Perut terasa begah dan kembung setelah makan, ada rasa nyeri di bagian ulu hati, sering bersendawa, bahkan kadang mual dan muntah. Huhuhu, yang pernah mengalami gejala-gejala yang saya sebutkan itu selama berpuasa Ramadan? Jika iya, hmmm, sepertinya teman-teman mengalami dispepsia, deh.

Dispepsia = sakit maag?

Apa sih dispepsia itu? Mungkin, kata “dispepsia” ini masih terasa asing ya? Saya sendiri baru kenal istilah tersebut setelah menyimak IG live bertema “How to Manage Dyspepsia During Ramadan with Enzyme Supplementation” yang diselenggarakan oleh @enzyplex.indonesia bersama @idfoodblogger.

IG live yang membahas cara mengatasi dispepsia.

IG live yang berlangsung tanggal 24 April lalu itu, menghadirkan narasumber:

  • Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Jeffri Aloys Gunawan, SpPD, Cht, FINASIM (dr. Jeff)
  • Medical Senior Manager PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, dr. Michael Wintrobe Octavianus Reo (dr. Michael)
  • Perwakilan @idfoodblogger (Indonesian Food Blogger), Fiona.

Jadi, teman-teman, yang dimaksud dengan “dispepsia” adalah “sakit maag”. Iyes, orang awam seperti kita lebih mengenal dispepsia sebagai maag.

Nah, siapa nih yang selama puasa Ramadan sempat mengalami gejala maag? Duh, kebayang rasanya pasti enggak nyaman ya?

Padahal, sebenarnya, kalau menurut narasumber dalam IG live yang saya sebut itu, dispepsia itu bisa dicegah, lho. Mau tahu caranya gimana? Okey, nanti saya jelaskan dalam postingan ini ya, sesuai materi dari narasumber yang saya ketahui kemarin.

Penyebab dispepsia

Namun, sebelumnya saya mau menginformasikan dahulu mengenai mengapa sih dispepsia bisa terjadi?

Dalam kesempatan IG live saat itu, Fiona yang seorang food blogger menceritakan pengalamannya mengalami dispepsia saat berpuasa. Katanya, saat Ramadan biasanya memang aktivitasnya adalah mereview dan memasak makanan yang cocok dikonsumsi saat sahur dan buka. Pada saat melakukan aktivitas tersebut yang menjadi kendala adalah pada saat menkonsumsi makanan seperti gorengan atau makanan bersantan, kerap memicu sakit perut. Pencernaannya terganggu. Gejala-gejalanya seperti yang saya sebut di awal tadi.

Pada saat buka. nafsu makan malah enggak ada karena perutnya begah, kembung, dan setelah sahur karena aku minumnya banyak tapi malah menyebabkan jadi sering sendawa, jadi mual juga,” terang Fiona.

Mendengar cerita Fiona, dr. Micahel mengatakan bahwa memang hal tersebut beberapa kali dialami orang yang berpuasa. Alasannya, memang saat puasa, ada beberapa ;perubahan yang terjadi pada saluran pencernaan.

Dr. Jeff dan dr. Michael menjelaskan tentang dispepsia dan bagaimana cara mengatasinya.

Sebenarnya, bukan karena puasa itu buruk. Justru sebaliknya puasa itu bagus buat kesehatam. Hanya saja, memang kondisi lambung yang kosong selama 10-12 jam memiliki pengaruh pada kesehatan pencernaan. Lalu problem-nya di manakah?

Saat IG live, dr. Jeff mengatakan bahwa sebenarnya puasa Ramadan adalah salah satu kegiatan yang memiliki efek positif untuk pencernaan. Pada saat berpuasa, usus, lambung, dan organ-organ pencernaan lain tidak bekerja sekeras biasanya (saat enggak puasa).

  • Organ-organ pencernaan tersebut bahkan bisa berristirahat lebih lama, karena:
  • Pada saat berpuasa, kita jadi terbiasa makan dengan teratur sesuai jadwa. Hanya pada saat sahur dan buka puasa.
  • Ketika berpuasa, porsi makan camilan dan makan makanan tidak sehat pun berkurang, bahkan kadang enggak nyemil sama sekali.

Jadi, sebenarnya puasa intermittent fasting sangat baik untuk pencernaan, karena puasa bisa mengistirahatkan usus dan lambung kita. Jadi, perubahan yang terjadi sebenarnya adalah perubahan yang positif pada saluran cerna kita. Biasanya dibombardir kan makan tidak tentu waktunya, apa aja masuk. Malam-malam disuruh kerja ada martabak masuk. Padahal, dia lagi tidur disuruh kerja, dari mulut sampai bawah, ada kali sepanjang enam meter, sel-sel yang kta paksa kerja rodi. Nah, saat puasa mereka kita beri istrahat karena kita pasti konsumsi makanan lebih teratur kita hanya makan pada saat buka dan sahur. Pastinya saat puasa lebih sedikit untuk cemilan atau makanan-makanan yang tidak sehat. Walau gorengan dan yang manis-manis tetap ada, tapi umumnya lebih sedikit ketimbang pas bukan bulan puasa, apalagi buat yang suka jajan,” jelas dr. Jeff.

Dispepsia kerap terjadi saat sedang berpuasa. Sumber gambar: Canva.

Nah, berdasarkan penjelasan dr. Jeff tersebut kita menjadi lebih paham kan kalau puasa sebenarnya sangat bagus buat kesehatan pencernaan kita? Lalu, kok, pada sebagian orang dan mungkin kita ((KITA)) termasuk salah satunya, bisa timbul dispepsia?

Menurut dr. Jeff, di dalam lambung kita terdiri dari dua komponen, yakni komponen yang ofensif (punya sifat menyerang) dan ada yang defensif (melindungi supaya lambungnya enggak luka). Komponen yang sifatnya ofensif contohnya asam lambung, bakteri, faktor luar dari konsumsi makanan asam, pedas, berlemak, dll. Sedangkan, komponen yang defensif antara lain enzim-enzim pencernaan yang membantu agar lambung tidak mudah nyeri, kembung, dll.

Enzim-enzim pencernaan yang banyak berperan agar lambung tidak luka, antara lain seperti:

  • Amilase: Enzim pencernaan yang bisa memecah karbohidrat menjadi gula.
  • Protease: Enzim yang efektif memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti asam amino, dll.
  • Lipase: Enzim yang dibutuhkan tubuh untuk memecah lemak.

Sayangnya, lambung yang kosong selama beberapa jam memang sering menyebabkan defisiensi enzim. Akibatnya enzim-enzim pencernaan tidak bisa mencerna langsung asupan makanan yang masuk dalam jumlah besar.

Masalahnya adalah pada saat buka puasa, ada sebagian orang yang memiliki kebiasaan terburu-buru makan makanan dengan porsi besar. Bahkan, kadang makan makanan berat seperti karbohidrat dulu atau makanan yang tinggi lemak. Mereka lupa bahwa makan sebaiknya harus sesuai dengan gizi seimbang. Salah satunya, sebaiknya harus ada serat dari buah dan sayuran yang berfungsi membantu proses pembuangan sisa makanan. Akibatnya, komponen ofensif dalam lambung tiba-tiba menjadi banyak. Komponen defensif yang tidak siap menerima porsi makanan sebanyak itu jadi kalah.

Makanan pedas dan tinggi lemak bisa memicu dispepsia.

Enzim-enzim pencernaan jadi agak kesusahan mencerna makanan tersebut. Akibatnya, gas dalam lambung meningkat, sehingga menimbulkan gejala dispepsia yang saya sebutkan di awal tadi, seperti begah, kembung, atau mual.

Dampak lain apabila makanan tidak dicerna dengan baik adalah makanan tersebut akan menumpuk di usus yang kemudian oleh bakteri diubah menjadi gas, lalu ususnya menjadi bengkak, gas tersebut naik ke kerongkongan, lalu naik ke mulut, yang kita kenal sebagai bau mulut. Bau mulut ini terlihat sepele, namun sangat mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan orang lain, bukan?

Berdasarkan penjelasan tersebut, sekarang tahu kan, kalau penyebab dispepsia pada saat puasa adalah:

  • Gaya hidup atau perilaku kita yang kadang enggak sabaran, maunya makan semua makanan yang ada di meja begitu bedug Magrib terdengar.
  • Tidak makan makanan bergizi seimbang, lebih banyak makan karbo dan konsumsi lemak (goreng-gorengan, santan, dll).
  • Melupakan asupan serat.
  • Kondisi lambung di mana komponen ofensif, lebih banyak ketimbang defensif. Lambung kekurangan atau defisit enzim-enzim pencernaan.

Jangan kalap saat buka puasa supaya tidak terkenal dispepsia.

Oh iya, teman-teman dispepsia yang saya sebutkan penyebabnya di atas disebut sebagai dispepsia fungsional, soalnya lebih kepada masalah gaya hidup yang tidak sehat.

Selain dispepsia fungsional, sebenarnya ada pula yang dikenal sebagai dispepsia organik. Kalau dispepsia organik ini biasanya disebabkan oleh gangguan organ dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, misal dengan cek fisik, endoskopi, USG, dll. Dispepsia organik ini membutuhkan perawatan lebih lanjut.

Maka, saran saya, apabila teman-teman mengalami gejala dispepsia, sebaiknya segera konsultasi dengan dokter sehingga dapat memastikan apa penyebabnya.

Agar tidak mengalami dispepsia (fungsional)

Maka, supaya tidak mengalami dispepsia pada saat berpuasa, sebaiknya kita melakukan hal-hal berikut:

  • Jangan makan langsung dalam porsi besar, apalagi tiba-tiba mengambil/ mengkonsumsi banyak karbohidrat dan lemak.
  • Makan perlahan-lahan, jangan terburu-buru.
  • Makan makanan dengan menu seimbang yang mencakup karbohidrat, protein, sedikit lemak, serat dari buah-buahan dan sayuran.
  • Konsumsi cukup air putih.
  • Jangan tidur setelah makan.
  • Konsumsi suplemen enzim untuk membantu kerja komponen defensif di dalam lambung.

Untuk poin terakhir, dr. Michael menjelaskan sebagai berikut:

Setelah perut kosong sepuluh hingga dua belas jam kebayang kalau masuk semua, banyak makan, maka (lambung) akan kewalahan. Pada saat kosong itu di penelitian terjadi defisiensi enzim. Kalau enzim kurang, maka harus ada asupan enzim dari luar.”

Asupan enzim dari luar ini bisa dengan cara mengkonsumsi suplemen enzim, salah satunya seperti New Enzyplex.

Tentang suplemen New Enzyplex

New Enzyplex adalah suplemen enzim pencernaan yang dapat memenuhi kebutuhan enzim pencernaan dan bisa mencegah terjadinya gejala dispepsia. Produk ini telah 30 tahun lamanya dipercaya oleh masyarakat Indonesia yang sering mengalami dispepsia.

Suplemen New Enzyplex ini memiliki komposisi sebagai berikut:

  • 3 enzim pencernaan utama (amilase, protease, lipase)
  • Zat asam deoksikolat yang membantu enzim lipase mencerna lemak
  • Zat anti kembung (dimethylpolysiloxane)
  • Vitamin B kompleks yang dapat membantu kerja enzim.

Sebaiknya konsumsi New Enzyplex ini 1 atau 2 tablet pada saat makan atau sesudahnya atau menurut petunjuk dari dokter.

Menurut dr. Jeff, New Enzyplex ini bisa dikonsumsi paling lama sekitar 8 minggu, namun sebaiknya cek ke dokter dulu ya, agar memastikan bahwa dispepsia yang dialami termasuk ke dalam dispepsia fungsional.

Suplemen enzim New Enzyplex.

Dr. Jeff juga menjelaskan bahwa New Enzyplex ini termasuk dalam suplemen jenis C yang sebenarnya aman dikonsumsi oleh ibu hamil. Meski demikian, ibu hamil sebaiknya konsultasi dahulu dengan dokter kandungannya supaya bisa mengetahui lebih pasti apa manfaat sekaligus risiko jika mengkonsumsi suplemen ini bagi kehamilannya.

Jadi, kalau boleh menyimpulkan, begini ya teman-teman:

  • Apabila mengalami gejala dispepsia, sebaiknya pastikan apa penyebabnya, termasuk dispepsia organik atau dispepsia fungsional.
  • Apabila mengalami dispepsia organik, maka membutuhkan perawatan intensif dari dokter.
  • Apabila mengalami dispepsia fungsional, maka perlu mengubah gaya hidup (termasuk perilaku makan saat puasa) dan konsumsi suplemen enzim jika dibutuhkan.

Semoga penjelasan mengenai dispepsia dan sedikit informasi tentang suplemen anzim pencernaan New Enzyplex ini bermanfaat ya teman-teman.

Semoga teman-teman lancar ibadah puasanya hingga akhir. Ingat, saat lebaran Idulfitri nanti juga sebaiknya jangan kalap makan makanan bersantan, berlemak, pedas, asam, dan sejenisnya. Siapkan pula New Enzyplex buat berjaga-jaga, apabila teman-teman memang memiliki riwayat dispepsia (fungsional), supaya saat Idulfitri nanti bebas dispepsia 🙂 .

Artikel ini diikutsertakan dalam Enzyplex Writing Competition bersama Indonesian Food Blogger.

April Hamsa