Wuaaahh, udah lama banget nih, saya enggak menulis mengenai buku di blog ini. Padahal udah planning mau rajin nulis tentang buku-buku yang saya baca, khususnya buku buat mommy dan anak-anak. Sok syebuk di dunia nyata, soalnya #alesyan 😛 . Yawdalah yaaa, sebagai pemanasan, kali ini, saya mau cerita tentang peluncuran tiga buku prosa dengan tema budaya karya Elang Nuswantara, deh. Peluncuran ketiga buku tersebut dilakukan di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada tanggal 21 Agustus lalu. Saya datang menghadiri acara tersebut sebagai perwakilan dari komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) 😀 .

Acara peluncuran tiga buku prosa budaya karya Elang Nuswantara

Acara yang berlangsung di ruang auditorium lantai 2 Perpusnas itu berlangsung cukup padat, mulai pukul 09.00 hingga 13.00 WIB. Ada beberapa sambutan dan testimoni dari perwakilan pemerintah, seperti dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemendikbudristek, Balai Pustaka, Yayasan Baruna Nusantara, dll.

Bersama mbak Widya dan mbak Anne dari IIDN.

Setelah sambutan dan testimoni, ada talkshow yang membahas tentang trailer dan latar belakang ketiga buku yang di-launching pada hari itu. Pematerinya adalah perwakilan dari para grup penulis ketiga buku beserta pengampunya. Oh ya, ketiga buku prosa budaya tersebut dikemas dalam bentuk antologi cerita pendek ya, teman-teman.

Kemudian, setelah talkshow, acara dilanjutkan dengan beberapa pementasan, seperti monolog, pembacaan puisi, penampilan/ penyajian lagu berjudul “Kesaksian” oleh Trio Elang Nuswantara yang anggotanya merupakan penulis dari buku-buku yang diperkenalkan pada hari itu, penampilan tari “Banjar Kemuning” yang berasal dari Sidoarjo, dll.

Sekilas tentang Elang Nuswantara

FYI, buat yang belum tahu, Elang Nuswantara merupakan komunitas para penulis prosa budaya Nuswantara yang beranggotakan para pejuang literasi dari seluruh Indonesia. Prosa budaya Nuswantara ini maksudnya adalah tulisan yang memiliki tema budaya dan lingkungan (alam).

Latar belakang anggotanya Elang Nuswantara sangat beragam. Ada pelajar, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, dll. Ada yang termasuk Gen Milenial, Gen Z, bahkan ada yang Gen X, lho. Luar biasa. Usia, bukan halangan untuk membuat karya literasi, khususnya yang berkaitan dengan budaya.

Di usianya yang masih belia Elang Nuswantara menerbitkan tiga buku sekaligus

Komunitas Elang Nuswantara yang lahir pada tanggal 14 Maret 2022 ini digawangi oleh Kirana Kejora, seorang novelis, writerpreneur, dan produser film, yang akrab dipanggil dengan nama mbak Key. Di dalam komunitas ini, mbak Key juga berperan sebagai pengampu kelas menulis.

Kelas menulis tersebut melahirkan beberapa “pasukan penulis”, yakni Elang Merah, Elang Putih, dan Elang Biru. Elang Merah adalah penulis yang bernaung di bawah Miyaz Script Agency – Dandelion Publisher, sedangkan Elang Putih dari Karya Murni Publisher, lalu ada Elang Biru yang merupakan sekumpulan penulis dari komunitas IIDN.

Elang Nuswantara melahirkan tiga buku prosa budaya

Nah, di tahun yang sama dengan kelahiran komunitas ini, tak tanggung-tanggung, Elang Nuswantara melahirkan tiga buku prosa budaya yang di-launching di Perpusnas itu. Ketiga judul bukunya adalah: “Sang Mistikus Kasih” yang ditulis pasukan Elang Merah, “Pesan yang Belum Sampai” karya Elang Putih, dan “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa” oleh IIDN.

Katiga buku tersebut berisi cerita-cerita fiksi. Meski demikian, cerita-cerita itu bukan sembarang fiksi, karena para penulis wajib melakukan riset yang berhubungan dengan tema budaya yang diangkatnya. Konon katanya, untuk membuat buku ini menjadi perfect, mbak Key jadi mentor yang terkenal “galak”.

Saya memang jarang memuji, karena saya tidak ingin melahirkan penulis-penulis yang manja. Penulis yang manja ke laut aja. Indonesia butuh penulis pejuang,” tegas mbak Key saat peluncuran buku.

Mbak Key dan perwakilan dari ketiga pasukan Elang.

Lalu, dalam kesempatan itu, masing-masing perwakilan pasukan Elang menceritakan latar belakang mereka menulis kisah dalam buku yang diterbitkan itu. Pertama, ada Mbak Miya dari Elang Merah yang jujur mengatakan waktu itu meminta mbak Key menjadi mentor para penulis karena pasar pembaca mbak Key.

Karena pertama jelas pasarnya Mbak Key, karena saya orang bisnis,” kata mbak Miya.

Menurut mbak Miya, saat pertama kali melontarkan pertanyaan di media sosial apakah ada yang mau bikin antalogi bertema budaya bersama mbak Key, ternyata banyak yang antusias. Bahkan yang mendaftar waktu itu mencapai 300-an penulis. Kemudian, setelah disaring dapat 45 nama penulis + 2 penulis termasuk mbak Key, yang memenuhi syarat untuk melanjutkan menulis buku Sang Mistikus Kasih.

Persembahan lagu dari Trio Elang Nuswantara.

Kemudian, lanjut ibu Sri dari Elang Putih yang melahirkan buku Pesan yang Belum Sampai. Menurut ibu Sri penulis buku ini berasal dari berbagai kalangan, ada yang pelajar, ada pula pekerja yang usianya udah sepuh.

Saya inginnya semua orang terinspirasi bahwa siapa saja bisa, dari segala profesi apa saja bisa menulis,” kata ibu Sri saat ditanya apa alasannya mengajak orang-orang lain melahirkan karya antologi ini.

Ibu Sri juga membanggakan bahwa Elang Putih ini 33 persen penulisnya adalah Gen Z, yang terkecil ada anak SMP berusia 13 tahun. Ibu Sri juga mengatakan bahwa dalam proses menulis buku ini mendapatkan informasi dan pengetahuan baru, misalnya jadi tahu tarian di suatu daerah, saat bersama-sama anggota Elang Putih lainnya menulis buku antalogi Pesan yang Belum Sampai ini.

Tari Banjar Kemuning.

Terakhir, adalah mbak Widya yang mewakili Elang Biru. Menurut mbak Widya, pembuatan buku ini sebenarnya adalah jawaban atas pertanyaan rektor yang sekaligus dosennya yang pernah bertanya kepadanya setelah lulus mau menulis buku apa. Nah, melalui karya bukunya mbak Widya berharap bisa menjawab pertanyaan dari dosennya, dahulu.

Kemudian, pada suatu hari, mbak Widya menyadari di komunitas IIDN, ada penulis yang masih kurang percaya diri menunjukkan karyanya. Berangkat dari perasaan gemes itu, mbak Widya menghubungi mbak Key untuk sebuah acara. Walaupun waktu itu acaranya singkat, namun setelah itu mbak Widya banyak ngobrol dengan mbak Key.

Mbak Widya juga merasa klop, karena mbak Key juga mensyaratkan tema-tema budaya, alam, dan lingkungan, di mana IIDN juga udah beberapa kali menulis tentang tema tersebut. Cuma, selama ini yang diterbitkan IIDN adalah buku-buku nonfiksi.

Nah, menulis fiksi apalagi yang bertema budaya, menurut mbak Widya adalah tantangan baru buat IIDN. Maka, saat itu mbak Widya kepikiran bahwa enggak ada lagi orang yang tepat selain mbak Key untuk dihubungi buat jadi mentor para penulis. Singkat cerita akhirnya lahir karya antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa.

Penampilan dari Elang Biru.

Itulah sedikit cerita latar belakang kelahiran Elang Merah, Elang Putih, dan Elang Biru yang ahirnya berhasil menerbitkan buku prosa budayanya.

BTW, ketiga buku tersebut masing-masing memiliki tagline, lho, yakni:

  • Sang Mistikus Kasih

Semesta tak pernah meminta. Dia akan senantiasa menjaga jika kamu mengasihi dengan hati nurani.”

  • Pesan yang Belum Sampai

Semesta mempunyai cara membalas kasih sayang kita kepadanya.”

  • Beri Aku Cerita yang Tak Biasa

Cinta bukan hanya sekadar, namun harus berujar dan berpijar.”

Menurut mbak Key, sebuah buku wajib memiliki tagline, karena tagline ini merupakan selling point sebuah buku. Pembaca akan membaca tagline ini dan penasaran tentang isi bukunya.

Nah, teman-teman, penasaran juga enggak nih dengan buku-buku karya Elang Nuswantara yang baru diluncurkan kemarin itu?

Apabila jawabannya “iya”, yuk langsung aja miliki buku Sang Mistikus Kasih, Pesan yang Belum Sampai, dan Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini. Untuk pemesanan buku, teman-teman bisa langsung menghubungi akun Instagram berikut ya:

Untuk informasi harga bukunya adalah sebagai berikut:

  • Sang Mistikus Kasih Rp. 85 ribu;
  • Pesan yang Belum Sampai Rp. 85 ribu;
  • Beri Aku Cerita yang Tak Biasa Rp. 99 ribu.

Nah, itulah teman-teman sedikit cerita saat saya menghadiri peluncuran tiga buku prosa bertema budaya yang diterbitkan oleh Elang Nuswantara. Semoga memberikan “panggilan” untuk membaca buku-buku, khususnya yang bertema budaya ya. BTW,, saat ini saya baru memiliki salah satu bukunya, yakni yang berjudul “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa”. Nanti, kapan-kapan saya posting juga ulasannya di blog ini ya, insyaAllah. Semangat membaca buku, khususnya tema-tema budaya! 😀

April Hamsa