Lama eui tak mereview buku 😀 . Kali ini, saya mau ngobrolin tentang sebuah buku yang sepertinya tidak asing untuk orang tua homeschooler. Yes, buku Cinta yang Berpikir ini populer di kalangan mereka yang memakai metode Charlotte Mason sebagai dasar untuk mendidik anak-anaknya.

Oh iya, sebelum teman-teman terlanjur kecewa, saya mau garis bawahin dulu, kalau postingan ini tuh ulasan ala-ala yaaa. Maaf, soalnya saya enggak pinter mereview buku sesuai teori yang pernah diajarkan oleh ibu dan bapak guru Bahasa Indonesia dulu. Huhu, mohon dimaklumin yaaa, makasiiih 🙂 .

Mengenal nama Charlotte Mason

Langsung aja, jadi buku ini tuh judul panjangnya “Cinta yang Berpikir: Sebuah Manual Pendidkan Karakter Charlotte Mason”. Namun, supaya enggak kepanjangan, selanjutnya saya sebut “Cinta yang Berpikir” aja ya.

FYI, Charlotte Mason tuh nama orang ya teman-teman. Mungkin, sebagian teman-teman masih asing dengan nama ini.

Hmmm, kalau Maria Montessori kenal?

Nah, mirip seperti Maria Montessori yang mungkin lebih teman-teman kenal dengan metode Montessori-nya, Charlotte Mason ini juga seorang pendidik. Charlotte Mason yang berasal dari Inggris ini juga seorang pembaharu yang terkenal pada masanya (pergantian abad ke-20).

Charlotte Mason banyak menuangkan pemikirannya dalam bentuk buku. Beberapa bukunya yang masih populer hingga sekarang antara lain: Home Education, Parents and Children, School Education, Ourselves, Formation of Habits, serta A Philosophy of Education.

Charlotte Mason (1842-1923). Sumber gambar: Wikipedia.

Nah, buku Cinta yang Berpikir ini bisa dikatakan sebagai semacam rangkuman dari gagasan-gagasan Charlotte Mason dalam buku-bukunya tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa buku ini adalah buku wajib yang mesti dibaca oleh orang Indonesia jika ingin berkenalan dengan metode Charlotte Mason.

Saya sendiri mengenal Charlotte Mason saat dahulu ikutan beberapa webinar tentang homeschooling. Waktu mendengar namanya dan dikasi rekomendasi buku bacaan yang wajib dibaca ini, saya langsung beli (awal tahun 2019-an).

Sayangnya, saya baru dapat hidayah untuk mengkhatamkan buku Cinta yang Berpikir baru belakangan ini (2021) haha 😛 , setelah saya mempertimbangkan kembali untuk homeschooling anak-anak. Kok ya pas ada pelatihan tentang Fondasi Charlotte Mason Juli kemarin, trus saya memutuskan ikutan. Salah satu syarat ikut pelatihan tersebut adalah sebaiknya sudah membaca buku Cinta yang Berpikir karya Ellen Kristi ini. Jadiii, mau enggak mau, saya memaksa diri membacanya hehe 😛 .

Tentang buku Cinta yang Berpikir karya Ellen Kristi

Jujur, saya dulu tidak lanjut membaca buku Cinta yang Berpikir ini karena awalnya saya kira tuh berat bahasanya. Saya pikir terjemahan atau gimana gitu, huhu. Ternyata, setelah dapat lebih banyak lembar halaman, kok bukunya makin lama makin menarik. Nyesel donk, kok enggak membacanya sampat khatam sejak dulu 🙁 .

Namun, yaweslah, lebih baik membaca sekarang daripada enggak sama sekali kan ya? #menghiburdirisendiri 😛 .

Buku Cinta yang Berpikir.

Oh iya, sebelum banyak cerita mengenai buku Cinta yang Berpikir ini, saya mau informasikan mengenai fisik bukunya dulu ya:

Informasi buku
  • Judul: Cinta yang Berpikir
  • Penulis: Ellen Kristi
  • Penyunting: Willy Chrisna Dinata
  • Desain Cover: Eunike Nugroho
  • Tebal: 281 halaman
  • ISBN: 978-979-8816-36-9
  • Penerbit: Ein Institute
  • Edisi Revisi, 2016

Buku Cinta yang Berpikir ini dibuka dengan kalimat yang sangat menyentuh:

Untuk para ayah-ibu hebat yang mau memikul tanggung jawab penuh atas pendidikan anak-anak mereka, yang berani berdiri menentang arus sekaligus terus belajar menjadi lebih baik setiap hari atas dasar cinta yang berpikir…

Kira-kira begitu deh kalimat di halaman persembahannya.

Enggak tahu kenapa saya merasa terharu dengan kalimat tersebut. Yaaa, walaupun sekarang masih homeschooling ala-ala, namun kalimat itu memberikan semacam kekuatan untuk saya terus melangkah maju.

Lalu, mengenai bukunya sendiri, seperti yang saya bilang tadi, ternyata dugaan saya salah. Sebelumnya saya mengira buku ini hanya terjemahan saja dan mungkin bahasanya bakal susah saya pahami. Ternyata, bukan haha 😛 . Buku ini asli ditulis sendiri oleh Ellen Kristi melalui riset yang mendalam dan lama. Sampai lima tahun lamanya.

Tiga bahasan utama buku Cinta yang Berpikir

Buku ini pun mudah dibaca karena sejak awal Ellen Kristi memberikan halaman khusus “Cara Menggunakan Buku Ini”. Jadi, katanya, buku ini tuh dikelompokkan menjadi tiga bagian bahasan utama, yakni:

  • Sekilas Filosofi
  • Sekilas Kurikulum
  • Sekilas Komparasi.

Ellen Kristi mewanti-wanti supaya pembaca membaca bagian “filosofi” dahulu, sebelum membaca kedua bab yang lain. Maka, saya pun membacanya secara berurutan, walau sebenarnya dua bab setelahnya boleh dibaca acak sih.

Oh iya, sebelum ketiga bahasan utamanya itu, Ellen Kristi juga memberikan kesempatan kepada pembaca untuk berkenalan terlebih dahulu dengan “Sang Guru” yakni Charlotte Mason yang mengilhami buku ini.

Lanjut masuk ke bahasan utama pertama mengenai “filosofi”.

Sekilas Filosofi

Bahasan Sekilas Filosofi terdiri dari 10 bab. Saya enggak akan sebut satu per satu soalnya banyak ya, hehe. Namun, kalau boleh menyimpulkan, beberapa hal yang ditulis di bagian Sekilas Filosofi ini bisa ini membuat pembaca menyadari bahwa:

  • Orang tua menyadari apa perannya dalam membesarkan dan mendidik anak.
  • Orang tua sebaiknya dapat mengenali anaknya dan menyadari bahwa ada batas otoritas sebagai orang tua.
  • Pentingnya sebuah keluarga memiliki filosofi dan tujuan belajar.
  • Orang tua mampu memberikan lingkungan tempat belajar yang baik untuk anak-anaknya.
  • Hal yang tak kalah penting, sebaiknya setiap keluarga memiliki kebiasaan baik dan konsisten menjalankannya.

BTW, Ellen Kristi menyarankan kita, pembaca, untuk membaca 10 bab di bagian ini secara runut supaya bisa menangkap konsep-konsep kunci dari pemikiran Charlotte Mason. Bacanya juga enggak bisa sekilas, butuh waktu buat meresapinya 🙂 .

Sekilas Kurikulum

Berbeda dengan bagian pertama, kalau bagian “kurikulum” ini kata penulisnya boleh dibaca secara acak.

Di bagian ini, nanti kita akan diperkenalkan bagaimana cara belajar memakai metode Charlotte Mason. Seperti nanti kita akan memakai living books, lalu dijelasin pula gimana cara mengajari anak membaca, menulis, dll. Tak ketinggalan, bahasan kedua buku Cinta yang Berpikir ini juga menyebutkan beberapa mata pelajaran apa saja yang sebaiknya dipelajari oleh si anak.

Sekilas Komparasi

Sesuai judulnya “komparasi”, pada bagian ini penulis membandingkan metode Charlotte Mason dengan metode-metode pendidikan yang lain, baik dari sisi filosofis, metodis, maupun secara teknis. Beberapa metode yang dibandingkan dengan metode Charlotte Mason antara lain: Unit Studies, Unschooling, Classical Education, Montessori, dan Waldorf.

FYI, kelima metode yang saya sebut tersebut dipilih karena memiliki kedalaman pemikiran (filosofis) dan juga sering dipakai oleh orang tua homeschooler. Dari bahasan ini, nanti kita akan mengetahui perbedaan metode-metode tersebut, serta kira-kira apa sih yang membuat ajaran Charlotte Mason lebih menonjol.

Bahasan ketiga ini menurut saya bisa menjadi alasan mengapa pada akhirnya nanti, setelah menamatkan buku ini, pembaca memilih menggunakan metode Charlotte Mason juga.

Begitu, teman-teman, mengenai isi buku Cinta yang Berpikir ini. Semoga memberikan gambaran mengenai isi bukunya ya.

Pendapat saya tentang buku Cinta yang Berpikir

Menurut saya, buku Cinta yang Berpikir ini memang buku yang wajib untuk dibaca orang tua, khususnya homeschooler, yang ingin mengadaptasi metode Charlotte Mason. Pada saat mengikuti pelatihan yang membahas metode Charlotte Mason pun saya merasa mudah menangkap materinya setelah membaca buku ini.

Meski demikian, memang buku ini bukan buku yang sekali baca abis gitu, sih. Butuh waktu agak lama untuk memahami isinya.

Bukan karena pemilihan bahasa/ kalimatnya yang enggak mudah. Sebenarnya ya bahasanya gampang kita pahami kok, hanya saja menurut saya setiap membaca satu paragraf atau bahkan satu kalimat, kita tuh mesti mencernanya baik-baik. Sembari bertanya pada diri sendiri atau membayangkan, “Ooo kalau mempraktikkan ini ke pendidikan anak bisa enggak ya?” Kayak gitu lha.

Bahkan, kalau perlu saat membaca buku ini, kita tuh sebaiknya langsung membuat poin-poin perencanaan pendidikan anak kita. Selain supaya kita punya visi pendidikan, juga supaya enggak lupa aja sih haha.

Yawes gitu deh…

Oh ya, kesimpulan terakhir, buku Cinta yang Berpikir ini sangat saya rekomendasikan untuk orang tua. Enggak hanya buat orang tua homeschooler, tapi untuk semua orang tua yang concern akan pendidikan anaknya. Bagus aja kok sebagai panduan dalam membantu anak belajar.

Semoga review ala-ala buku Cinta yang Berpikir ini bermanfaat ya 🙂 .

April Hamsa