Bagi sebagian parents, khususnya moms, berat badan anak sering menjadi topik sensitif untuk diobrolin. Bener enggak sih? Nah, kalau parents yang kebetulan mampir membaca postingan ini, masuk #timbaper apa #timselow nih, kalau terlibat pembahasan tentang berat badan anak? Kalau masuk #timbaper toooss dulu sama saya, haha 😛 . Saya juga sering baper kalau udah terlibat obrolan seputar berat badan anak. Soalnya, rasa-rasanya anak-anak saya tuh tumbuhnya kok ke atas (tinggi) semua ya? Tambah tinggi, makin terlihat kurus. Saya bingung, gimana ya cara menaikkan berat badan anak saya, supaya enggak terlihat kurus gitu.

Namun, belakangan, kegalauan saya tentang berat badan anak berkurang ketika mendapat pencerahan dari Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Dr. dr. Conny Tanjung, Sp.A(K) (dr. Conny). Saya bertemu dr. Conny ketika beliau menjadi salah satu narasumber di acara Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh Nutricia Danone pada 29 Januari lalu di Harlequin Bistro, Kemang, Jakarta Selatan. Selain dr. Conny, hadir pula narasumber lain yakni Psikolog Keluarga dan Anak Ajeng Raviando (Mbak Ajeng) dan pasangan publik figur, Kadhita Ayu dan Dallas Pratama.

Dalam kesempatan itu, dr. Conny menjelaskan tentang status gizi anak, mana yang sebenarnya tidak bagus, mana yang mendapat sebutan kurus hanya karena perspektif orang yang berbeda tentang berat badan ideal. Sedangkan, Mbak Ajeng memberikan beberapa tips, supaya orang tua enggak terlalu stress dengan kondisi anaknya yang mungkin “terlihat” kurus. Tak ketinggalan, pasangan Kadhita Ayu dan Dallas Pratama sharing mengenai bagaimana mereka membesarkan buah hatinya, Khal.

Berat badan anak kita sudah ideal atau belum?

Kadang ada parents yang memang mikir banget sampai stress, mempertanyakan apakah berat badan anaknya telah ideal atau belum? Di sisi lain, ada orang tua yang selow aja,Enggak pa pa anaknya kurus, yang penting kan aktif.” Mana kira-kira yang bener? Jawabannya, enggak dua-duanya.

Sebaiknya, orang tua jangan sampai stress sendiri saat merasa berat badan anaknya kurang ideal. Carilah bantuan. Sebaliknya, jangan juga terlalu santai kalau anaknya kurus, harus dicek betul, kurusnya karena apa? Apakah karena genetik atau karena memang ada masalah pada kesehatannya.

Dr. Conny dalam acara Bicara Gizi saat itu mengatakan bahwa untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal, bisa pakai pepatah Orang Jawa, “Melihat Bibit, Bebet, dan Bobot”. Maksudnya seperti ini:

  • Bibit: Melihat dari genetik, faktor keturunan.
  • Bebet: Melihat dari faktor lingkungannya, bagaimana stimulasinya, kasih sayang dari orang tuanya, pendidikan, imunisasi, dll.
  • Bobot: Pemberian nutrisi untuk anak yang sebaiknya sudah dipikirkan sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), bahkan kalau bisa sejak ibunya remaja, kemudian saat hamil, menyusui, bagaimana pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), pemberian makanan keluarga, dll.

Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Dr. dr. Conny Tanjung, Sp.A(K).

Ngomong-ngomong tentang nutrisi, mengapa sih nutrisi ini begitu penting untuk kehidupan anak? Dr. Conny mengatakan bahwa nutrisi itu punya beberapa fungsi penting, yakni:

  • Untuk menghasilkan energi yang bermanfaat buat aktivitas sehari-hari.
  • Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
  • Untuk melakukan metabolisme tubuh.
  • Untuk terapi, maksudnya sebagai upaya mencegah penyakit kronis dan ada pula untuk terapi dalam masa penyembuhan dari suatu penyakit.

Dr. Conny mengatakan bahwa kita sebaiknya enggak terlalu santai kalau memang anak kita terlihat kurus. Hal ini berhubungan sengan masalah gizi utama yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, yakni STUNTING. Apakah stunting itu? Stunting adalah suatu keadaan dimana tinggi atau panjang badan si anak berada di bawah minus 2 standar deviasi dari skala WHO, yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi atau penyakit kronis. Parahnya, Indonesia menduduki peringkat kelima dunia sebagai negara yang penduduknya stunting. Bukan prestasi yang membanggakan kan?

Stunting ini terjadinya enggak sekonyong-konyong, tapi dimulai dengan perlambatan pertumbuhan. Jadi butuh waktu untuk jadi stunting. Coba kita lihat grafik ini. Ini adalah grafik berat badan menurut usia. Terlihat ada perlambatan pertumbuhan. Jika ini dibiarkan maka anak akan jadi kurang gizi. Kurang gizi jika dibiarkan akan jadi stunting,” jelas dr. Conny sambil menunjukkan kurva berat badan anak kepada peserta Bicara Gizi yang hadir.

Kurva pertumbuhan anak untuk memantau berat badan anak.

Jadi, dalam kurva tersebut tampak tiga titik, hitam, biru, dan merah. Khususnya titik hitam, kalau diplot memang terlihat pertumbuhan berat badan anak mengalami penurunan. Sedangkan yang biru dan merah memang sudah kelihatan banget ada masalah. Nah, titik yang hitam-hitam itulah yang sering enggak disadari oleh parents.

Dr. Conny kemudian menjelaskan mengenai dampak buruk stunting. Ada dua dampak yakni jangka pendek yang meliputi: menurunkan daya tahan tubuh sehinga meningkatkan angka penyakit, meningkatkan angka mortalitas karena penyakit seperti diare, dll, dan menggangu tumbuh kembang anak. Sedangkan jangka panjangnya akan berdampak: terjadi stunting, terjadi penurunan kapasitas kerja, mempengaruhi IQ, mempengaruhi kesehatan dan reproduksi di masa dewasa, anak berisiko kena penyakit metabolik, dll. Serem kan? Nah, hal ini enggak boleh dibiarkan gitu aja, parents.

Sedangkan, penyebab stunting itu sendiri bermacam-macam. Dr. Conny menyebutkan beberapa faktor yang bisa bikin anak stunting, yakni:

  • Masalah sejak dalam kandungan, bukan hanya setelah dua tahun kehidupan anak, namun terjadi karena ibu kurang memperhatikan nutrisinya.
  • Anak enggak mendapat ASI eksklusif.
  • Pemberian MPASI yang buruk.
  • Sanitasi yang buruk.
  • Infeksi yang terjadi berulang.
  • Masalah polusi.
  • Ibunya dalam masalah psikologi atau depresi.

Pada keadaan ini kita enggak boleh berdiam kalau melihat gejala-gejala ini. Tanya ahli kesehatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Perlu pemantauan pertumbuhan. Untuk anak kurang dari satu tahun ditimbang tiap bulan, kalau lebih dari setahun bisa tiap dua bulan. Umumnya anaknya ditimbang tapi panjang badan enggak diukur. Sekalian juga lingkar kepala untuk menetukan perkembangan otak, lalu diplot ke kurva yang sesuai. Jadi jangan puas diukur-ukur tapi enggak diplot,” kata dr. Conny.

Kurva yang sebaiknya dipakai untuk mengukur berat badan anak adalah kurva WHO yang terdiri dari tiga kurva:

  • Kurva berat badan menurut umur.
  • Kurva panjang badan menurut umu.
  • Kurva berat bada menurut panjang/ tinggi badan.

Kurva pertumbuhan versi WHO.

Supaya anak-anak kita terhindar dari kondisi gizi buruk semacam itu, dr. Conny mengatakan sebenarnya WHO sudah mengelurkan beberapa rekomendasi, yakni:

  • Sebaiknya begitu bayi lahir, lakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), kurang dari satu jam langsung ditempel ke ibu, dengan kondisi/ syarat jika bayi sehat.
  • Berikan ASI eksklusif sampai anak berusia 6 bulan.
  • Berikan MPASI saat anak berusia 6 bulan sambil melanjutkan pemberian ASI.

Dr. Conny juga memberikan strategi pemberian MPASI, sebagai berikut:

  • Berikan MPASI tepat waktu. Maksudnya tepat waktu adalah melihat kematangan saluran cerna, motorik anak, kepalanya sudah tegak, saat ASI sudah enggak mencukupi kebutuhan nutrisi anak.
  • MPASI harus adekuat. Maksudnya mencukupi kebutuhan anak dari segi energi, cukup protein, mikronutrien, dll.
  • MPASI harus aman dan higienis. Bukan hanya pada saat diberikan, tapi juga saat persiapan, pembuatan, penyimpanan, dan alat-alat yang dipakai untuk MPASI.
  • Sebaiknya MPASI diberikan secara responsif. Kalau anak sudah menunjukkan kenyang, sebaiknya jangan dipaksa menghhabiskan nanti anak trauma. Jadi, kalau terlihat lapar ya anak diberi makan, kalau terlihat kenyang, ya sudah berhenti saja.

Sedangkan bahan makanan yang harus ada dalam MPASI adalah:

  • Kelompok karbohidrat.
  • Kelompok protein hewani dan ikan.
  • Kelompok bahan makanan mengandung susu.
  • Kelompok kacang-kacangan.
  • Kelompok buah dan sayur.
  • Lemak.

Jadi makanannya harus bervariasi,” pesan dr. Conny. “Menu empat bintang itu maksudnya diambil dari bahan-bahan makanan di atas, ada karbonya, ada proteinnya, ada sayur, lemak. Jangan salah kaprah, Pernah ada yang datang ke saya bilang makanan anaknya satu karbo dengan tiga sayur. Ya tidak seperti itu. Berikan lebih bervariasi lagi,” lanjut dr. Conny.

Nah, udah jelas kan teman-teman mengenai status gizi anak ini plus bonus mengenai bagaimana pemberian MPASI yang saya tulis berdasarkan penjelasan dari dr. Conny? Intinya, kalau anak terlihat kurus, pastikan nutrisinya bermasalah apa enggak yaaa. Caranya bagaimana? Ya, tanya ke ahlinya, seperti dokter anak spesialis gizi 🙂 .

Pengasuhan anak ala Kadhita Ayu dan Dallas Pratama

Tadi, saat memulai artikel ini, saya sempat menyinggung kalau di acara Bicara Gizi ini juga ada sharing pengasuhan anak dari Kadhita Ayu (Kadhita) dan Dallas Pratama (Dallas). Kadhita dan Dallas kebetulan membesarkan anak mereka Khal (2,5 yo) tanpa bantuan siapapun asisten. Sehingga, keduanya paham betul betapa sulitnya mencapai berat badan anak yang ideal.

Kadhita saat curhat betapa susahnya menyuapi Khal makan.

Menurut Kadhita, selama ini, untuk pemberian makanan buat Khal, dirinya biasa bikin sendiri. Apalagi, zaman sekarang sudah canggih, tinggal browsing di internet, bisa nemu menu-menu makanan anak. Kadhita sendiri, walau tanpa bantuan asisten, merasa bisa melakukan itu semua.

Kadhita dan Dallas juga pernah mengalami kebimbangan kok Khal perawakannya enggak terlalu gemuk. Makanya, keduanya termasuk aktif memantau tumbuh kembang Khal, khususnya pada saat vaksin.

Kalau ditanya memantaunya itu kita dari awalnya suka vaksin yang perberapa bulan itu, lalu kita tanya udah ideal belum. Saya pribadi inginnya agak gemuk, tapi kan saya kurus, trus dokter bilangnya kamu mau terlihat kurus atau gemuk tapi menimbulkan banyak penyakit. Yang penting aktif kan anaknya?” kata Dallas menirukan ucapan dokter anaknya.

Kekhawatiran Kadhita dan Dallas sebenarnya beralasan, sebab Khal juga sering susah makan.

Aku kasi dia makan ada karbo, sayur, lalu sebagai selingan kasi buah, lalu kasi sus u yang diminum sebelum dan sesudah bangun tidur. Tapi Kadang disiapin ada karbo atau sayur yg dimakan cuma ayamnya aja atau krupuknya aja,” curhat Kadhita.

Kadhita juga mengaku bahwa dirinya sering mengalami kesulitan menyuapi anaknya makan.

Dia itu makan kalau dikasi makan saat jam makan alotnya minta ampun, kalau saat ini (saat acara) mau makan, tapi ya makannya mau-maunya dia, kalau kesulitannya ya tiap hari apalagi kita cuma berdua yg bener-bener merawat Khal. Dari yang makannya disiplin di baby chair, sampai ujung-ujungnya gadget, sampai akhirnya ngasi makan kita keluar aja, sampai micin-micin ya udah kasi aja yang penting makan, sampai pada kalau enggak mau makan ya sudah enggak apa-apa (pasrah),” jelas Kadhita.

Dr. Conny saat memberikan tips agar anak mau makan.

Menanggapi masalah Kadhita, dr. Conny kemudian memberikan beberapa tips supaya anak belajar makan dengan disiplin:

  • Anak harus dibiasakan disiplin untuk makan. Jam makan ya makan. Sebaiknya beri waktu setengah jam. Kalau enggak habis ya jangan dipaksa lagi. Setelahnya jangan ngemil, cukup beri air putih saja. Saat waktu makan berikutnya, biasanya anak akan lebih lahap makannya.
  • Tidak disarankan pakai gadget, karena nanti anak justru menganggap makanannya yang mengganggu waktu mainnya.
  • Beri makanan yang bervariasi. Di bawah setahun ya sedikit garam dan gula. Kalau sudah setahun ya makanannya makanan keluarga, micin jg gak jelek-jelek amat sih, namun jangan berlebihan.
  • Prinsip utamanya coba dulu makanannya, kalau enggak enak ya jangan harap anak suka.

Lalu, bagaimana apabila anaknya sudah terlanjur underweigth. Bagaimana cara mengatasinya?

Nah, untuk masalah yang satu ini dr. Conny menyarankan supaya parents jangan santai. Khawatir akan efeknya, sebagaimana yang sudah saya tulis di atas. Kalau anak terlihat kurus sekali yang sebaiknya dilakukan adalah:

  • Jangan lupa samakan dulu persepsi/ Kadang, ada salah persepsi tentang berat badan anak, ada anak yang sebenarnya gizinya ideal, dibilang kurus, karena beda persepsi tadi.
  • Tanya ke dokter tentang status gizi anak, bagus atau kurang. Kalau kurang, perbaiki faktor-faktornya. Kalau bayi di bawah enam bulan ASI-nya kira-kira cukup atau enggak, cara menyusuinya betul atau enggak. Lalu kalau di atas enam bulan sampai setahun kita bisa lihat komposisi MPASI atau memperkirakan ada faktor penyulit lain seperti penyakit tertentu.
  • Tanya dokter komposisi makanan yang diberikan ke anak sudah betul apa enggak?
  • Kalau kurang tepat biasanya dari tenaga medis akan ada suplementasi yang bisa diberikan tapi seberapa banyaknya harus diketahui, karena kita enggak mau anak terlalu kurus atau kegendutan.

Dallas saat sharing bagaimana membujuk Khal supaya mau makan.

Kadhita mengaku memang selama ini juga sering stress kalau Khal tidak mau makan. Kalau sudah begitu, biasanya Kadhita menyerahkan problem tersebut ke suaminya, Dallas.

Aku udah masak capek-capek, karena aku masaknya sendiri aku berharap dia makan harus abis, eh kadang dia gak mau makan, Ujung-ujungnya lalu makan yg manis-manis kayak agar-agar, lalu aku crancky ke suami, akhirnya dia yang turun tangan,” kata Kadhita.

Dallas mengatakan biasanya langsung ambil alih memberi makan Khal dengan mengajaknya main-main dulu. Selain itu, Dallas juga sering mengajak Kadhita dan Khal makan di luar, supaya enggak ngrasa stress karena anaknya susah disuapin.

Iya kalau dia enggak makan aku cranky sendiri, stress sendiri atau kayak muncul ada benjolan gitu, kata mama aku karena aku stress, lalu siklus PMS naik turun, ke dia aku juga jadi gampang marah gitu-gitu,” kata Kadhita.

Kadhita juga suka merasa cemas kalau melihat fisik Khal enggak “sebesar” anak lain yang seumuran.

Kalau kumpul ma keluarga suka dibilang ‘Ih kok Khal kurusan sih’, pas digendong enteng atau ada sepupunya yang badannya gemuk atau tentangga yang nanya berapa umur, lalu compare kok hal enggak gemuk dan lain-lain,” keluh Kadhita.

Supaya bisa mencapai berat badan anak yang ideal, orang tua harus happy

Apa yang dialami oleh Kadhita dan Dallas sepertinya problem semua orang tua kayak kita, ya parents?

Generasi Y adalah orang tua millenials.  Sumber: slide presentasi Mbak Ajeng.

Psikolog Mbak Ajeng mengatakan bahwa apa yang dialami orang tua seperti Kadhita dan Dallas, memang merupakan masalah orang tua zaman now. Orang tua millenials, tepatnya. Banyak hal yang berbeda yang kini dipikirkan oleh orang tua. Kalau zaman dulu orang tua berpikir: “Bagaimana kesehatan anak? Makannya cukup enggak? Duduknya tegak apa enggak? Bagus enggak bajunya?” Tapi sekarang, yang dicemaskan: “ Anaknya percaya diri enggak? Bisa enggak ya dia kalau lagi kondisi stress? Merasa nyaman, aman dan dicintai enggak?”

Hal ini disebabkan karena terjadinya banjir informasi mengenai pengasuhan anak. Misalnya dari media sosial yang menyebabkan orang tua zaman sekarang memiliki kecenderungan membandingkan.

Karena sekarang banyak flooding informasi, bikin ortu jadi cemas, kecenderungannya secara psikologis, ortu udah khawatir dan punya kecendeungan membandingkan. Sosial media yang membuat hal ini gampang terjadi. Kalau zaman dulu perbahasanya cuma ‘ rumput tetanga lebih hijau’, sekarang ‘rumput tetangga warna-warni.’ Pelangi banget,” kata Mbak Ajeng.

Selain itu, ada pula faktor-faktor emosi yang dirasakan oleh orang tua baru, seperti: khawatir, iri/ cemburu, takut, dpresi, suka cita, gembira. Kemudian ada faktor perubahan dalam hubungan, seperti: tidak punya waktu berkumpul dengan teman, merasa terisolasi, lebih menghargai ortu, memiliki “role model” dan “support model” yang berbeda dari sebelumnya.

Belum lagi ada ketakutan tidak bisa menjadi orang tua yang ideal untuk si kecil. Trus, satu lagi, yakni masalah uang. Iya sih, apa-apa sekarang mahal dan punya anak kan juga artinya ada biaya yang harus dipikirkan, seperti biaya beli susu, pendidikan, dll.

Psikolog Keluarga dan Anak Ajeng Raviando.

Untuk mengatasi semua problem tersebut, Mbak Ajeng memberikan tips berikut:

  • Bersikap Objektif

Beberapa orang tua seringnya cenderung menghindari percakapan tentang berat badan anak agar tidak menjadi beban psikologis bagi diri mereka sendiri. Nah, #timbaper tadi mana suaranya? Hehe. Sebaiknya sebaper-bapernya kita, tetap bersikap objektif ya. Kalau anak memang terlihat kurus ya kita pastikan dahulu berat badan anak sudah ideal atau belum? Supaya lebih pasti ya segera cek.

  • Berpikir Positif

Kuat hati, tidak menyangkal dan dangkal, fokus mencari informasi dan solusi, sadar diri, siap dan berani mengubah perilaku.

“Pola pikir orang tua juga harus dibentuk dengan positif dan mencari solusi secara bijak. Penting bagi orang tua untuk berpikir terbuka dengan positif dan mencari solusi secara bijak. Penting bagi orang tua untuk berpikir terbuka dalam menerima masukan dari lingkungan dan objektif dalam menerima rekomendasi ahli kesehatan untuk mengikuti petunjuk pemulihan gizi yang disarankan,” kata Mbak Ajeng.

  • Pendekatan Ramah anak

Jangan memaksa anak karena bisa membuat anak trauma. Mbak Ajeng kemudian memberi tips saat memberi makan anak. Berikut tips memberi makan anak dari Mbak Ajeng:

  • Kalau memberi makan anak biasanya orang tua sudah stress duluan, kepikiran anak enggak mau makan, maka nomor satu yang harus dilakukan oleh orang tua adalah rileks saat mau kasi makan anak. Tarik nafas dulu, minum dulu. Orang tua harus seneng dulu, baru beri makan, supaya anaknya juga seneng pas diberi makan.
  • Bisa juga kita melibatkan anak saat mempersiapkan makanan (khususnya anak di atas usia 3 tahun). Sehingga anak pun senang makan makanan yang disiapkannya sendiri.
  • Menjadi orang tua artinya kita harus siap mengubah perilaku. Misal selama ini orang tua enggak suka makan sayur, tapi anaknya disuruh makan sayur. Bagaimana anak mau makan saur, kalau orang tuanya enggak makan. Maka orang tua harus mau mengubah perilakunya tersebut.
  • Sediakan waktu yang berkualitas dengan anak, terutama pada saat makan. Buat suasana makan yang menyenangkan. Jangan lupa, berikan afirmasi positif kepada anak bahwa makanan akan membuat anak sehat.

Bandingkan gambar atas dan bawah. Anak akan lebih mudah disuapi jika orang tuanya rileks. Sumber: slide presentasi Mbak Ajeng.
  • Cari Solusi dari Ahli Kesehatan

Tidak cukup hanya dari komunitas dan dugaan. Harus benar-benar bertanya pada ahlinya.

  • Cari Dukungan dari Keluarga

Seperti dari pasangan, orang tua, saudara, sahabat. Cari dukungan positif dari support system untuk mencapai berat badan ideal anak.

Kalau di Indonesia enaknya kita itu dalam keluarga ada kakek, nenek, kakak, adik, tetangga yang siap membantu, jadinya lebih optimis, bahwa berat badan yang kurang bisa ditangani dan ada solusinya,” kata Mbak Ajeng.

 Terakhir, Mbak Ajeng memberi pesan sebagai berikut untuk para orang tua:

Yuk bersikap objektif dan berpikir positif, anak makin aktif, mari dukung anak milenial capai berat badan ideal,” pesan Mbak Ajeng.

Jangan lupa rutin cek berat badan anak

Selain itu, sebaiknya orang tua juga sering-sering mengecek berat badan anak. Nutricia Danone merekomendasikan tools yang ada di website: www.cekberatanak.co.id.

Kita bisa mengukur berat badan anak dengan website ini.

Kadhita mengatakan sudah mencoba tools tersebut dan mengatakan bahwa lebih mudah mengecek pertumbuhan berat badan anaknya.

Kalau ngliatin grafik KMS suka bingung ini titiknya mana nih ini naik apa turun, baru kalau kontrol dijelasin sama DSA-nya. Kalau pakai platform ini bisa langsung cek anaknya ideal apa enggak.” kata Kadhita.

Sementara itu dr. Abdul Aziz representatif dari www.cekberatanak.co.id menjelaskan bahwa tools ini sangat mudah diakses oleh orang tua. Cukup pakai browser, lalu mengisi data, bisa langsung plot pertumbuhan anak. Selain itu, hasilnya juga dapat diprint lalu bisa kita bawa ke dokter anak saat cek tumbuh kembang anak.

Dr. Abdul Aziz saat menjelaskan tentang www.cekberatanak.co.id.

Saya sudah mendaftar dan punya akun di www.cekberatanak.co.id. Memang cukup mudah sih teman-teman berikut langkah-langkahnya, seperti ini:

Daftar dulu.

Isi biodata kita.

Masukkan biodata anak, yakni nama dan tanggal lahirnya.

Masukkan keterangan berat dan tinggi anak.

Hasilnya akan langsung keluar.

Mudah bukan?

Nah, itulah teman-teman, sharing mengenai cara menaikkan berat badan anak yaang terlihat kurus supaya ideal. Jadi, yang pertama jangan terlalu menghindari percakapan tentang berat badan anak. Parents harus tetap berpikir objektif. Kalau memang terlihat ada masalah, tidak ada salahnya mencari tahu apakah nutrisi si anak sudah tepat atau belum ke ahlinya. Kalau memang terbukti ada masalah, maka cari solusinya. Lalu, usahakan parents tetap berpikir positif, tetap happy, dan menjauhi stress. Dengan demikian, program perbaikan gizi akan berjalan lancar, sehingga berat badan anak akan cepat mencapai nilai ideal. Pertumbuhan dan perkembangan anak pun akan jadi lebih optimal. Semoga sharing ini bermanfaat yaaa 🙂 .

April Hamsa