Judul: Embun di Atas Daun Maple.

Penulis: Hadis Mevlana.

Editor: Tri Shakatmo.

Penerbit: Tinta Medina, Creative Imprint of Tiga Serangkai.

Tebal: 286 + x halaman.

ISBN: 978-602-9211-72-6.

Cetakan Pertama: September 2014.

Saya selalu tertarik membaca novel berlatar luar negeri dengan tokoh utama Orang Indonesia perantau yang memeluk Agama Islam. Tentu saja yang saya maksud adalah tinggal di suatu negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Saya penasaran bagaimana kemampuan sang tokoh dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan orang-orang yang berada di negeri rantaunya itu. Lalu, apakah tokoh ini akan tetap memegang teguh aturan-aturan dalam agamanya atau malah menjadi manusia bebas, yang mengikuti arus budaya negara rantau yang bertentangan dengan agamanya?

Salah satu novel yang menggambarkan latar dan penokohan seperti yang saya maksudkan adalah novel berjudul Embun di Atas Daun Maple karya Hadis Mevlana. Novel ini mengambil latar di Negara Kanada, tepatnya di Kota Saskatoon. Tokoh utamanya adalah seorang pemuda bernama Sofyan atau yang dalam novel ini lebih sering dipanggil Fyan.

Novel ini tidak hanya novel penambah gembira jiwa. Lebih dari itu, novel ini juga memberikan gizi untuk akal kita dalam berpikir dan mengeksplorasi kebenaran Islam dalam konteks-konteks sederhana, tetapi sarat makna.” (Meyda Sefira -Aktris/ Penulis “Hujan Safir”).

Sinopsis:

Fyan adalah seorang pemuda kampung asal Teluk Kuantan Riau yang beruntung mendapat beasiswa belajar di Kanada. Dilahirkan dalam keluarga sederhana yang memegang teguh prinsip-prinsip agama, Fyan berusaha untuk tidak goyah selama berada di luar negeri. Meskipun teman-temannya banyak yang berkeyakinan lain, bahkan roommate-nya pun memeluk Agama Kristen.

Sikap Fyan sebagai seorang muslim yang santun dan pandai bergaul dengan orang-orang di sekelilingnya membuat seorang gadis bule blasteran Rusia Aceh tertarik. Kiara, nama gadis itu, merupakan penganut Kristen Orthodox taat. Semenjak berkenalan dengan Kiara, Fyan sering diberondong pertanyaan seputar Agama Islam oleh Kiara. Pada mulanya, Fyan merasa aneh dan tak nyaman. Sebab berdiskusi mengenai agama orang lain merupakan sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh seorang jemaat Orthodox. Namun, keingintahuan Kiara yang besar mengenai Islam membuat Fyan dengan suka cita meladeni semua pertanyaannya.

Bukan hanya Kiara yang suka bertanya seputar Islam kepada Fyan, ada pula teman sekamarnya Felix serta kakak beradik Frits dan Olivia. Frits dan Olivia sebenarnya juga pemeluk Islam, namun keduanya merasa senang berbincang dengan Fyan yang pengetahuan agamanya dinilai oleh mereka, cukup luas. Berlima, mereka menjadi karib yang sering berdiskusi tentang ayat-ayat di dalam Al Quran dan kitab-kitab suci agama lain. Meski demikian diskusi-diskusi tersebut tak pernah berakhir dengan kericuhan. Masing-masing tetap menghargai keyakinan yang dianutnya.

Kecerdasan dan kebijaksanaan Fyan membuatnya tak hanya dikagumi oleh teman-temannya, Kiara, Felix, Frits, maupun Olivia, namun juga oleh seorang secret admirer. Entah siapa. Satu hal yang pasti, pengagum rahasianya ini selalu rajin mengirim mawar putih dan puisi indah khusus untuk Fyan. Tak heran di dalam novel ini nanti akan ditemukan banyak puisi-puisi bernada romantis.

Wahai pemudaku

Detak nadiku

Desah napasku

Setelah kerinduanku untuk Tuhanku, keluargaku, dan saudara seimanku

Kini kau meluluhkan perasaanku

Dan tetiba kau juga ada di rinduku

-YSA-

(Salah satu puisi yang terdapat dalam Novel Embun di Atas Daun Maple).

Konflik yang paling terasa dalam novel ini terjadi saat Kiara mengungkapkan perasaannya kepada Fyan. Orang tua Kiara yang sangat fanatik terhadap keyakinannya bahkan merestui hubungan mereka, namun dengan syarat Fyan harus rela melepaskan keislamannya. Keteguhan Fyan terhadap agamanya diuji di sini. Fyan pun dihadapkan kepada pilihan untuk membalas cinta Kiara ataukah mengungkap siapa sebenarnya pengagum rahasia yang selalu rajin mengiriminya bunga dan puisi.

Pendapat Saya tentang Novel ini:

Pada mulanya saya berpikir bahwa penulisnya pernah berkuliah di Kanada, namun setelah membaca profil penulis di akhir novel, ternyata saya salah. Saya cukup takjub dengan caranya menggambarkan suasana latar tempat-tempat di Kanada, seolah-olah penulis pernah menetap di sana. Saya yang membacanya pun ikut terbuai, membayangkan diri berada di Saskatoon. Tentu saja latar tersebut kemungkinan besar berasal dari riset penulis yang cukup mendalam tentang Kanada.

Selain penggambaran latar yang bagus, tentu saja isi novel ini cukup berbobot. Salah satu yang membuat saya (sebagai seorang pemeluk Agama Islam) tertohok adalah mengenai pemikiran orang-orang nonmuslim bahwa banyak Muslim/ Muslimah hanya beragama namun tak berilmu. Tanda-tanda orang beragama namun tidak berilmu salah satunya yang disebut dalam novel ini adalah suka mencaci dan menghina agama orang lain. Membaca novel ini mengingatkan saya betapa pentingnya untuk selalu meng-upgrade pengetahuan saya mengenai Islam. Islam tak sebatas sholat, puasa, zakat, namun Islam juga kaya akan wawasan, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Satu hal lagi yang menonjol dari novel ini adalah kehangatan toleransi yang ditunjukkan dalam persahabatan antara Fyan, Kiara, Felix, Frits, dan Olivia. Mereka sering berdiskusi dan berdebat tentang ajaran agama, namun mereka memahami batasan-batasannya. Sungguh adem melihat persahabatan antar manusia dari latar belakang yang berbeda-beda ini. Andai dunia dipenuhi oleh orang-orang yang memiliki wawasan dan adab semacam ini, mungkin tidak akan ada konflik/ peperangan di muka bumi ini.

Sayangnya, di novel ini jawaban-jawaban Fyan untuk pertanyaan-pertanyaan terlalu cepat diamini oleh teman-temannya. Padahal saya berharap ada konflik kecil yang membuat persahabatan Fyan dengan salah satu diantara sahabat-sahabatnya itu merenggang, tapi kemudian happy ending, baikan lagi. Hidup tak selamanya berjalan mulus, bukan? Hehehe.

Meski demikian, saya tetap menyukai novel ini karena dari membaca novel ini saya mendapat pengetahuan baru mengenai tafsir ayat-ayat dalam Al Quran. Pada halaman paling belakang novel ini juga terdapat glosarium mengenai ayat-ayat Al Quran yang disebut dalam percakapan di novel. Saya juga jadi mengenal tentang Aramaic Code dari novel ini. Kalau penasaran dengan apa yang disebut Aramaic Code, silakan membaca novel ini, ya?

Novel Embun di Atas Daun Maple ini bisa didapatkan melalui penulisnya, Hadis Mevlana, yang bisa dikontak melalui media sosialnya:

  • Email: mhadisona@yahoo.co.id.
  • Facebook: (Hadis Mevlana).

Surabaya, 3 Agustus 2016

April Hamsa

Categorized in: