Weekend kemarin, keluarga kami enggak bepergian ke mana-mana, karena anak-anak masuk minggu Sumatif. Kalau di sekolah anak-anak,  Sekolah Murid Merdeka (SMM) enggak ada ulangan/ ujian, melainkan Proyek Sumatif. Proyek tesebut kemudian wajib dikumpulkan trus dipresentasikan oleh anaknya.

Iyes, berbeda dengan zaman kita ((KITA)) dulu, anak-anak zaman now udah dibiasakan untuk membuat karya dan mempresentasikan karyanya tersebut. Lalu, seperti biasa, di mana ada presentasi, di situ ada tanya jawab.

Ho oh, jadi tak sekadar mempresentasikan karya, nanti si anak juga akan menjawab pertanyaan teman-temannya. Bahkan, kalau di kelas Dema (kelas 2) presentasi Proyek Sumatif yang jadwalnya tanggal 1 Desember kemarin, tidak hanya disaksikan oleh anak-anak murid aja. Trimester ini ortu murid diharapkan hadir dan ikut mengajukan pertanyaan seputar Proyek Sumatif.

Alhamdulillah, setelah gedabrukan ngelist tugas mana aja yang belum dikerjakan, akhir pekan ini akhirnya anak-anak berhasil submit Proyek Sumatif-nya.

Penasaran seperti apa Proyek Sumatifnya? Okey, saya coba ceritain yaaa.

Proyek Sumatif Dema

Pertama adalah Proyek Sumatif Dema.

Selama triwulan kedua ini, kelas Dema belajar mengenai lingkungan, gitu. Maka, tak heran kalau Proyek Sumatif-nya tak jauh-jauh dari kampanye lingkungan.

Di kelas, Dema diajari tentang 5R. Pasti udah paham semua donk, tentang 5R, yakni Reduce, Refuse, Reuse, Recycle, dan Repair. Dari kelima R itu, Dema akhirnya memilih “Refuse”.

Refuse di sini artinya menolak untuk memakai produk yang sekali pakai kemudian dibuang, misalnya seperti kantung plastik, sedotan plastik, dll, serta lebih memilih untuk menggunakan produk yang bisa dipakai berulang.

Poster yang dibuat Dema dengan Canva.

Proyek Sumatif ini pilihannya boleh bikin poster atau video. Dema membuat keduanya. Alasannya, lebih gampang kalau presentasi posternya udah dalam bentuk video. Kalau presentasi langsung, khawatir waktunya enggak cukup. Biasanya anak-anak diberi waktu 5-7 menit aja. Dengan bikin video, maka semua yang ingin disampaikan akan tersampaikan #hallah 😛 .

Okey, untuk poster, Dema memanfaatkan aplikasi  Canva. Dema udah terbiasa dengan aplikasi ini sejak lama, jadi semuanya dibuat sendiri. Paling saya cuma membantu mengedit kalimatnya aja yang kurang efektif dan membetulkan gambar yang miring-miring, hehe.

Kemudian, untuk aksi nyata di video, kami syuting di beberapa lokasi, yakni di minimarket, kedai burger, dan kedai kopi dekat rumah. Oh iya, syuting di rumah juga, tentu aja.

Tentu saja saya minta izin ke mas-mas dan mbak-mbak penjaga toko yang saya sebut tadi, supaya bisa syuting buat tugas sekolah anak.

Pertama, kami mengambil video di rumah. Adegannya Dema menuang air ke botol, lalu bepergian gitu. Mengandung pesan, kalau bepergian, sebaiknya bawa botol minum sendiri.

Karya Sumatif Dema.

Kedua, kami syuting di kedai burger dulu. Di sini, adegannya adalah membeli makanan tetapi enggak dibungkus kemasan plastik kedainya, melainkan langsung dimasukkan ke wadah atau kotak bekal yang Dema bawa dari rumah.

Yang ketiga, kami ke minimarket, ngeshoot Dema sedang menerima barang dari mbak-mbak kasir, kemudian memasukkannya ke tas kain. Terakhir, sambil melepas penat karena mengerjakan tugas-tugas, malamnya kami ke kedai kopi untuk cari kopi dan susu, sembari mengambil gambar Dema memakai sedotan besi/ alumunium.

Yeaaayy, akhirnya pengambilan video selesai dan tinggal editing. Emaknye yang bantuin ngedit pakai aplikasi. Setelah selesai, tugasnya dikumpulkan, deh. Tinggal presentasi aja minggu depan.

Proyek Sumatif Maxy

Kalau Proyek Sumatif Maxy pada dasarnya adalah membuat cerita narasi. Pilihannya ada dua, yakni berupa papan cerita atau video pangggung boneka. Awalnya, mau bikin papan cerita atau komik menggunakan Canva. Maxy sudah bikin ceritanya di Canva.

Namun, sebelum submit tugas, saya memberi saran kepada Maxy untuk mencoba gambar sendiri. Soalnya, kalau mengandalkan aplikasi, rasa-rasanya kok kurang menantang si anak gitu.

FYI, Maxy tuh kurang suka menggambar. Jadi, menurut saya lebih baik saya dorong dia menggambar pakai tangan aja, ketimbang tergantung mulu pada aplikasi. Saya tekankan ke Maxy, enggak masalah seperti apa gambarnya nanti, yang penting sudah usaha untuk menggambar.

Karya Sumatif Maxy.

Alhamdulillah, anaknya nurut. Akhirnya, kami sepakati membuat beberapa gambar, yang terdiri dari tokoh utama, karakter pembantu, properti dalam cerita, dan latar setting tempat cerita berlangsung.

Soal gambar-gambar Maxy, yaaa, gitu lha. Namun, saya senang Maxy mau mencoba menggambar, walaupun berbekal arahan Mbah Google dan saran adiknya. Pokoke yang penting gambar Maxy sendiri.

Oh ya, gurunya memberi tugas membuat cerita dengan tema profesi. Maxy memilih profesi fotografer, setelah sebelumnya sekolahnya mengundang fotografer untuk sharing mengenai profesi ini.

Judul yang dipilih adalah “Doni, Fotografer yang Pelupa”. Ceritanya mengenai Si Doni juru foto yang suatu hari kameranya mati, karena batereinya lupa di-charge. Trus, konflik yang terjadi adalah klien-nya marah-marah. Doni kemudian dituntut mencari solusi yang bisa membuat klien-nya enggak marah lagi.

Bagi orang dewasa, cerita kamera lupa di-charge ini emang terlihat agak enggak masuk akal ya? Hahaha. Mungkin orang dewasa akan memilih cerita kameranya rusak atau gimana.

Tadinya saya ingin mengusulkan hal itu ke Maxy, tetapi wurung. Namun, akhirnya saya biarin aja anaknya menentukan masalah dan solusi dari ceritanya sendiri. Alhamdulillah, saya tinggal bantu mengambil gambar video, mengedit dialog yang agak berantakan, serta menjahit videonya.

Yeaaayy, selesai sudah Proyek Sumatif anak-anak di akhir triwulan kedua ini. Lega udah submit semua.

Lesson learned

Saat membantu mengerjakan tugas anak-anak itu terus terang tak sepanjang proses pengerjaan saya bisa nahan sabar, wkwkwk. Tantangan ibu-ibu yang anak-anaknya bersekolah di sekoah dengan sistem blended learning seperti saya adalah tangan gatal ingin membantu mengerjakan, ingin mbenerin yang keliru, dll.

Namun, saya teringat kalau anak disuapin mulu kapan dia mandirinya. Saya beruntung karena di sekolah anak-anak yang ditekankan adalah proses, bukan sekadar nilai akademis. Sejak masuk sekolah ini, saya merasa proses belajar anak-anak tidak hanya mempengaruhi hidup anak, namun juga saya. Orang tua ikut berkembang saat membersamai anak-anak.

Anak belajar, ortu ikut belajar.

Kemudian pada saat presentasi (Dema udah tanggal 1 Desember, Maxy belum), anak-anak diajari memberikan apresiasi kepada temannya. Mereka juga diajari bertanya dengan baik dan santun tentang tugas temannya. Kalau saya perhatikan, rata-rata apresiasinya tuh berupa pujian, sehingga bikin temannya happy dan semangat. Malah ada yang nagih mau bikin/ mengulang tugasnya lagi meskipun itu enggak akan dinilai oleh gurunya hehe.

Uniknya, waktu presentasi Dema kemarin penilaiannya tak hanya dari guru melainkan dari orang tua siswa lain. Jadi, ortu lain boleh bertanya kepada teman-teman anaknya. Awalnya deg-deg’an tuh kalau si anak bakal ditanyain macem-macem, alhamdulillah nanyea-nanyea-nya masih masuk akal anak-anak, hahaha.

Sekarang, tinggal nungguin Maxy presentasi untuk tanggal 6 Desember besok aja sih. Semoga juga lancar-lancar seperti presentasi adiknya.

Itulah, cerita tentang Proyek Sumatif trimester kedua ini. Semoga anak-anak dan emaknya bisa menyelesaikan jatah tahun ajaran yang sisa 6 bulan ke depan dengan lebih baik lagi aamiin.

April Hamsa