Jika ada yang menyuruh saya menuliskan kisah ketika saya memakai rok abu-abu ke dalam sebuah buku, maka judul bukunya pasti 3 C. Kependekan dari Cerita, Cinta, dan Cita-cita. Saya rasa ketiga kata berawalan huruf C itu sudah cukup mewakili memori saya tentang SMA.

Cerita

Saat itu saya baru saja sekitar tiga bulan mengenakan seragam putih abu-abu. Jaman dulu disebutnya caturwulan pertama. Ketika itu, kebetulan kelas saya ada di lantai atas. Saya sering melihat mbak-mbak yang tergabung di Kerohanian Islam (rohis), berseliweran di koridor bawah. Melihat mereka kok rasanya adem, gitu. Maka saya jadi punya keinginan untuk memakai kerudung atau jilbab.

Kebetulan satu kelas, tidak ada yang memakai jilbab. Ternyata, ada salah satu teman juga, sebut saja namanya G, juga punya keinginan yang sama dengan saya, memakai jilbab. Akhirnya saya janjian sama G, cawu kedua memakai baju putih abu-abu panjang dan berjilbab.

Ternyataaaa, saya mengingkari janji saya. Saya belum siap memakainya hehe. Lebih tepatnya bingung, lha baju putih abu-abunya kan masih baru, masa mau ganti lagi.

Hingga pada suatu hari, setelah olah raga dan besoknya hari libur (lupa libur apaan), baju seragam saya ketinggalan di mushola sekolah, setelah sebelumnya saya ganti baju olah raga di sana. Akhirnya pas liburan itu saya putuskan membeli seragam baru, kali ini yang berlengan dan rok panjang. Sebenarnya orang tua meminta saya berjilbab nanti kalau sudah naik ke kelas dua saja. Sayang sama bajunya, kata ortu. Tapi, alhamdulillah, saya berhasil meyakinkan, toh bajunya bakalan “kebuang” juga, cepat atau lambat. So, lebih baik dipercepat kan?

Foto yang dilingkari adalah saya ketika berusia 17 tahun.

Cinta

Eaaaaa, menceritakan bagian ini saya langsung semangat. Hahaha! Meski waktu itu udah memakai jilbab, tapi saya masih “nakal”, masih ABG bingiittt (istighfar banyak-banyak hahaha).

Saat itu saya naksir anak SMA sebelah. Tapi doi nggak tahu kalau saya naksir. Jadi cuma puas menjadi secret admirernya doank. Cowok ini sekelas dengan saya di les-les’an bernama SSC. Meski sekelas, kami hampir nggak pernah bertegur sapa. Cuma kalau ketemu di jalan ya saling senyum aja. Paling deg-deg’an kalau dia duduk di depan atau di belakang saya. Hahaha!

Oh iya, saya menjadi secret admirernya nggak ada saat SMA, tapi lanjut hingga saya kuliah, bahkan kerja! Waduh!

Bedanyaaa, saat kuliah dan kerja kami sudah saling menyapa, via Friendster dan YM, saat itu. Berlanjut pula hingga jaman ada Facebook. Dari situ saya bahkan tahu kalau ternyata rumahnya dekat banget sama rumah saya hehe.

Bahkan namanya menjadi nama ID blog Multiply saya dulu. Mau tahu namanya? Yawda saya buka aja, namanya Sukma. Yang paling saya sukai dari dia adalah senyumnya. Jadi ID blog MP saya adalah Sukmakutersenyum 😀 .

Tapiiii, ada yang nggak berubah. Ya itu tadi, saya cuma jadi secret admirernya doank. Melas amat ya saya? Hehehe. Nggak juga sih, kalau saat itu saya bilang saya suka dia, saya nggak bakalan nikah sama laki-laki terbaik buat saya di dunia ini (ciyeee, suami saya langsung ge er nih bacanya 😀 ).

Makin lama saya makin menyadari, bahwa saya naksir dia karena kagum banget sama hidupnya. Sejak sekolah hingga bekerja, saya lihat dia sukses (dalam arti ukuran dunia). Jadi, tanpa saya sadari, dia adalah tolak ukur saya, role model buat saya.

Lalu bagaimana hubungan saya dengan Sukma? Alhamdulillah baik. Beberapa kali ngobrol, saling sapa di medsos. Kami sudah sama-sama menikah dan punya anak. Saya sudah jatuh cinta sama laki-laki lain bernama Ilham dan sudah lama melepaskan rasa buat Sukma. Plus, sampai sekarang, dia nggak tahu saya pernah naksir dia selama bertahun-tahun. Tsaaahh!

Foto ini diambil saat saya berusia 27 tahun, baju seragam SMA masih muat 😀

Cita-cita

Hmmm, setelah seragam putih abu-abu, yang pasti one step closer menuju bebas seragam a.k.a kuliah. Untuk ikhtiar mengejar cita-cita, sepulang sekolah, seperti anak-anak lain saya ikutan les di salah satu lembaga bimbingan belajar. Pokoknya kalau udah Selasa dan Jumat langsung cusss, pulang sekolah, langsung ke tempat les. Semangat belajar, plus excited karena bakal ketemu sama Sukma (hyaaa, Sukma lageee hahaha).

Seperti kebanyakan anak SMA, pilihan saya waktu itu ya Universitas Negeri. Selain karena biaya lumayan miring, juga karena di masa itu Universitas Negeri masih menjadi pilihan terbaik.

Alhamdulillah, berkat rajin ketemu Sukma, eh, maksud saya rajin les, saya berhasil masuk Universitas Negeri.

Ke depannya, di masa sekarang, saya berhasil menjadi ibu dua orang anak bayi, berbekal ijazah pascasarjana dari salah satu Universitas Negeri di Surabaya. Dan saya bangga dengan pencapaian ini 🙂 .

***

Cerita tentang 3C di masa SMA ini ditulis untuk memeriahkan GA bertema Nostalgia Abu-abu.

Depok, 9 Februari 2016

Aprillia Ekasari