Salah satu pertanyaan yang sering didapatkan oleh orang tua yang meng-homeschooling anaknya adalah, “Anak homeschooling sulit bersosialisasi enggak, sih? Kan sekolahnya di rumah terus, enggak pernah bertemu dengan teman-teman sebayanya?”

Saya pribadi, kalau mendapatkan pertanyaan seperti itu kalau lagi mood menjawab ya saya jelaskan. Kalau enggak, wes mbuh nyengir aja, deh, haha.

Namun, belakangan kok saya terpanggil untuk mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya anak yang homeschooling tuh sama aja sebenarnya seperti anak-anak sekolahan pada umumnya. Sama-sama bisa bersosialisasi dengan orang lain, sama-sama punya teman, bahkan punya sahabat baik. Jadi, menurut saya, tidak benar kalau anak yang homeschooling sulit bersosialisasi.

Bersosialisasi itu sangat penting untuk tumbuh kembang anak

Bagaimanapun juga yang namanya bersosialisasi itu sangat penting untuk tumbuh kembang anak, sehingga ortu homeschooler pasti juga mempertimbangkan aspek ini.

Nah, bagaimana cara anak yang homeschooling bersosialisasi?

Nanti, saya mau mencoba menjelaskan sesuai kemampuan dan pengetahuan saya ya. Mohon maklum, karena ilmu parenting homeschooler saya masih cetek, bund 😀 😛 .

Anak-anak yang homeschooling (homeschooler) bisa bersosialisasi dengan baik juga, kok 😀 .

Namun sebelumnya, izinkan saya menyamakan definisi “bersosialisasi” dahulu. Kalau menurut saya, yang namanya sosialisasi itu enggak terbatas pada interaksi anak dengan teman-teman sebayanya aja, sih. Namun, sosialisasi pada anak juga meliputi bagaimana si anak bisa memiliki adab dan perilaku yang baik kepada teman maupun orang yang lebih tua, cinta pada lingkungan (menjaga kebersihan tempat tinggal, tidak menyakiti hewan, tidak merusak tanaman, dll), memiliki empati, punya kemampuan berkomunikasi yang baik, pengendalian emosi, dll.

Untuk mendapatkan pelajaran bersosialisasi yang seperti saya sebutkan di atas, sebenarnya anak-anak yang homeschooling kesempatannya tuh sangat banyak. Mereka tidak terpaku harus berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya atau sekolahnya aja, namun bisa lebih mengenal lingkungan yang lebih luas lagi. Kesempatan anak-anak homeschooler bersosialisasi tak hanya terbatas pada lingkungan anak-anak dengan usia sebaya, namun bisa dengan orang-orang yang usianya lebih tua, bahkan bisa juga dari latar belakang yang sangat beragam.

Berkumpul dengan anak-anak homeschooler lainnya di komunitas.

Hal tersebut sebenarnya juga sangat dipengaruhi oleh faktor orang tuanya, sih. Kalau ortu homeschooler menyediakan ruang yang luas untuk anak-anaknya bersosialisasi, maka untuk hal yang satu ini pasti akan terfasilitasi dengan baik.

Kalau kami (saya dan suami), walaupun anak-anak sekolah dari rumah, kami tetap mengusahakan mereka bertemu banyak orang. Misalnya dengan mendorong mereka mengikuti beberapa aktivitas, seperti les, mengaji, playdate,dll. Ini contoh bagaimana anak-anak kami bisa bertemu dengan teman-teman sebayanya.

Cara lain dengan mengajak mereka bepergian atau melakukan field trip, berkunjung ke rumah saudara, atau teman kami (ortunya), mengajak belanja ke pasar/ supermarket, kulineran, dll, sehingga anak-anak juga bisa memahami bagaimana cara orang dewasa bersosialisasi.

Dengan begitu, menurut saya, anak-anak homeschooler belajar sedikit lebih cepat mengenai sebuah dunia yang luas. Dunia tak terbatas hanya pada kelas atau sekolah, namun dunia di luar itu. Sekaligus mereka bisa belajar lebih cepat mengenai konflik-konflik apa saja yang kemungkinan bisa terjadi dari dunia luas yang dikenalnya itu, sekaligus gimana cara mengatasinya.

Ikutan playdate.

Lalu, faktor lain yang sangat mempengaruhi kemampuan bersosialisasi anak, selain ortu, adalah ya si anak itu sendiri. Bagaimana tabiatnya, apakah si anak ini seorang yang terbuka atau mungkin agak tertutup.

Contoh, kami punya dua anak, Maxy dan Dema. Kalau Maxy cenderung harus didorong terlebih dahulu untuk mau berinteraksi apabila ketemu orang lain. Dipancing-pancing dulu lha, istilahnya. Kebalikannya, Dema bisa dengan mudah mingle dengan siapa aja.

Sebenarnya, kedua contoh itu sama-sama bikin puyeng ya. Yang satu harus kami usahakan untuk bisa mandiri saat bergaul. Satu lagi harus dikawal agar tak terlalu percayaan ma orang lain, khususnya orang asing, huhu.

Intinya, yaaa, pinter-pinternya ortu mengajari si anak bersosialisasi, sesuai dengan sifat bawaan si anak.

Satu lagi yang menjadi kelebihan dari sosialisasi anak-anak yang homeschooling adalah mereka biasanya bebas dari bullying. Meski demikian, ortu tetap harus mengajari anak membereskan masalah sendiri apabila si anak mengalami konflik dengan teman maupun lingkungannya. Ya ini juga salah satu PR, ya, bund. Ntar, deh, kapan-kapan dibahas lebih jauh. InsyaAllah yaaa 😀 .

Bagaimana cara anak yang homeschooling bersosialisasi?

Lalu, bagaimana cara anak homeschooler bersosialisasi?

Sebenarnya sudah saya singgung sedikit, sebelumnya yaaa. Namun, supaya lebih jelas lagi, berikut adalah beberapa cara anak yang homeschooling bersosialisasi:

  • Mengikuti komunitas atau kelompok belajar

Pada umumnya anak-anak homeschooler memiliki komunitas atau kelompok belajar. Biasanya berbentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) gitu. Dari satu atap PKBM atau berbagai bentuk komunitas/ kelompok belajar lainnya biasanya anak-anak homeschooler akan saling berinteraksi, mulai bekerjasama hingga menyelesaikan konflik-konflik yang mungkin terjadi.

  • Mengikuti les atau kursus

Mengikuti les atau kursus juga akan menambah circle sosialisasi anak-anak. Anak-anak bisa mendapatkan teman-teman baru dari tempat-tempat kursus ini.

Ikut les/ kursus.
  • Bersosialisasi dengan lingkungan tempat tinggalnya

Lingkungan tempat tinggal si anak ini meliputi keluarga yang tinggal bersamanya. Si anak belajar bersosialisasi dengan orang tua, kakak, adik, atau dengan om, tante, kakek, nenek, dll. Selain itu, anak-anak juga bisa bersosialisasi dengan tetangga, khususnya anak-anak tetangga.

Mengikuti pengajian di TPA.
  • Bersosialisasi dengan lingkungan eksternal (di luar tempat tinggalnya)

Misalnya saat orang tua mengajak anak belanja di pasar/ supermarket atau mengajak anak traveling, dll. Dari kegiatan semacam itu, anak-anak dapat bersosialisasi dengan dunia yang lebih luas lagi.

  • Bersosialisasi dengan circle orang tuanya

Orang tua bisa memperkenalkan teman-temannya kepada si anak. Akan lebih baik lagi kalau teman-teman ortu memiliki anak yang usianya sebaya dengan anaknya. Namun, kalaupun enggak sebaya ya enggak masalah. Anak-anak pun boleh aja kok bersosialisasi dengan orang dewasa lainnya yang masih masuk circle ortu-nya.

Tak hanya mengenal nama, bahkan kegiatan mengenalkan circle ortu ini juga bisa menjadi ajang anak-anak belajar, misal mengenai pekerjaan/ profesi teman orang tuanya, belajar keterampilan bisa juga, atau belajar mengenai bagaimana cara teman orang tuanya bersikap, dll,

  • Memanfaatkan teknologi internet

Tak bisa dipungkiri yaaa, zaman sekarang rasa-rasanya anak-anak begitu lahir udah langsung mengenal gadget. Maka, teknologi internet juga bisa menjadi wadah bersosialisasi untuk anak yang homeschooling. Sebagai contoh, anak-anak bisa nge-zoom bareng, mabar gameskursus online bersama, dll.

Nah, itulah beberapa cara anak yang homeschooling bersosialisasi. Sekali lagi, sama aja bukan dengan anak-anak yang bersekolah formal? Sama-sama bisa bersosialisasi dengan orang lain atau lingkungan di luar ortu atau keluarganya.

Itulah sebabnya, sepengetahuan saya, ortu homeschooler tidak merasakan kegelisahan dalam hal anak-anaknya bersosialisasi. Apalagi di masa sekarang, teknologi seperti internet juga makin mempermudah si anak mengenal dunia luar, sehingga tak perlu takut si anak bakalan jadi anak kudet atau kuper, hehe.

Semoga, sedikit cerita mengenai bagaimana cara anak homeschooler bersosialisasi ini, bisa menjawab kekhawatiran seperti “Apakah anak homeschooling sulit bersosialisasi?” yaaa 😀 .

April Hamsa