Sedih banget Ramadan udah pergi, hiks hiks ☹ . Namun, yaaa, gimana lagi yaaa, begitulah siklusnya. Cuma bisa berharap, tahun-tahun berikutnya masih diberi oleh Allah SWT kesempatan bertemu Ramadan lagi. Soalnya Ramadan tuh istimewa. Salah satunya sebagai momen yang tepat untuk mengajari anak berbagi dengan orang lain.
Sebelumnya, bismillah… bikin postingan tentang mengajari anak berbagi di bulan Ramadan ini hanya sebagai pengikat kenangan…
Berbagi dan empati
Jadi, tahun ini tuh bisa dibilang anak-anak puasa “full”. Alhamdulillah, Maxy bisa sampai Maghrib penuh, sedangkan Dema bolong dua hari. Yang pertama, karena sempat sakit di hari kedua puasa (mungkin karena pencernaannya masih kaget) dan yang kedua saat di perjalanan mudik kemarin.
Nah, sebenarnya puasa, khususnya bab “menahan lapar dan haus” ini, menurut kami juga bagian dari “berbagi”. Mengapa? Soalnya, ini adalah cara mudah menjelaskan kepada anak-anak mengapa sih kudu berpuasa?
Jawaban kami adalah: “Supaya bisa merasakan enggak enaknya tak bisa makan. Maka, bersyukurlah dalam hidup ini kalian masih bisa makan enak. Kalau mau jajan, gampang. Tinggal minta ayah atau bunda. Sementara di luaran sana, banyak anak-anak yang enggak bisa makan.”
Yaaa, bisa dibilang berbagi “perasaan”, sehingga bisa menimbulkan empati, bahkan simpati kepada mereka yang mungkin kurang beruntung. Alhamdulillah, dengan pengertian kayak gitu, anak-anak lebih mudah menjalankan puasa selama Ramadan.
Trus, kalau soal berbagi dalam hal materi, untuk tahun ini anak-anak melakukan beberapa aktivitas, seperti:
Infak digital
Zaman sekarang gitu, lho, bahkan infak pun ada infak digital. Kebetulan ada salah satu platform, tempat saya membiasakan diri bersedekah Subuh. Tinggal buka aplikasi tersebut di smartphone aja, kemudian pilih mau sedekah/ infak untuk yayasan/ organisasi apa. Pilih/ tulis minimal yang diinfakkan, kemudian transfer, deh.
Oh ya, sebelumnya mungkin ada pertanyaan ya, mengapa kok pilih waktu Subuh? Soalnya, kami terinspirasi dengan hadist berikut:
“Tidak ada satu Subuh pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang satu lagi berdoa “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya).” (HR. Bukhari).
Selain itu, saya percaya dengan berinfak/ bersedekah di awal hari, insyaAllah akan membuat semua aktivitas di hari itu akan dimudahkan.
Nah, selepas Subuh, kami mengajari anak-anak untuk berinfak di platform infak online “langganan” ini. Uniknya di platform ini tuh, kami juga bisa menulis doa, dengan harapan “diaminkan” oleh orang lain yang membacanya.
Anak-anak alhamdulillah sudah bisa menulis doa sendiri. Walaupun kadang mintanya “lucu” atau “remeh” seperti “Ya Allah minta henpon”, “Ya Allah minta kamar sendiri”, “Ya Allah minta uang yang banyak buat beli jajan”, dll 😀 .
Infak di kotak donasi
Selain infak digital anak-anak juga rutin memasukkan uang ke kotak masjid dan kotak-kotak donasi lainnya yang dijumpai jika bepergian ke luar rumah. Lucunya, kalau Dema tuh suka nyebutnya sebagai “menabung di masjid”. Hahaha. Tapi ya bener ugha, sih, kan menabung buat akhirat.
Soal “menabung di masjid” ini sebenarnya tak lepas dari pengalaman Dema yang pernah keliru memasukkan SPP TPA-nya ke kotak masjid. Jadi, Dema nanya ke temannya uangnya dikasi ke siapa. Eh, oleh temannya, yang juga sama-sama masih lugu disuruh buat cemplungin ke kotak masjid aja, wkwkwk 😛 . Sejak itu, dia menyebutnya “menabung di masjid”.
Udah gitu, anak seusianya, karena memang belum terlalu paham soal nominal uang, pokoknya uang berapapun dimasukkan ke sana. Baik yang 1000 Rupiah hingga yang uang merah-merah yang bagi orang dewasa nominalnya lumayan gedhe itu, lho. Wkwkwk 😛 .
Ikut acara santunan anak yatim
Ramadan ini alhamdulillah anak-anak punya pengalaman baru, yakni berbuka puasa bersama anak-anak yatim piatu di sekitar komplek kami tinggal. Judul acaranya aja lumayan bikin anak-anak kritis, meminta penjelasan tentang apa itu “yatim piatu”.
Sebagai ortu ya kami jelaskan kalau yatim piatu itu artinya orang tuanya sudah tidak lengkap, bahkan ada yang enggak punya orang tua lagi. Lalu, kami juga menjelaskan kalau menjadi yatim piatu itu artinya kalau mereka menginginkan sesuatu tuh bingung mau minta kepada siapa. Orang tua enggak ada kan?
Lanjut, kami sisipkan hikmah, agar anak-anak bersyukur masih punya ayah dan bunda yang lengkap, sehingga kalau mau apa-apa tinggal minta aja. Yaaa, walaupun enggak semuanya akan dituruti, sih. Seenggak-enggaknya ada sosok untuk diminta-mintain dan menggantungkan harapan.
Anak-anak pun sangat excited menyambut kegiatan yang satu ini. Bahkan, saat hari H, mereka datang ke masjid (TPA) lebih awal.
Kegiatan yang diadakan TPA tempat anak-anak mengaji ini agendanya adalah berbuka puasa bersama anak yatim dan santunan. Alhamdulillah berjalan lancar waktu itu.
Pulang-pulang, mereka banyak bercerita tentang teman-teman barunya dan apa saja yang dilakukan saat kegiatan. Anak-anak juga jadi lebih memahami betapa beruntungnya masih memiliki orang tua.
Berbagi makanan berbuka dengan lingkungan tempat tinggal
Alhamdulillah, tahun ini ada rezeki lebih, sehingga ada kesempatan untuk berbagi dengan lingkungan tempat kami tinggal yang baru. Awalnya sih keidean buat berbagi ke tetangga sebelah yang udah jagain kucing peliharaan kami saat mudik sebelum Ramadan lalu.
Waktu itu sempat berpesan ke anak tetangga yang biasa maen ma anak-anak untuk memberi kucing kami makan. Eh, ternyata bapak si anak juga ikutan kasi makan hahaha. Jadi enak 😛 .
Setelah dipikir-pikir, selama enam bulan tinggal di komplek baru kami, lingkungannya tuh dah berasa kek atmosfer apartemen aje, yang tetangga kanan kiri cenderung cuma saling senyum saat papasan, namun enggak saling kenal nama.
Akhirnya, momen Ramadan yang bagus ini kami manfaatkan untuk berbagi makanan berbuka buat tetangga satu blok dan satpam cluster. Waktu itu kami pilih pizza, yang gampang-gampang aja.
Anak-anak pun senang diajak keliling ke tetangga. Berbagi makanan, baik kepada tetangga muslim maupun non muslim. Kesempatan syiar juga kan kepada tetangga non muslim bahwa Islam tuh agama yang Rahmatan lil alamin?
InsyaAllah, kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadan tahun ini tuh lebih berkesan. Khususnya mengenai bab berbagi ini untuk memori anak-anak.
Semoga saja tahun-tahun mendatang, baik ketika Ramadan maupun hari-hari biasa, Allah SWT masih memampukan saya, anak-anak, kami sekeluarga untuk senantiasa menjadi tangan yang di atas. Menjadi berkat buat sesama. Aamiin.
Begitulah cerita keluarga kami mengenai berbagi di tahun ini, khususnya mengajari anak-anak berbagi kala Ramadan. Doakan semoga anak-anak selalu istiqomah dalam berbagi yaaa 😊. Terima kasih 😊.
Buat yang memiliki cerita serupa tentang berbagi, sharing yuk di kolom komen 😀 .
April Hamsa
#KEBBerbagiCerita Ramadhan