Tahukah teman-teman, bahwa membentuk daya tanggap yang lengkap pada anak saat mereka berusia dini itu penting? Hmmm, daya tanggap yang lengkap itu apa ya? Ada yang tahu atau masih ingat? Soalnya beberapa waktu lalu saya pernah membahas tentang daya tanggap yang lengkap itu di artikel ini Cara Mendidik Anak Agar Punya Daya Tanggap Lengkap (klik) dan  Pentingnya Nutrisi Otak untuk Perkembangan Kognitif Anak (klik).

Saya bahas sekilas lagi tentang daya tanggap yang lengkap ini ya? Daya tanggap yang lengkap ini adalah perkembangan anak yang meliputi:

  • Cepat Tanggap

Kemampuan si kecil belajar menggunakan otak kiri dan otak kanan.

  • Rasa Peduli

Kemampuan si kecil mengekspresikan emosi dengan baik.

  • Tanggap Bersosialisasi

Kemampuan si kecil menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan baik.

Jadi, teman-teman, terutama yang sudah jadi orang tua, sebaiknya jangan hanya mengedepankan kecerdasan anak dalam bidang akademik saja, saat mendidiknya. Kita juga harus memastikan anak-anak kita tumbuh jadi orang yang hangat, baik ke semua orang, peduli pada lingkungannya, dll.

Sangat penting buat anak untuk memiliki daya tanggap yang lengkap.

Alasan mengapa anak harus memiliki daya tanggap yang lengkap

Sebelum saya bercerita banyak mengenai cara mendidik anak usia dini supaya bisa membentuk daya tanggap yang lengkap (tentu saja sesuai pengalaman saya), saya mau bercerita tentang kisah Si A dan Si B berikut:

Ini adalah contoh kecerdasan emosional anak. Suatu ketika ada dua anak kecil, Si A dan Si B bermain bersama di playground umum di taman. Ketika Si A ingin memakai ayunan, Si B enggak mengizinkan. Si B kemudian mendorong Si A, sampai Si A terjatuh dan menangis. Nah, sebenarnya Si B ini enggak bermaksud jahat pada Si A. Si B belum ngerti kalau perbuatannya salah. Si B hanya berusaha mengatakan agar Si A jangan main ayunan, soalnya dia mau pakai ayunannya duluan.

Di sinilah peran orang tua I B sangat dibutuhkan. Si B mau dibiarkan begitu dengan dalih, “Ah, namanya juga anak kecil” atau Si B diberikan pemahaman bahwa perbuatannya itu enggak baik? Kalau teman-teman pilih option yang mana? Pastinya yang kedua bukan? Soalnya, sebagai orang tua pasti kita ingin anak-anak kita memiliki karakter yang baik. Kita ingin anak paham cara mengontrol emosi bukan? Soalnya karakter baik ini adalah bekal yang berguna buat kehidupan sosial si anak sampai dia dewasa, kelak.

Andai orang tua Si B tetap keukeuh dengan pendapatnya, “Ah, maklum aja lha, namanya juga anak kecil”, maka Si B ini akan merasa bahwa perbuatannya itu dibenarkan oleh orang tuanya. Bahayanya, kebiasaan tersebut akan terbawa sampai besar bahkan bisa membentuk karakter negatif Si B. Soalnya, anak-anak adalah peniru ulung. Mereka sudah bisa melakukan hal-hal baik atau buruk karena mencontoh orang tua dan lingkungannya.

Dema saat bermain di playground dengan teman-temannya.

Kalau pengalaman saya sebagai ibu, saya berusaha agar anak-anak bisa menjadi pribadi yang memiliki karakter positif. Khususnya buat ngajarin Dema (3 yo). Sebenarnya, Dema ini anaknya punya karakter keras. Kalau menginginkan sesuatu dia akan berusaha sampai dapat. Namun, kalau sudah main di playgroud umum, saya selalu tekankan bahwa mainan di sana adalah milik semua anak. Jadi, harus main bergantian.

Alhamdulillah sih, Si Dema bisa mengerti. Jadi, Dema hampir enggak pernah berebut mainan dengan teman-teman yang dia jumpai di tempat bermain yang terbuka untuk umum. Paling banter kalau ada anak yang ngejahilin Dema, dia langsung lari ke saya. Kalau sudah begitu, saya biasanya mengatakan kepada Dema bahwa temannya itu belum tahu berbagi. Soalnya masih kecil. Lalu, saya memuji Dema dan mengatakan bahwa Dema pinter karena sudah tahu kapan harus berbagi mainan dengan anak lain. Apalagi jika mainan itu bukan milik Dema, melainkan milik bersama. Kemudian, biasanya saya antar Dema kembali ke playground dan memilih mainan lain saja.

Tentu saja akan beda kasusnya kalau misalnya saya langsung memarahi si anak yang ngejahilin Dema bukan? Dema akan menganggap bahwa masalah akan selesai kalau dia mengadu ke saya soal perbuatan orang lain. Namun, saya lebih memilih untuk mengajarinya cara mengontrol emosi.

Bagaimana cara membentuk daya tanggap yang lengkap?

Sebagai orang tua, tentu saja kita mau donk anak kita punya daya tanggap yang lengkap. Cara membentuk daya tanggap yang lengkap bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • Agar anak cepat tanggap

Tentu saja kita bisa melakukan stimulasi-stimulasi dengan mengajari anak hal-hal baru dalam bidang akademik. Misalnya mengajari cara berhitung, belajar membaca, menulis. Kalau buat anak yang lebih kecil, kita bisa mengajari si anak mengambar, menyusun balok, menyebutkan nama-nama, dll. Pokoknya, memberikan stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan anak supaya dapat meningkatkan keterampilan dan kecerdasan intelektual si anak.

Jangan lupa juga, supaya otak kanan dan kiri anak bekerja dengan baik, maka sebaiknya berikan nutrisi otak yang bagus. Kalau Si Dema selama ini saya jaga betul makanannya. Jarang makan makanan junk food atau beli, lebih sering makan masakan saya sendiri. Supaya gizinya tambah lengkap, saya juga memberikan Dema asupan susu Bebelac dengan formula yang disempurnakan.

Susu Bebelac yang disempurnakan ini memiliki kandungan:

  • Minyak ikan dan Omega 6 yang lebih tinggi.
  • FOS:GOS 1:9 yang dipatenkan.
  • 13 Vitamin dan 9 Mineral.
Dema minum susu Bebelac.

Itulah sebabnya, alhamdulillah Dema tumbuh jadi anak yang sehat dan jarang sakit. Sehingga, Dema mudah distimulasi untuk kecerdasan intelektualnya.

  • Agar anak punya rasa peduli

Rasa peduli anak tuh enggak bisa muncul begitu saja, lho. Kuncinya ada pada orang tua dan lingkungan sekitarnya. Anak itu peniru ulung, jadi anak akan menirukan kebiasaan-kebiasaan kita yang berhubungan dengan rasa peduli ini. Kalau kita memberi contoh pada anak tentang bagaiamana cara mengontrol emosi, maka anak juga pasti bisa melakukannya.

Misalnya, saat di jalan kita lihat ada sampah di jalan, trus kita buang ke tong sampah yang kebetulan ada di dekat sana. Kalau anak saya melihat saya berbuat seperti itu pasti bakalan nanya, “Bunda kenapa sampahnya dibuang ke sampah?” Nah, saat anak bertanya seperti itu, maka itulah kesempatan kita menjelaskan kepada si anak bahwa kalau ada sampah harus dibuang ke sampah. Kita juga bisa sekaligus mengingatkan si anak agar membuang sampah pada tempatnya sambil menjelaskan konsekuensinya.

  • Agar anak bisa tanggap bersosialisasi

Kalau ini kayaknya sudah saya gambarkan melalui contoh Si A dan B, serta pengalaman Dema main di playground seperti yang saya jelaskan di atas ya teman-teman?

Supaya daya tanggap yang lengkap ini selalu dimiliki oleh anak

Dengan memberikan stimulasi yang tepat kepada anak anak serta Nutrisi tepat, ibu dapat mendukung si kecil agar tumbuh dengan tanggap yang lengkap. Supaya daya tanggap yang lengkap senantiasa dimiliki oleh anak-anak kita, sebaiknya kita melakukan hal-hal berikut:

  • Telaten mengajari dan mendampingi anak belajar

Anak-anak itu lebih suka diajari oleh orang tuanya sendiri, terutama ibu, lho. Jadi, usahakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan bidang/ kemampuan akademik anak, misalnya seperti belajar membaca, orang tua juga mengajari anak sendiri. Trus, kalau bisa telaten dalam mendampingi anak belajar. Singkirkan gadget-nya dulu ya mom, hehe.

  • Memberitahu nilai-nilai positif dengan tegas

Untuk memupuk rasa peduli anak, maka kita harus memperkenalkan pendidikan karakter, diantaranya nilai-nilai positif apa yang harus dimiliki oleh anak. Kalau bisa lakukan secara berulang. Soalnya yang namanya anak emang enggak bisa kalau cuma diberitahu sekali. Orang tua bisa memberlakukan hukuman apabila anak melanggar nilai-nilai positif itu. Lama-kelamaan, anak-anak akan paham dengan sendirinya mengenai mana perbuatannya yang baik atau buruk. Ini adalah salah satu cara mendidik anak yang baik.

  • Mengkondisikan lingkungan supaya satu suara

Jangan lupa pula, sebaiknya kita mengkondisikan lingkungan supaya sejalan dengan pemahaman yang ingin kita tanamkan ke anak. Misal, nih, ayah dan ibu harus satu suara. Begitu pula dengan kakek nenek, kakak, dan orang-orang di lingkungan terdekat. Jangan sampai, kita bilang “enggak boleh” ke si anak, eh, ayah atau neneknya misalnya, menyetujui perbuatan anak.

  • Konsisten

Lakukan stimulasi dan memberi contoh secara konsisten, supaya anak paham.

Itulah teman-teman sharing saya mengenai cara membentuk daya tanggap yang lengkap pada anak usia dini, sesuai pengalaman saya membesarkan anak-anak saya. Semoga sharing saya kali ini bermanfaat ya. Oh iya, kalau teman-teman masih ingin mendapatkan banyak tips tentang membesarkan anak supaya punya daya tanggap yang lengkap, teman-teman bisa membaca informasi di website ini ya (klik).

April Hamsa