pada timore sesegar wangi bunga manuru..
sebelum kadato di kitari muka palsu
perompak dari benua benua seteru
yang menikam khianat ke jiwa pulauku
mengirim mesiu demi mati pohon sagu
lalu curi cengkeh pala kami seakan punyamu
nun di negerimu dam dam kau bangun
memagari pulaumu dari amuk laut
sedang datuk leluhur di pulauku
menelan air mata beratus tahun.
Izinkan sajak ku kirim untukmu
Pahlawan pulau pulau – beratus-ratus sumbu
mendidihkan darah juanga selaut segunung
seribu mata tombak menghunus hunus
membikin kapal kapal angkuh kalut
Oh darah arwah penjaga pulau pulau
penggaris nasib anak cucu
kutulis sajak ini sebagai sumbu baru

(Penggalan Sajak Timore/ Tidore oleh Budayawan Maluku Sofyan Daud)

Jangan sampai ada bentuk “penjajahan” baru di tanah Tidore. Sudah cukup kelelahan nenek moyang orang Tidore membangun pondasi Kesultanan Tidore. Maka, tugas mereka atau kita yang masih mewarisinya lah yang menjaga dan membanggakannya. Sejatinya, kemenangan Sultan Nuku dan pasukannya atas Belanda adalah kemenangan NKRI. Jadi, semua warga NKRI juga wajib menjaga, membanggakan, bahkan mencintai Tidore.

rumahMengajari anak-anak membanggakan Tidore di miniatur Maluku Utara.

Visit Tidore Island, jika ada rejeki dan kesempatan! Lalu kabarkan kepada dunia bahwa Tidore yang sempat tertidur, sudah mulai menggeliat bangun! Semoga dengan makin banyak orang yang menggaungkan nama Tidore, kejayaan Kesultanan Tidore di masa lampau bangkit kembali. Tak hanya didengar oleh bangsa kita sendiri, namun juga dikenali dan dirindukan oleh bangsa-bangsa asing yang dulu mengakuinya sebagai sentra perdagangan utama di lautan Maluku. Dengan demikian nama NKRI pun akan ikut harum dan senyum di wajah NKRI makin merekah. Semoga!

April Hamsa

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog Visit Tidore Island, Tidore untuk Indonesia.

tmp_19656-IMG_20170215_120827_720-1108118047

Sumber tulisan:

  • Buku Explore the Enchanting Tidore.
  • Uraian tertulis dari Jajou Kesultanan Tidore Bpk. M. Amin Faaroek pada acara Blogger Tidore Island tanggal 18 Februari 2017 di Fola Barakati (www.annienugraha.com)
  • Wikipedia tentang Kesultanan Tidore
  • http://nasional.kompas.com/read/2012/05/28/1310484/Tidore.Berdaulat.Lagi.di
  • Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=u5V3ZsnrY_4