Bullying pada anak. Hiks. Pada mulanya, saya mengira bullying hanya ada di sinetron-sinetron di televisi yang saya anggap lebay aja. Sampai pada suatu hari, seorang teman bercerita kepada saya bahwa anaknya mengalami bullying di sekolah.
“Anakku ditendang dadanya sama temannya,” begitu cerita teman saya itu.
“Jengkelnya, saat ditanya, gurunya bilang tidak tahu menahu,” lanjutnya.
“Lalu, apa yang kamu lakukan?” tanya saya.
“Aku datang ke sekolah. Bicara sama guru-guru di sekolahnya. Supaya kejadian tersebut enggak terulang lagi ke anakku atau dialami oleh anak lain,” jawabnya.
“Kalau aku di posisimu, mungkin aku udah mindahin anakku kali. Trus, ketemu si anak yang bully anakmu, enggak? Hiiihhh, aku kalau ketemu mungkin udah takpites itu anak,” respon saya emosi.
“Semua orang yang melihatku masuk ke ruang kepala sekolah juga mengira aku bakalan marah-marah. Tapi, yang kayak gitu enggak akan menyelesaikan masalah,” jawab teman saya bijak.
Memang saat itu yang dilakukan oleh teman saya, “cuma” meminta kepada pihak sekolah supaya kejadian tersebut enggak sampai terulang lagi. Teman saya juga menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah untuk menangani si pembully dengan cara yang paling baik. Sebab, bagaimanapun juga si anak pembully ini usianya masih belia, sama seperti anaknya.
Cara teman saya dalam menyikapi peristiwa bullying pada anaknya itu menyadarkan saya bahwa untuk memutuskan rantai bullying memang sebaiknya kita memakai akal yang sehat. Jangan grusa-grusu terbawa emosi. Apalagi, kalau pelakunya masih anak-anak. Kalau kita balas si pembully dengan hukuman yang menyakitkan juga, lalu apa bedanya kelakuan kita dengannya?
Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan bullying itu?
Perbuatan yang termasuk dalam kategori bullying antara lain:
- Perbuatan yang menggunakan pengaruh atau kekuatan superior untuk mengintimidasi orang lain agar melakukan atau memberikan apa yang dia inginkan.
- Perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja, dengan melibatkan kekuatan yang tidak seimbang, terjadi berulang kali atau berpotensi untuk berulang.
Itulah definisi bullying, sesuai dengan pemaparan Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi (Mbak Vera). Mbak Vera adalah seorang Pakar Psikologi Anak dan Remaja yang menjadi salah satu narasumber dalam acara “Smart Mom, Protect Your Family’s Smile” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Sinarmas MSIG Life.
Mbak Vera saat menjelaskan tentang mengapa bullying terjadi.
Bullying adalah tema lain dalam acara yang diselenggarakan di JSC Hive Coworking Space pada tanggal 9 September lalu. Yup, tulisan mengenai bullying ini adalah artikel kedua yang saya janjikan saat saya membahas tulisan mengenai keuangan kemarin, ya, teman-teman.
Kembali ke masalah bullying, menurut Mbak Vera ada empat macam bullying, yakni antara lain:
Bullying Fisik
Seperti memukul atau menendang, seperti yang dialami oleh anak teman saya tadi.
Bullying Verbal
Misalnya, mengolok-olok dengan memanggil, “Hei, Kribo” karena rambutnya yang kriwil-kriwil atau “Hei, Item” karena kulitnya lebih gelap.
Bullying Relasional
Ini dulu sering terjadi zaman saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Teman-teman di sekolah suka memangggil seseorang dengan nama bapaknya. Masih inget enggak?
Cyber Bullying
Konon katanya, ini yang paling kejam di antara semua bullying. Sebab, semua orang melalui dunia maya bisa dengan mudahnya membully seseorang. Meski demikian, efeknya bisa sampai ke dunia nyata, lho. Teman-teman pernah mendengar kasus ada anak yang bunuh diri gara-gara cyber bullying, bukan?
Mbak Vera, juga menginformasikan kepada kami yang hadir, bahwa salah satu tempat kejadian bullying adalah di sekolah. Sebagaimana yang dialami oleh anak teman yang saya ceritakan tadi. Anaknya mengalami bullying di sekolah. Pelakunya adalah teman satu sekolahnya. Berikut data-data terkait fakta tersebut:
Sayangnya, kalau berdasarkan cerita teman saya atau dari artikel-artikel tentang bullying di beberapa media, seringnya pihak sekolah seolah-olah menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. Ya, enggak semua sekolah begitu, sih. Tapi, tetap aja masih ada pihak sekolah yang seperti itu. Paragraf yang ini IMHO ya…
Kembali ke pemaparan dari Mbak Vera, sebagai orang tua, terkait dengan bullying, sebaiknya kita menekankan dua hal berikut kepada anak-anak kita:
Bullying is bad.
Tentu saja, sebab menyakiti orang lain.
Bullying has a dangerous effect.
Banyak akibat buruk dari bullying, seperti: membuat anak takut ke sekolah, berhenti sekolah, membuat anak merasa harga dirinya buruk, membuat anak menyakiti dirinya sendiri (self harma), sampai bunuh diri 🙁 .
Mumpung usia anak-anak masih belia, sebaiknya kita mengajari anak-anak mengenai kebaikan dan menanamkan bahwa bullying itu adalah hal yang sangat buruk.
Siapa saja yang bisa terlibat dalam peristiwa bullying?
Menurut Mbak Vera, ada tiga peran yang terlibat dalam bullying, yaitu korban, pelaku, dan saksi. Seandainya (ini “seandainya” yaaaa, amit-amit semoga enggak pernah menimpa anak-anak kita, aamiin!) anak kita terlibat dalam bullying, apa yang mesti kita lakukan as a parents?
Korban
Beberapa slide tentang “korban” dari Mbak Vera:
Jika anak menjadi korban, maka berikut adalah hal-hal yang sebaiknya kita lakukan:
- Dengarkan anak. Seringkali anak enggak mau bercerita kepada orang tuanya karena orang tuanya jarang mau mengetahui apa saja aktivitas anaknya. Orang tuanya terlalu sibuk dengan aktivitasnya, sehingga anak tidak memiliki orang yang bisa dicurhatin.
- Sadari emosi sendiri. Pasti sebagai orang tua kita merasa marah ketika anak kita menjadi korban. Tapi, tetap berpikir dengan tenang.
- Fokus pada emosi anak, bukan emosi orang tua, Sebagai orang tua harus lebih bijaksana lagi melihat kondisinya. Tidak membabi buta membela si anak dan menyalahkan si pembully, namun lebih mencari solusi untuk anak.
- Apresiasi dan tujukkan bahwa kita memahami perasaan anak. Ajak anak bicara mengenai perasaannya, apa yang anak inginkan, beri apresiasi karena anak sudah mau menceritakan kondisinya kepada kita, orang tuanya. Tunjukkan bahwa kita selalu siap membantu anak.
- Hindari meremehkan/ menyalahkannya. Sebaiknya orang tua enggak menyalahkan anak atas peristiwa bullying yang dialaminya, seperti mengatakan, “Kamu sih anak lemah, enggak berani melawan!” Hal tersebut akan membuat anak menjadi makin tertekan.
- Buat anak masih merasa dicintai dan dihargai di rumah. Supaya anak tahu bahwa dia aman di rumah. Rumah dan keuarga adalah tempatnya kembali meminta pertolongan.
- Fokus kepada bagaimana kita dan sekolah bekerja sama mengehantikan bullying. Hal ini penting supaya rantai bullying benar-benar terputus.
Lalu, bagaimana cara kita membantu si anak supaya dia enggak trauma dengan kejadian bullying yang telah menimpanya? Berikut adalah beberapa cara membantu anak yang disarankan oleh Mbak Vera:
- Diskusi dengan anak apa yang dapat dia lakukan untuk menghentikan/ menghindari bullying. Hal seperti ini juga akan mengajarkan kepada anak untuk mandiri menemukan cara pada saat mengalam situasi serupa.
- Ajarkan anak bagaimana cara mempertahankan diri. Tujuannya supaya anak bisa membela dirinya sendiri saat dibully. Mengajari anak bela diri, cara beragumentasi, dan lain-lain saat menghadapi pembully enggak ada salahnya, sih.
- Practice makes perfect. Antara orang tua dan anak bisa bermain peran menjadi pembully dan korban bullying. Jadi, saat anak mengalami situasi dibully orang lain, anak sudah tahu apa yang harusnya dia lakukan.
- Tingkatkan kepercayaan diri anak. Supaya anak-anak tahu bahwa mereka punya hak untuk melawan dan mencegah dirinya dibully.
- Biasakan sikap asertif di rumah. Sikap asertif adalah kemampuan anak dalam mengemukakan keinginannya dan berani mempertahankan diri dari paksaan orang lain.
Pelaku Bullying
Sebelumnya, kita sebagai orang tua harus mengetahui penyebab anak kita menjadi pelaku bullying. Apakah anak kurang perhatian dari orang tua? Apakah anak kurang komunikasi dalam keluarganya? Apakah anak mencontoh perbuatan orang lain, dan penyebab-penyebab lainnya.
Kita gali sedalam mungkin penyebabnya, lalu mengambil tindakan. Jangan, sampai kita menutup mata, membiarkan anak kita menjadi pelaku bullying. Apalagi, sampai meresahkan hidup orang lain.
Tindakan yang bisa orang tua lakukan apabila anaknya menjadi pelaku bullying adalah:
- Berusaha untuk tetap obyektif. Orang tua sebaiknya berusaha untuk menahan diri terlalu membela anaknya.
- Fokus pada fakta dari berbagai pihak. Dengarkan fakta-fakta dari korban, saksi, orang tua korban, pihak sekolah.
- Anggap serius. Kalau anak melakukan bullying kepada anak lain, berarti ya something wrong. Orang tuda tidak seharusnya menyepelekan, apalagi mengatakan, “Namanya juga anak kecil.” Bagaimanapun masalah bullying adalah hal yang sangat serius.
- Minta anak untuk minta maaf pada korban. Hal ini penting supaya anak sadar bahwa perbuatannya salah dan merugikan orang lain.
- Lihat apakah anak juga korban di rumah. Bisa jadi anak itu juga mengalami bullying di rumah, entah oelh orang tua atau saudara. Sehingga, kemudian si anak membalas dendam kepada orang lain yang dinilainya lebih lemah darinya.
- Ambil tindakan korektif. Setelah mengetahui penyebab si anak melakukan bullying, maka sebaiknya orang tua mengambil tindakan. Misalnya memperbaiki komunikasi dengan anak atau membawa anak ke ahli (psikolog) yang bisa membantunya mengatasi perilakunya tersebut.
Orang tua harus lebih erat memeluk dan mendampingi anak-anaknya. Sebaiknya, bantu anak untuk berubah, caranya:
- Terapkan disiplin positif di rumah. Orang tua boleh kok “menghukum” anak, tapi dengan tindakan disiplin positif. Disiplin positif itu adalah menghukum tapi tidak memakai tindak kekerasan, melainkan lebih ke arah memberitahu anak ada konsekunsi dari tindakan yang mereka lakukan.
- Lebih banyak waktu bersama. Luangkan waktu yang berkualitas dengan anak. Jangan ada di rumah terus tapi ortu enggak memperhatikan anak (pegang gadget, sibuk memindahkan pekerjaan kantor ke rumah, dll).
- Awasi pergaulan anak. Sebaiknya kita mengetahui dengan siapa anak kita berteman dan bergaul. Bila perlu kenali juga teman-teman dan orang tua teman-teman anak kita.
- Kenali dan kembangkan kelebihan anak. Gali potensi dan bakat anak, dorong anak mengembangkannya.
- Hargai kemajuan kecil. Saat anak sudah berubah, berilah apresiasi, sekecil apapun perubahan sikap tersebut.
- Kurangi acara/ video games yang mengandung kekerasan. Kemungkinan anak-anak mencontoh tindak kekerasan dari menonton acara televisi atau bermain video games. Sebaiknya orang tua tegas meminta anak mengurangi bahkan tidak melakukan aktivitas/ menonton tayangan semacam itu.
- Beri contoh bagaimana mengendalikan emosi. Anak berperilaku kasar bisa jadi mencontoh perilaku orang tua. Maka sebaiknya orang tua juga mulai introspeksi diri bagaimana cara mengendalikan emosi dan memberikan contoh positif kepada anak.
Saksi
Satu lagi yang terlibat dalam bullying biasanya adalah saksi. Seringkali bullying terjadi di depan banyak orang, namun orang-orang yang menonton diam saja, pura-pura enggak tahu.
Nah, jika anak kita adalah saksi, sebaiknya sebagai orang tua kita melakukan hal-hal berikut ini:
- Diskusikan dengan serius apa dampak dari bullying.
- Bantu anak menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya untuk menghentikan bullying.
- Diskusikan apa saja yang bisa dilakukan oleh anak kita untuk membantu.
Harapannya, jika anak kita enggak diam menonton maka bullying bisa dicegah.
Proteksi terhadap bullying
Tempat yang seharusnya mampu mencegah terjadinya bullying adalah rumah. Dalam rumah, sebaiknya kuatkan hal-hal berikut:
- Manajemen emosi: Bagaimana orang tua juga memberi contoh kepada anak mengenai pengelolaan emosi dalam diri ketika menghadapi suatu masalah.
- Penerapan pola asuh: Pola asuh seperti apa yang diterapkan oleh orang tua? Untuk menghindari bullying sebaiknya ya jangan pakai kekerasan.
- Empati: Orang tua mengajari anak berempati kepada orang lain.
- Penyelesaian konflik: Orang tua mengajari anak upaya menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.
- Sikap asertif: Orang tua mengajari anak bagaimana cara mengkomunikasikan dan menyampaikan keinginanya.
- Bangun pertemanan: Pertemanan antara orang tua dengan anak, mengajari anak berteman dengan lingkungan sekitar.
Kalau kesimpulan saya saat mengikuti talkshow tentang bullying ini, emang dasar terkuat supaya anak enggak terlibat bullying ya emang sebaiknya dari rumah, dari keluarga. Bagaimana orang tua benar-benar mengajarkan kepada anaknya bahwa bullying itu buruk.
Semoga saja, kita bisa menjadi orang tua yang berhasil menanamkan nilai-nilai pertemanan dan berhasil memberikan pemahaman bahwa kekerasan/ bullying itu buruk kepada anak-anak kita, ya teman-teman…
April Hamsa
Pengalamanku waktu dulu kecil dibully sama teman kelas, aku diam dan gak lapor ke orang tua. Lebih memilih menyelesaikan sendiri, bisa dengan diam, sabar atau ya udah hajar.
Waktu kecil dlu aku pernah diejek ‘cina’ mba. Malah lebih sadis lagi pernah juga dibilang ‘cimis alias cina miskin’ … Untungnya aku tipikal anak yg cuek saat itu. Jadi ejekan mereka ga begitu berpengaruh terhadap fokus aku dlm belajar. Tapiiii … Walau pun nampak cuek, sebenarnya tetap tersimpan kok dlm memori. Buktinya smpe hari ini aku masih ingat. Jadi sekecil apa pun tindak bully yg diterima seseorang akan tetap membekas dihati dan ingatannya sampai kapan pun.
Duh..baca ini jadi inget mass lalu jadi korban verbal bullying, dan itu teringat sampai sekarang lhoh Mbak April hiiks.
Pembulian, baik ke anak-anak ataupun orang dewasa, pasti meninggalkan luka. Walaupun telah lama berlalu, tapi pasti masih ada. Semoga kita dijauhkan dari menjadi korban bully ataupun pembully tersebut ya mbak.. ^^
Walau gak parah banget, aku juga “produk” siswa yang pernah dirundung sama temen. Gak sampe ke fisik, tapi biasanya dengan omongan verbal, dari yang paling sederhana, manggil bukan nama, tapi ciri fisik, “hei botak” atau “hei si kacamata.”
Cuma inget satu momen, tahu sama dia sekelas dan dia mau nyontek PR aku bilangin, “kamu yang dulu manggil aku kacamata kan?” dia sambil ketawa minta maaf. *kejadiannya pas MOS dan belum pembagian kelas saat itu.
Sayangnya, di eskul, gantian aku yang ngebully anak orang. Ini karena ekskulnya keras (Paskibra) dan jabatanku sebagai ketua angkatan, nemu adik tingkat yang ngeyel aku jadi emosi (karena kalo dia gak beres aku sebagai ketua mesti disalahin).
Sekarang nyesel, dan sepakat kalo bully itu bahaya banget.
Bulliying memang sangat menyesakan. apalagi jika terjadi pada keluarga kita.
makasih mbak april atas ulasannya
Semakin marak tentang bullying saya jadi mikir ‘apakah dulu saya pernah melakukan? Sengaja atau tak disengaja’ karena bullying ternyata juga bisa berbentuk ejekan, apalagi pas SD kalau main ya main aja, becanda fisik ya becanda aja, yang jelas Beruntung banget waktu kecil saya bahagia deh, Hehehe
aku korban bulying pas SMP dan SMA, verbal dibilang kurus lah, kaki lidi lah, dll. ada satu anak yang aq inget banget sampai kalo lihat ada dia, aq pilih menghindar. setelah nikah dan hamil baru deh udah ga ada yang bilang aku kurus lagi, hehe. tapi malah anakku yang jadi korban cyber bulying. ia anakku ga baca dan belum bisa baca, yg baca aku =(di status tersebut pun aq juga dibully, tambah diperparah oleh komen teman-teman ybs. apa yang terjadi? aku marah, nangis, japri ybs dan menanyakan langsung maksudnya apa? meski terucap kata maaf, tapi kejadian itu ga bisa kulupa. sampai sekarang aku trauma dan makanya jadi malas balik ke Depok lagi, huaa malah curcol
Anakku yang gede kena bully..dan ini berulang kali, Mbak..rasanya nyesek sekali. Sudah ke sekolah, dll. Ada tindakan, tapi temannya malah kesal jadi dia nggak punya banyak teman. Dilema jadinya
Semoga anak-anak kita terhindar dari bullying di sekolah maupun di lingkungan rumah
Aku suka banget baca tulisan Mbak April, imbang. Bukan hanya membahas korban tapi juga pelakunya. Kadang aku sedih, aku enggak setuju dengan bullying, tapi aku juga kasihan sama pelaku yang masih di bawah umur. Kadang mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka lakukan itu. Mereka mencontoh dari lingkungan sekitar.
Sedih ketika pelaku bullying adalah orang dewasa yang seharusnya memberikan contoh yang baik.
Saya dulu kalau dibully diam aja, gak cerita ke ortu, gak ngelawan..eh sekali-sekali ngelawan sih. Tapi lebih banyak diamnya 😀
Benar dibilang mbak Vera kalau kita jangan terfokus sama korban bully saja tapi korban dan pelaku harus sama-sama mendapatkan perhatian.
Jadi inget anakku jg pernah ngalamin wkr jd murid baru. Alhamdulillah cuman bentar krn anknya terbuka mau ngomong.. Akhirnya aku komunikasikan yerus sama wali kelasnya setiap perkembangan kasus bulying ini 🙂
Bullying verbal itu yg banyak dianggap lucu2an. Dulu jaman2 SD dipanggil pakai nama ortu…uh! Semoga budaya ini gak lagi terulang di era kini. Tapi…sekarang kebanyakn main fisik, jahatnyaaa
video yang isinya kekerasan ini lho bahaya. Anakku lagi asik nonton video kartun yang ku pikir aman ternyata isinya ada tabrakan, pukul-pukulan, dsb. Kudu lebih selektif memilih tontonan.
oh ini yang mbak bilang seminar mengenai bullying ya…yang mbak tulis komentar ….menarik, saya sudah baca….
Bullying ini benar-benar efeknya luar biasa, saya salah satu korban bully pada saat duduk di bangku SD tapi syukurnya kondisi saya saat itu cepat diketahui oleh orangtua saya yang perlahan membangkitkan percaya diri saya dan nggak gampang di Bully lagi 🙂
Yah, sering banget lah mbak, aku jadi bahan bullying temen SMP, sekarang udah SMA, sepertinya temen-temen yang edisi kali ini tobat-tobat yah, hehehehe
Kalau pelakunya msh dibawah umur memang harusnya ada pembinaan ya mbak. Bener tuh orang tua jg harus mawas diri. Kebanyakan kan fokus kl terjadi bully korban, tapi pelaku juga harus diberi efek jera. At least kl mereka msh dibwh umur msh bisa dibina hingga masa depan mereka pun akan jd lebih baik.
Bulliying skrg makin marak ya mba. Memang penting bgt nih peran ortu utk menyiapkan anak supaya bs melawan bulliying. Ah, semiga anak2 kita terhindar dr bully dehn aamiin
Heu. Bully verbal sering banget aku dapatkan waktu SMA. Kalo bully relasional itu SD-SMP. Cyber bullying emang kalo dilihat sekarang ya paling parah sih. Sulit banget juga buat ngontrolnya. Sebab terlalu bebas. Dan bisa banget pakai identitas palsu. Heu. Semoga setelah banyaknya seminar pemahaman bullying ada di masyarakat, semua lini bisa lebih paham mengatasi dan untuk tidak melakukannya lagi. Aamiin.
Anakku pun setelah diselidiki ternyata korban bully, syukurnya bercerita sama orang tuanya. Lalu kita kasih tau caranya biar enggak dibully lagi sama temannya. Caranya ketawain aja, biar diam. 🙂
Aku masih ingat teman SMP-ku waktu kelas 1 smp dy lumayan dekat denganku tiba-tiba saat kelas 3 karena kami berpisah aku dengar kabar buruk temanku mengalami depresi parah bahkan bisa dikatakan sudah hilang akal sehatnya waktu aku tengok kerumahnya begitulah pandangannya kosong dan meracau tidak jelas. Apa yang menyebabkan dia yang pendiam menjadi seperti itu?akibat di kelasnya di bully “dia anak tukang becak” sebagai teman saat menengok saya nangis miris rasanya temanku yang ga neko-nekp, temanku yang rajin, temanku yang lumayan pandai dia harus berhenti sekolah karena tak kuasa menahan bully verbal.
Orangtuanya memang tak punya mungkin jaman dulu belum semarak ini pemahaman bahayanya bullying. Masa depan temanku hancur gara-gara itu. Makanya bullying seperti ini memang perlu edukasi dan disebarkan melalui talkshow, seminar atau lainnya agar semuanya aware kondisi anak berbeda satu sama lain y mba ada yang bisa kuat menerima ada yang akhirnya seperti temanku itu. semoga tidak ada kejadian yang seperti menimpa temanku
Aku korban bullying mba ^^. Waktu TK pernah dicubit berkali-kali sama temen satu TK, kadang aku diusir kalo lagi main sesuatu, tapi yang paling parah itu pas dia cubit berkali-kali di tempat yang sama. Aku cuma bisa diem dan nangis ^^a karena gak tau harus ngapain, gak ada yang bisa dipercaya juga. Aku anaknya emang diem dan gak gampang bersosialisasi. Efek mungkin ada sampai dewasa pun aku tetap gak bisa bersosialisasi. Selalu takut, tapi yaa setiap orang punya kekurangan. Mungkin ini kekuranganku, dan in shaa allah ketika anak aku dihadapkan kasus yang sama kaya aku dulu, in shaa allah aku bisa bantu dia. Seenggaknya, cukup aku saja ^^
bullying memang terasa menyakitkan pada korbannya, namun untuk menyikapinya jangan dibalas dengan dibully juga, cukup senyumin biar nyadar bahwa yang dilakukan nya tidak pantas
Whaa bullying verbal dan relasional sering banget jaman sekolah dulu aku jumpai. Stop deh bullying, mulai sejak ini yuk kita tanamkan ke anak2 rasa menyayangi dan menghargai sesama.
anakku pernah mengalami bullying tapi dalam bentuk perlakuan berbeda dari teman-temannya hanya karena dia sendiri yang tidak naksir ama anak cowok. ya iyalah lah secara anakku masuknya pas usianya 2 tahun lebih muda dari yang lain. tapi ya gitu deh… anak2 nggak lihat umur kalo nge bully liatnya teman sekelas aja