Perbedaan Alergi Saluran Cerna dengan Gangguan Saluran Cerna Fungsional (FGID)“Aduh anakku rewel. Sepertinya sembelit, nih. Terakhir, tadi minum susu sapi. Jangan-jangan anakku alergi susu sapi.”

Hmmm, pasti ilustrasi di atas enggak asing ya buat para orang tua, khususnya para moms? 🙂 .

Orang tua harus bisa membedakan gangguan saluran cerna karena alergi atau FGID

Soalnya, sering kejadian, ibu-ibu suka panik duluan apabila tiba-tiba si kecil mengalami gejala sakit tak biasa di saluran pencernaannya. Trus, ibu pun buru-buru menuduh bahwa alergi adalah penyebabnya.

Nah, ibu-ibu sering lupa nih, bahwa sebenarnya ada satu lagi gangguan pencernaan yang sering menyerang anak kecil, khususnya usia bayi atau balita. Apakah itu?

Gangguan pencernaan satu lagi yang saya maksud namanya adalah Gangguan Saluran Cerna Fungsional atau Functional Gastrointestinal Disorder (FGID).

FGID ini memang memiliki gejala yang mirip sekali dengan alergi, terutama alergi susu sapi. Namun, karena keduanya adalah gangguan pencernaan yang berbeda, ya tentu saja penyebabnya berbeda. Otomatis penanganannya pun enggak sama.

Orang tua harus peka apabila anak mengalami gangguan saluran cerna. Sumber gambar: Pixabay.

Jangan sampai anak yang mengalami alergi mendapatkan penanganan seperti anak yang kena gangguan saluran cerna FGID atau sebaliknya yang mengalami FGID mendapatkan perawatan seperti anak alergi.

Terlebih lagi anak yang mengalami alergi, apabila penanganannya keliru, maka akan memberikan dampak kurang baik kepada kesehatan anak di masa mendatang. Hal tersebut juga bakal mengganggu kualitas hidup anak dan tentu saja dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya sampai dewasa nanti.

Bahkan, tak hanya anak yang mengalami dampak negatif apabila ada kesalahan penanganan dari kedua gangguan saluran cerna tadi. Orang tua juga bisa terkena risikonya, lho, seperti:

  • Orang tua merasa cemas berlebihan karena kesehatan anaknya.
  • Orang tua mengalami stress karena anaknya menderita sakit terus-menerus.
  • Bahkan orang tua rentan terkena depresi karena merasa gagal merawat anaknya.

Duh, jangan sampai yaaa…

Cara membedakan apakah anak mengalami alergi saluran cerna atau FGID

Supaya hal yang dikhawatirkan tersebut tidak terjadi, maka orang tua harus mampu membedakan gangguan saluran cerna yang disebabkan karena alergi atau karena FGID.

Caranya bagaimana? Mau tahu?

Nah, saya mau sharing nih melalui postingan kali ini mengenai bagaimana cara membedakan gangguan saluran cerna yang disebabkan karena alergi atau FGID. Pengetahuan ini saya dapatkan dari mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Danone Specialized Nutrition Indonesia pada tanggal 13 Oktober lalu. Dalam webinar tersebut hadir narasumber Dokter Spesialis Anak Konsultan Gastrohepatologi yakni dr. Frieda Handayani, Sp.A (K) (dr. Frieda).

Oh iya webinar tersebut bertajuk #BicaraGizi dan merupakan acara rutin yang diselenggarakan oleh Danone Specialized Nutrition Indonesia.

Acara #BicaraGizi yang mengangkat topik kesehatan saluran cerna anak.

Corporate Communication Director Danone Indonesia Bapak Arif Mujahidin (Bapak Arif) mengatakan bahwa acara ini diselenggarakan untuk mengedukasi para orang tua mengenai topik kesehatan dan tumbuh kembang si kecil. Dengan acara seperti ini harapannya orang tua mendapatkan sumber referensi yang tepat dan terpercaya untuk pengasuhan si kecil.

Itulah sebabnya dalam setiap acara #BicaraGizi, Danone Specialized Nutrition Indonesia selalu mendatangkan para ahli di bidangnya, agar pertanyaan seputar tumbuh kembang dan kesehatan anak terjawab dengan tepat.

Okey, langsung ke materi yang disampaikan oleh dr. Frieda yuuuk!

Pertama, dr. Frieda kembali mengingatkan supaya para orang tua, khususnya yang anaknya bayi/ balita benar-benar aware terhadap 1000 hari atau 2 tahun pertama kehidupan si kecil. Soalnya periode ini merupakan masa emas di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat.

Apabila ada penyakit, maka anak akan kehilangan masa emas tersebut. Tidak hanya akan mempengaruhi pertumbuhannya, seperti berat badan atau tinggi yang mungkin enggak optimal, tetapi anak juga berisiko terganggu perkembangan kognitifnya (meliputi IQ, kemampuan berbahasa, gangguan atensi, perkembangan emosi, juga perilaku dan interaksi sosial).

Sayangnya, merawat bayi tuh memang cukup menantang. Pasalnya bayi tuh imunitasnya masih lemah, khususnya di bagian saluran cernanya. Dr. Frieda menjelaskan tentang apa penyebabnya dengan memberikan ilustrasi berikut:

Alasan mengapa saluran cerna bayi lebih rentan terganggu. Sumber: presentasi dr. Frieda.

Teman-teman bisa melihat di gambar tersebut terdapat perbedaan saluran cerna antara bayi dengan anak yang usianya lebih besar.

Warna biru di gambar tersebut adalah mukosa atau selaput lendir di rongga usus bayi, sedangkan yang warna merah adalah zat antigen atau benda asing, seperti virus, bakteri, jamur, dll.

Nah, pada bayi terlihat bahwa mukosa-nya masih tidak rapat, sehingga benda asing berpotensi besar masuk ke celah mukosa tersebut. Benda asing tersebut kemudian menyerang sel-sel usus, lalu masuk ke peredaran darah sehingga membuat infeksi atau sakit. Iulah mengapa bayi rentan mengalami gangguan pada pencernaannya.

Apalagi yang namanya bayi kan suka banget mengeksplorasi apa aja di sekelilingnya. Tangannya kadang suka masuk-masuk ke mulut, sering memegang apa aja di sekelilingnya, dll, sehingga menyebabkan benda asing lolos masuk gitu aja ke dalam tubuhnya. Ditambah kondisi imunitas bayi yang masih lemah.

2 jenis gangguan pencernaan pada anak.

Maka, tugas orang tua adalah mencegah hal tersebut terjadi dengan cara menjaga kebersihan area bayi beraktivitas serta memastikan anak tidak alergi terhadap zat-zat atau makanan tertentu.

Lalu gimana cara membedakan alergi dengan FGID?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, dr. Frieda terlebih dahulu memaparkan apa yang dimaksud alergi dan FGID.

  • Alergi

Yang dimaksud dengan alergi adalah sebuah reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh mekanisme imunitas tertentu. Penyebab alergi bisa berbagai hal. Namun, yang paling sering diderita oleh anak-anak adalah Alergi Susu Sapi (ASS).

Kata dr. Frieda, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat bahwa angka kejadian ASS adalah 27,5% dengan kasus tertinggi terjadi pada usia awal kehidupan anak. ASS paling sering ditemukan di masa kanak-kana, menempati posisi kedua setelah alergi telur.

Alergi susu sapi terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan bayi dan setelah bayi mendapatkan protein susu sapi setelah satu minggu lamanya. Yang terbanyak adalah alergi susu protein sapi, biasanya di bawah usia enam bulan. Setelah si anak lebih dari enam bulan, maka bisa banyak alergi lain yang terjadi pada tubuh, baik itu karena telur, kacang-kacangan, ikan, tungau, debu, dan lain-lain,” jelas dr. Frieda.

Ah, penjelasan dr. Frieda ini mengingatkan saya pada saat anak kedua saya, Dema, masih kecil. Pada awal kehidupannya, Dema mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, eh, mengalami bruntusan.

Mengenal alergi.

Dokter anak pun kala itu membuat catatan supaya saya menghindari konsumsi susu dan beberapa jenis makanan tertentu dahulu.

Untungnya sih hal tersebut enggak berlangsung lama, karena setelah Dema agak besar, ASI saya aman untuknya walau saya mulai konsumsi beberapa makanan yang sempat dilarang oleh dokter tersebut. Tentu saja dengan sepengetahuan dokter lho ya, supaya mencegah gejala alergi yang sebelumnya tidak muncul lagi.

Kembali lagi mengenai alergi, dr. Frieda mengatakan bahwa gejalanya bisa terjadi di mana-mana. Pada umumnya terjadi di kulit (sekitar 50-70%) dan saluran cerna (50-60%). Namun, bisa juga terjadi di saluran nafas bahkan di sistemik dengan gejala yang cukup parah, salah satu efeknya anak bisa mengalami kesulitan bernafas.

Kalau alergi yang termasuk ringan ke sedang biasanya gejalanya tidak muncul di stu lokasi saja. Salah satu contohnya anak mengalami ruam, kulit kemerahan dan gatal-gatal, serta konstipasi ringan secara bersamaan. Ada pula yang mengalami kolik, gumoh, konstipasi, diare, mual muntah. 85-90% anak-anak biasanya mengalami gejala ini.

Namun, kalau alerginya berat maka anak akan mengalai gejala seperti shock, susah bernafas, saat buang air besar (BAB) fesesnya berdarah, terjadi anemia karena saluran pencernaannya mengalami pendarahan.

Daaan, saking beratnya gejala tersebut anak pun berat badan dan tingginya stuck. Anak pun terancam mengalami gagal tumbuh.

Gejala alergi pada anak bisa muncul secara:

  • Cepat: Biasanya kurang dari 2 jam setelah anak bersentuhan dengan alergennya. Misal anak minum susu protein sapi, lalu tiba-tiba kulitnya ruam, diare, dll. Maka, kalau sudah begitu, si anak harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk mendapat penanganan segera.
  • Lambat: Gejalanya muncul lebih dari 2 jam bahkan hingga 72 jam. Misalkan setelah anak minum susu protein sapi, 3 hari kemudian anak mengalami ruam di kulit disertai diare. Maka, biasanya ini termasuk gejala ringan. Hanya perlu berhati-hati menghindari pencetusnya. Namun, kalau mau lebih tenang orang tua juga bisa berkonsultasi dengan dokter anak mengenai kejadian tersebut supaya di masa mendatang tidak terjadi lagi.

 

  • Gangguan Saluran Cerna Fungsional (FGID)

Nah, kalau FGID merupakan gejala saluran pencernaan kronis yang bisa terjadi dalam jangka panjang maupun rekruen (terjadi berulang) yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya secara struktur maupun biokimia. Namun, ada juga yang mengatakan FGID ini lebih sering disebabkan oleh ketidakmatangan saluran pencernaan bayi. Hal ini sesuai penjelasan ilustrasi dr. Frieda mengenai mukosa bayi yang belum rapat di atas tadi ya.

Pengertian FGID.

Tak hanya karena problem imunitas yang masih rendah, namun FGID juga bisa disebabkan oleh berbagai hal kompleks yang saling bersinggungan, yakni:

  • Faktor biologis: Akibat belum matangnya saluran pencernaan.
  • Psikososial: Bisa juga dipengaruhi bagaimana pola asuh orang tuanya, hubungan antara ortang tua dengan si anak, dll.
  • Lingkungan maupun budaya setempat: Misalnya seperti kebiasaan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) dan juga jenis-jenis MPASI yang diberikan yang sekiranya menyebabkan masalah pencernaan.

Jenis-jenis FGID yang paling sering terjadi pada bayi atau balita adalah: Kolik, Gumoh, dan Konstipasi. Berikut penjelasannya:

  • Kolik

Merupakan sakit perut yang intens yang agak berat dan datangnya secara tiba-tiba. Biasanya anak merasakan sakit namun bukan karena kebelet BAB. Kadar sakitnya pun biasanya berfluktuasi, kadang ringan dan cepat menghilang, kadang terasa selama berjam-jam, sehingga bayi pun menangis, tidak tenang, dan rewel secara berulang dalam waktu yang agak lama.

Menurut dr. Frieda, kolik disebabkan karena belum matangnya sistem saluran pencernaan bayi, kemudian terjadi penumpukan gas, sehingga mengakibatkan nyeri di perut bahkan muntah.

Kolik karena gangguan fungsi ini biasanya terjadi pada bayi usia 6 minggu hingga pada puncaknya yakni usia 2 bulan. Kolik karena FGID memang tidak akan terjadi selamanya. Anak biasanya akan lekas sehat dan perumbuhan serta perkembangannya tetap normal sesuai patokan growth chart.

Walau kadang terjadi berulang, kolik karena FGID akan bisa menghilang seiring anak bertambah usianya. Soalnya makin besar anak maka saluran pencernaannya juga makin matang, yakni kira-kira saat menginjak usia 3-4 bulan.

  • Gumoh

Gumoh atau regurgitasi adalah dikeluarkannya isi refluks dari kerongkongan ke dalam rongga mulut dan kemudian dikeluarkan dari rongga mulut. Gumoh karena FGID tidak berbahaya. Bahkan saat gumoh, anak biasanya tidak sakit dan masih bisa tertawa

Gumoh ini lebih kepada kondisi bayi seperti meludah gitu, namun tak diatur, melainkan tiba-tiba keluar begitu saja dari mulut bayi. Gumoh terjadi karena fungsi mortilitas saluran pencernaan bayi belum berkembang dengan sempurna.

Biasanya, gumoh terjadi pada bayi yang usianya sudah lebih dari 1 minggu. Saat usia anak sudah 6 bulan biasanya gumoh karena FGID akan berkurang dan benar-benar menghilang saat usia anak 9-12 bulan.

  • Konstipasi

Konstipasi merupakan kesulitan BAB yang terjadi pada anak setidaknya selama dua minggu. Biasanya dialami oleh bayi yang sudah berusia 6 bulan ke atas atau yang sudah mengkonsumsi MPASI.

Meski demikian kadang anak yang masih ASI eksklusif juga mengalaminya. Apabila anaknya masih aktif, tidak rewel, dan tidak kesakiitan, hal tersebut bukan masalah, karena ada kalanya ASI diserap dengan sempurna. Namun, apabila bayi terlihat rewel, maka perlu diwaspadai soal konstipasi ini.

Konstipasi pada bayi bisa dilatarbelakangi banyak hal, antara lain: makanan ibu, asupan air ibu, asupan serat ibu, maturitas saluran pencernaan bayi, kondisi bayi saat dilahirkanapakah berat badan normal atau prematur, dll.

Kata dr. Frieda, konstipasi diklasifikaskan menjadi dua macam, yakni:

  • Konstipasi fungsional: Maksudnya disebabkan karena FGID, sebagian besar dan sering dialami oleh anak-anak, dan belum tentu berbahaya.
  • Konstipasi akibat kelainan organ: Konstipasi yang disebabkan oleh gangguan organ, biasanya ada penyempitan di saluran pencernaan, sehingga menyebabkan anak kesakitan saat mengejan. Hal ini akan membahayakan anak apabila tidak segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter.

Jenis FGID yang sering terjadi pada anak.

Maka, orang tua harus bisa memahami mana konstipasi yang masih aman atau yang berbahaya. Salah satunya bisa dilihat dari feses/ kotoran yang dikeluarkan. Apabila kotorannya masih lembut, lunak, nyeri perut cepat hilang maka konstipasinya masih tergolong normal. Namun, jika feses-nya bulat, keras, warnanya hitam, maka konstipasi semacam ini patut diwaspadai.

Lalu, apakah yang membuat kolik, konstipasi, gumoh karena alergi dan FGID berbeda?

Dr. Frieda memberikan beberapa petunjuk, antara lain:

  • Gejalanya memang mirip, namun harus benar-benar dicermati penyebabnya.
  • Orang tua harus memperhatikan gejala yang ada dan mewaspadai kalau orang tua atau kakak si anak/ bayi ini punya riwayat alergi dengan gejala yang sama. Kemungkinan besar kalau si bayi bergejala mirip, maka itu adalah alergi yang diturunkan.
  • Apabila disebabkan oleh FGID, maka biasanya terjadi hanya untuk sementara waktu. Anak masih terlihat happy dan tidak tampak kesakitan.
  • FGID tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebaliknya, alergi dapat merugikan masa depan anak.
  • Sedangkan kalau disebabkan alergi, jika alerginya tidak berat, maka orang tuanya cukup mencari tahu alergennya, misal kalau diduga alergi karena susu sapi, ya hentikan pemberian susu protein sapinya. Namun, kalau gejalanya berat dan anak rewel, sebaiknya segera ke dokter.

Nah, bagaimana, apakah sudah jelas bagaimana membedakan gangguan saluran pencernaan (kolik, konstipasi, diare, gumoh, dll) yang disebabkan karena alergi dan konstipasi? Semoga membantu ya, sehingga ibu tidak panik lagi dan bisa menentukan penanganan yang tepat saat si kecil mengalami gejala penyakit di saluran cernanya.

Danone perkenalkan Allergy Tummy Checker

Namuuun, kalau masih bingung juga, tenang-tenaaang, sebentar lagi, tepatnya tanggal 1 November mendatang, Danone Specialized Nutrition Indonesia akan melaunching Allergy Tummy Checker di website https://bebeclub.co.id/.

Apakah Allergy Tummy Checker itu?

Gut and Allergy Care Manager Danone Indonesia Ibu Shiera Maulidya (Ibu Shiera) saat webinar kala itu mengatakan bahwa Allergy Tummy Checker ini adalah solusi yang diberikan Danone untuk bisa lebih cepat membedakan mana gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh alergi dan mana yang karena FGID.

Allergy Tummy Checker yang akan dilaunching tanggal 1 November 2021.

Mengapa sebaiknya cek gangguan pencernaan anak dengan Allergy Tummy Checker ini?

Ibu Shiera menjelaskan beberapa manfaatnya, antara lain:

  • Alat ini sudah dikembangkan agar diagnosa kondisi pencernaan bisa tepat. Alat ini sudah divalidasi oleh ahlinya, sehingga mampu menyebutkan gejala dan kondisi pencernaan beserta solusinya.
  • Dengan cek melalui Allergy Tummy Checker, maka orang tua bisa lebih cepat mengendalikan gejala alergi si kecil saat sudah tahu hasilnya.
  • Cek gejala gangguan cerna menggunakan Allergy Tummy Checker juga bisa mencegah gejala alergi yang berkepanjangan yang berisiko mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
  • Tak hanya itu, Allergy Tummy Checker ini juga dilengkapi dengan edukasi pengetahuan berbentuk artikel-artkel sehingga orang tua akan lebih banyak mengetahui gangguan saluran pencernaan anak, khususnya yang disebabkan oleh alergi, supaya orang tua pun bisa berhati-hati menghindari pemicu alergi.

Kata Ibu Sheira, Danone membuat Allergy Tummy Checker setelah membuat survey yang hasilnya cukup mengejutkan, yakni 6 dari 10 orang ibu di Indonesia masih bingung kalau si kecil mengalami gangguan pencernaan. Masih banyak yang ragu hal tersebut karena alergi atau FGID.

Hasil survey tersebut tentu sangat disayangkan, mengingat peran orang tua sangat penting dalam memperhatikan tumbuh kembang anak, terutama di 1000 hari pertama kehidupan si kecil. Sebaiknya, orang tua harus benar-benar bisa memastikan anaknya punya alergi atau enggak di periode tersebut, agar bisa segera ditangani dengan tepat, sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang optimal.

Danone ada untuk para ibu bukan hanya memberikan nutrisi untuk tumbuh kembang yang optimal tapi juga mau kasi wadah. Apalagi di era sekarang yang namanya digital sudah jadi makanan sehari-hari, makin banyak yang terekspose dengan digital, makanya Danone membuat Allergy Tummy Checker yakni untuk mempermudah ortu untuk membedakan alergi atau gangguan saluran cerna biasa (FGID), sebagai alat deteksi dini kesehatan pencernaan si kecil,” jelas Ibu Sheira.

Website Bebeclub.

Mominfluencer Binar Tika yang juga hadir sebagai narasumber di webinar tersebut menyambut baik ada alat seperti Allergy Tummy Checker. Mom Binar Tika berpendapat bahwa alat seperti Allergy Tummy Checker akan sangat membantu para ibu menentukan apakah gejala yang dialami oleh si anak disebabkan karena gangguan fungsi cerna saja atau karena alergi yang perlu diwaspadai.

Wah, saya juga setuju nih sama pernyataan mom Binar Tika, bahwa alat seperti Allergy Tummy Checker ini sangat dibutuhkan oleh para orang tua sebagai alat deteksi dini apakah si kecil punya alergi atau enggak.

Kalau menurut pendapat teman-teman, para moms yang lain gimana? Yuk, sharing di kolom komen 😀 .

Yang paling penting, semoga postingan ini bisa memberikan gambaran tentang perbedaan gejala gangguan saluran cerna yang disebabkan oleh alergi dan gangguan saluran cerna fungsional (FGID) yaaa. Namun, kalau masih ngrasa keder juga, jangan khawatir, 1 November nanti bisa pakai Allergy Tummy Checker dari Danone untuk membantu cek penyebab gejala gangguan saluran cerna si kecil. Semoga moms dan anak-anak sehat-sehat selalu ya 🙂 .

April Hamsa