Dalam hidup ini, tampaknya tiap orang punya ujiannya masing-masing. Bahkan, ada yang mungkin terlihat baik-baik aja di luar, ternyata menyimpan rapat rasa sakitnya. Namun, bagaimana cara mereka menyikapi masalahnya itulah yang dapat memberikan value yang berbeda.” Itulah yang saya simpulkan setelah membaca buku berjudul “Pulih: Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental” (Pulih). FYI, buku Pulih ini merupakan antologi kisah nyata dari ke-25 penulisnya yang tergabung dalam komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN).

Siapa yang sudah pernah membaca buku Pulih?

Buku Pulih, bukan buku antologi biasa

Dahulu, ada yang pernah mengatakan kepada saya, bahwa Pulih ini bukan buku antologi biasa. Awalnya saya enggak terlalu paham apa maksudnya. Namun, setelah menamatkan buku ini saya jadi mengerti.

Pertama, saya ingin bilang respect kepada para penulis buku antologi ini, telah berani membuka kembali kenangan masa lalunya yang mungkin kurang mengenakkan. Tak mudah lho mengingat hal-hal yang bikin sedih, apalagi menuliskannya.

Saya pribadi aja, terus terang enggak nyaman gitu kalau harus menulis sesuatu yang ingin benar-benar saya lupakan. Khawatir malah jadi sedih atau marah kepada diri sendiri (lagi).

Nah, makanya, pada saat proses penulisan buku Pulih ini para penulisnya tidak dibiarkan sendirian. Ada oleh konselor dari Ruang Pulih yang mendampingi mereka.

Buku Pulih karya 25 penulis member IIDN.

Ruang Pulih merupakan sebuah grup support untuk edukasi dan konsultasi psikologi, khususnya untuk perempuan dan anak-anak. Visi Ruang Pulih adalah menjadi mitra dan solusi pemulihan, pelatihan, dan pengembangan diri untuk mereka yang punya problem kesehatan mental.

Masalah kesehatan mental ini memang kerap disepelekan dalam komunitas (masyarakat) karena tidak terlihat wujudnya. Padahal, kesehatan mental tak jarang mempengaruhi kesehatan fisik.

Itulah sebabnya, bagi yang sedang merasa sedih dan cemas berlebihan, galau, hampa, tidak punya minat melakukan aktivitas apapun, malas makan, suasana hati sering berubah secara ekstrem, dll setelah ketrgigger peristiwa tertentu, saran saya jangan dipendam sendirian. Ayo cari bantuan.

InsyaAllah, nanti bisa seperti para penulis buku antologi Pulih ini, pulih.

Makna “pulih” di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kembali (baik, sehat) sebagai semula; sembuh atau baik kembali (tentang luka, sakit, kesehatan); menjadi baik (baru) lagi.

Menulis untuk terapi self healing

Biasanya, orang yang terluka akan melakukan berbagai hal untuk mengompensasi kesedihannya. Ada yang menangis, ada yang menceritakan problemnya kepada orang lain, ada pula yang ekstrem melakukan tindakan menyakiti diri sendiri saking depresinya.

Namun, karena para penulis buku Pulih yang juga warga IIDN sudah terbiasa menulis, baik di buku diary, blog, atau sekadar status di medsos, maka proses pemulihannya diarahkan dengan terapi menulis.

Dari membaca buku ini, saya mengetahui, sebenarnya beberapa penulis juga ada yang merasa berat untuk menceritakan kembali kisah mereka. Namun, dengan dukungan dari grup support Ruang Pulih, mereka kemudian memberanikan diri menulis pengalaman pahit mereka di masa lampau untuk self healing.

Menceritakan hal ini cukup sulit bagiku, rasa sakit yang mendalam bercampur dengan rasa malu menjadi satu sehingga tidak mudah berbagi ini semua. Mungkin sebagian akan berpendapat kalau aku anak tidak tahu terima kasih, anak durhaka karena membenci keluarga sendiri atau malah sebagian kalian akan merasakan penderitaan yang aku rasakan? Entahlah, yang jelas akhirnya aku memberanikan diri menulis ini semua.” (Imawati A. Wardhani, halaman 189)

Menuliskan masalah bisa menjadi terapi self healing.

Kegiatan menulis ini sesungguhnya juga dapat mengeluarkan pikiran-pikiran negatif kita, seolah kita berbicara dengan diri sendiri, namun berbentuk tulisan. Kegiatan terapi semacam ini cocok untuk mereka yang kesulitan menyampaikan masalahnya secara lisan.

Sesekali coba deh. Kalau teman-teman merasa sedang sedih atau marah, tulis perasaan itu. Biasanya sih akan cukup bikin lega.

Menulis menjadi caraku bertahan hidup.” (Yuli Arinta Dewi, halaman 132)

Nah, para penulis buku Pulih ini pun melakukan proses yang mirip seperti itu. Namun, mereka didampingi profesional dari Ruang Pulih, supaya bisa membuka diri sekaligus mengikhlaskan kejadian yang pernah membuat mereka pernah merasa berada di titik terbawah.

Sampai akhirnya tulisan para penulis dibukukan menjadi buku antologi Pulih.

Tentang buku antologi Pulih

Berikut adalah informasi dan mini review buku Pulih

Informasi buku
  • Judul: Pulih
  • Penulis: Innaistantina, dkk.
  • Penyunting: Fitria Rahma
  • Desain Cover: Wonderland Publisher
  • Penata Letak: Wonderland Publisher
  • Tebal: 292 halaman
  • ISBN: 978-623-7841-76-0
  • Cetakan Kedua, November 2020
Mini review buku Pulih

Ada 25 cerita dalam buku ini. Hampir semuanya menceritakan mengenai masalah mental yang dihadapi ketika ada masalah, lalu menceritakan bagaimana caranya penulis keluar dari masalah tersebut, memaafkan, bahkan melupakannya.

Penyebab masalah kesehatan mental yang dialami pun beragam. Ada yang karena faktor ekonomi, faktor baby blues setelah memiliki anak, faktor lingkungan kerja yang toxic, kehilangan orang yang disayangi, kegagalan pernikahan, trauma masa kecil yang berhubungan dengan orang tua, dll.

Kehilangan orang tercinta tentu sangat menyakitkan. Tak jarang beberapa orang menjadi gila, sedangkan beberapa yang lainnya, mendadak sakit berkepanjangan. Semua karena satu kata, kehilangan.” (Hana Aina, halaman 60).

Menikah itu seperti memilih kucing dalam karung. Itu nasihat yang selalu disampaikan ayah sejak aku mulai berpacaran. Mungkin nasihat itu disampaikan karena khawatir kehilangan diriku yang mulai berpacaran. Apalagi dengan pria yang tidak terlalu disetujui ayah-ibu. Apa ada maksud lain?” (de Laras, halaman 213).

Aku bukanlah anak yang lahir dengan kesempurnaa. Aku memiliki banyak kekurangan. Namun, orang tuaku selalu berusaha menutupi kekuranganku dengan caranya. Apakah itu salah?” (Yunita Suryani, halaman 267).

Ketiga problem di atas adalah beberapa contoh yang membuat para penulis pernah merasakan kesedihan luar biasa.

Dalam buku ini, para penulis kemudian menceritakan bagaimana caranya masing-masing untuk lari dari masalahnya. Bahkan ada yang tak bertindak apapun, hanya memendam perasaannya dalam waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya ketemu profesional yang membimbing mereka.

Setiap orang memiliki masalah masing-masing. Perbedaan terletak pada bagaimana menyikapinya.

Membaca buku ini membuat saya menyadari bahwa kadang masalah yang menurut kita sepele (mungkin karena doktrin dalam masyarakat juga), ternyata problem besar untuk orang lain. Jalan pikiran orang-orang dan bagaimana cara mereka bersikap bisa sangat berbeda satu sama lain.

Lalu, setiap penulis di ending cerita-nya membeberkan bagaimana penyelesaian masalah yang dianggap mampu membuat mereka merasa bisa pulih seperti dulu. Bagaimana mereka bisa move on, melanjutkan hidup.

Beberapa pesan dari pendamping, saya nyebutnya “kata-kata mutiara” menjadi penutup sekaligus menyimpulkan setiap cerita.

Trauma bukanlah kesalahan kita, tetapi memaafkan, menerima, mencintai, dan berterima kasih pada diri untuk terus pulih dari trauma adalah tanggung jawab dan keajaiban hidup yang bisa kita ciptakan.” (IMH, Catatan Pulih, halaman 108).

Di dalam kehidupan, banyak hal yang tidak akan sesuai dengan kita. Hal yang dapat kita lakukan adalah berdamai dengan keadaan dan belajar mengerti sudut pandang orang lain.” (IMH, Catatan Pulih, halaman 170).

Kita dapat memilih sikap kita saat seseorang bertindak tidak adil pada kita untuk bahagia. Itulah wilayah kita untuk pulih. Setelah memilih, sadari, dan mampukan diri untuk berjalan dengan segala resikonya.” (IMH, Catatan Pulih, halaman 228).

Itulah beberapa kata-kata mutiara yang menjadi kesimpulan, sekaligus pesan memotivasi yang ditulis dalam buku Pulih.

Oh iya, tidak semua cerita luka ditulis secara blak-blak’an ya di buku ini. Ada pula yang menulis dengan perumpamaan-perumpamaan, mungkin untuk menjaga hati orang-orang tertentu di masa lampau.

Meski demikian, tentu saja tak mengurangi esensi yang disampaikan supaya bisa pembaca ambil hikmahnya.

Itu sih kira-kira yang diceritakan dalam buku antologi Pulih ini.

Adakah yang ingin membaca buku Pulih ini juga? Nah, dalam rangka ulang tahun kesebelas komunitas IIDN, saya diberi kesempatan untuk membagikan 2 buah buku Pulih kepada 2 orang yang beruntung.

Yuk, ikutan Giveaway berhadiah buku Pulih.

Giveaway buku Pulih

Berikut adalah syarat dan ketentuan Giveaway buku antologi Pulih

  • Giveaway ini berlangsung tanggal 1-14 Juni 2021. Pengumuman pemenang tanggal 17 Juni 2021 (Revisi: 20 Juni 2021).
  • Peserta memiliki alamat di Indonesia untuk pengiriman hadiah.
  • Wajib follow akun IG @ibuibudoyannulis dan akun IG saya  @april.hamsa .
  • Share postingan Giveaway ini di Facebook atau Twitter-mu (akun Facebook/ Twitter tidak di-privat, pilih salah satu). Beri tagar #SebelasTahunIIDN dan #GiveawayBuku. Nanti berikan nama akun Facebook/ Twitter yang dipakai share postingan-nya di kolom komentar ya.
  • Kemudian, jawab juga pertanyaan ini: Bagaimana anda berdamai dengan diri sendiri setelah mengalami kejadian yang mungkin kurang mengenakkan di masa lalu?” Tulis jawabannya di kolom komentar postingan ini ya. Jawabannya tidak ada benar atau salah, hanya ingin tahu pendapat berdasarkan pengalaman teman-teman semua 🙂 .
  • Tulis jawaban dengan format persis seperti ini:

  • Akan ada 2 pemenang terpilih yang akan mendapatkan hadiah masing-masing 1 buku Pulih dan pulsa Rp. 50 ribu.

Bagaimana? Gampang kan cara ikutan Giveaway buku Pulih ini? Saya tunggu partisipasinya yaaa. Semoga beruntung mendapatkan buku antologi Pulih ini dan pulsanya 🙂 .

April Hamsa