Ayah, jalan-jalan yuk, ke Bogor, kek! Daripada wiken bengong di rumah,” saya mengajak suami jalan-jalan suatu waktu saat pertengahan bulan.

Ntar aja, Bun. Kemarin kan abis bayar cicilan rumah dan bayar kontrakan. Harus hemat-hemat nih, masih dua mingguan lagi gajiannya,” jawab suami.

Yaaaa, Ayaaahh,” kata saya, kecewa.

Hayooo siapa yang suka begitu juga saat pertengahan bulan? Mau jalan kemana gitu, eh, duit di dompet tinggal receh. Padahal rasanya baru kemarin gajiannya. Enggak tahu menguap kemana ya itu duit? 😛

Kondisi keuangan saat tengah bulan.

Jadi, boro-boro mikirin investasi dan dana simpanan lain, masih bisa belanja sayur dan lauk setiap hari aja saat pertengahan bulan, udah alhamdulillah banget. Iya kan? Eh, jangan-jangan cuma saya yang begono. Hahaha.

Kondisi keuangan keluarga yang tidak sehat

Ternyata, kondisi seperti yang saya alami itu menunjukkan bahwa kondisi keuangan keluarga saya tidak sehat. Lha, “sehat” kayak tubuh aja, bisa sehat atau sakit. Iya, begitu menurut Prita Hapsari Ghozie (Prita Ghozie), seorang konsultan keuangan sekaligus pemilik bisnis ZAP Finance.

Saya berkesempatan bertemu dengan Prita Ghozie yang juga penulis buku “Make It Happen!” itu pada Selasa 25 Juli kemarin di sebuah workshop bertema keuangan. Workshop yang berlangsung di restoran Attarine di bilangan Jakarta Selatan itu materinya mengenai financial check up.

Tujuan dari workshop mengenai financial check up itu supaya kita (terutama ibu-ibu) bisa mengecek kesehatan keuangan keluarga. Workshop tersebut merupakan rangkaian dari Program Ibu Berbagi Bijak (@ibuberbagibijak) yang diinisiasi oleh Visa Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebelum workshop dimulai, Director of Corporate Communications Visa for Indonesia, Vietnam, Cambodia Mrs. Adhe Hapsari membuka acara dan menjelaskan mengenai Ibu Berbagi Bijak. Ibu Berbagi Bijak merupakan sebuah program literasi keuangan yang bertujuan memberikan pengetahuan mengenai perencanaan keuangan.

Adhe Hapsari dari Visa menjelaskan betapa pentingnya literasi keuangan.

Sasaran program ini adalah perempuan, khususnya para ibu yang rumah tangga yang setiap hari mumet mengatur keuangan keluarga, hehehe. Makanya peserta workshop kemarin kebanyakan adalah ibu-ibu. Diantaranya adalah ibu-ibu dari komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB).

Adhe Hapsari berharap dengan adanya workshop seperti itu maka para ibu bisa melek mengenai pengelolaan keuangan yang baik, serta bisa membagi pengetahuannya kepada orang-orang lain. Dalam kesempatan itu, Adhe Hapsari juga menginformasikan mengenai website www.practicalmoneyskills.co.id dan www.practicalmoneyskills.com yang berisi informasi dan tips seputar keuangan keluarga.

Kembali lagi ke kondisi keuangan keluarga yang tidak sehat, sebenarnya apa sih penyebabnya? Menurut Prita Ghozie, penyebabnya ada empat, yakni:

  • Bad Habit: seperti boros, enggak suka menabung.
  • High Lifestyle: ini nih yang gaya hidupnya maksa, suka pakai baju branded padahal belinya ngutang.
  • Debt Size: sukanya ngutang tapi tujuannya untuk hura-hura, misalnya.
  • Inflation: adanya perubahan nilai uang, biasanya ditandai dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan, gitu.

Pentingnya financial check up

Namun, menurut Prita Ghozie seringnya kita itu enggak nyadar kalau kondisi keuangan kita enggak sehat. Padahal diagnosa sudah menunjukkan kalau kita:

  • Merasa hidup saat ini “sangat nyaman”. Punya utang sih, tapi kan setiap bulan bisa bayar cicilannya.
  • Bergantung terhadap pekerjaan. Selama punya pekerjaan pasti bisa survive.
  • Punya banyak “tabungan”.
  • Tidak punya rencana keuangan.

Hayooo, siapa yang suka begitu? Tunjuk diri sendiri 😛 Itulah sebabnya financial check up sangat penting untuk dilakukan. Supaya kita bisa mengetahui keuangan keluarga kita sudah sehat atau malah sebaliknya, tidak sehat.

Prita Ghozie saat menjelaskan mengenai financial check up.

Lalu, ciri keuangan yang sehat dan tidak sehat itu seperti apa? Prita Ghozie menjelaskannya dalam empat peringkat sehat keuangan berikut:

  • Tidak Sehat: dikatakan tidak sehat apabila pengeluaran lebih besar dari pendapatan, banyak berutang dengan kartu kredit, tidak punya aset.
  • Sehat: besarnya pengeluaran sama dengan penghasilan, terlambat membayar lunas tagihan kartu kredit, berinvestasi minimal atau kecil saja.
  • Mandiri: penghasilan lebih besar daripada pengeluaran, tidak punya utang kartu kredit, bisa berinvestasi dengan maksimal.
  • Sejahtera: penghasilan lebih besar dari pengeluaran, memiliki penghasilan pasif dari aset, tidak punya utang, dan bisa banyak berderma.

Nah lho, kira-kira kesehatan keuangan teman-teman termasuk yang mana? Tidak sehat, sehat, mandiri, atau sudah sejahtera? Saya sepertinya tengah-tengah antara tidak sehat dan mau sembuh nih, hahaha 😛 .

Perangkat financial check up apa saja?

Sebenarnya, kita bisa kok melakukan financial check up secara mandiri. Untuk itu kita membutuhkan perangkat sebagai berikut:

A. Tabel Kekayaan Bersih

Kita membuat sebuah tabel yang dibagi dua kolom. Kolom pertama berisi aset dan kolom kedua adalah kewajiban kita.

Catat apa saja aset kita. Aset itu biasanya terdiri dari:

  • Aset kas: tabungan, deposito, reksadana pasar uang.
  • Aset investasi: ORI/ Sukuk ritel, logam mulia, reksadana pendapatan tetap/ campuran/ saham.
  • Aset konsumsi: rumah/ apartemen yang kita huni dan kendaraan.

Jangan lupa juga mencatat kewajiban yang harus kita lunasi, antara lain:

  • Pinjaman jangka pendek: utang kartu kredit, utang pinjaman dana tunai.
  • Pinjaman jangka panjang: kredit perumahan, kredit kendaraan, dll.

Setelah itu, kita hitung kekayaan bersih kita dengan rumus: Total Aset – Total Kewajiban.

B. Tabel Arus Kas

Ini hal yang sering kita (eh, saya doank kali) sepelekan, yakni mencatat arus kas masuk dan arus kas keluar. Baik yang rutin maupun tidak rutin. Kalau bisa setiap hari, sekecil apapun seharusnya sih dicatat dengan rapi.

Arus kas masuk itu apa saja? Ya, kalau arus kas masuki yang rutin itu seperti gaji tiap bulan, sedangkan yang enggak rutin misalnya bonus, tunjangan hari raya, komisi, dan hadiah. Kalau arus kas keluar yang rutin adalah biaya rumah tangga, cicilan pinjaman. Sedangkan arus kas yang tidak rutin contohnya adalah biaya liburan, kurban, pajak bumi bangunan, dll.

Khusus untuk pos-pos pengeluaran, kita juga harus mengelompokkannya sebagai berikut:

  • Wajib dan tetap: cicilan pinjaman, uang sedekah, gaji ART, premi, asuransi.
  • Wajib dan fluktuatif: listrik, telepon, biaya makan/ dapur, transportasi, tabungan dan investasi.
  • Tidak wajib dan tetap: internet, TV kabel, les anak dan pribadi, majalah, koran, arisan.
  • Tidak wajib dan fluktuatif: hiburan, hadiah, angpao, pengeluaran ke kafe dan kongkow, dan liburan.

Jadi, kita bisa tahu mana pengeluaran yang harus diproritaskan mana yang bukan. Kalau misalnya dananya enggak cukup ya yang enggak wajib bisa dikurang-kurangi.

C. Hitungan Rasio-rasio Keuangan Dasar

Rasio-rasio keuangan dasar itu terdiri dari:

Rasio Dana Darurat

Menggambarkan berapa besar harta lancar yang tersedia, untuk membayuar biaya hidup, sesuai standar hidup yang diinginkan, jikalau terjadi penurunan penghasilan.

Dana darurat sangat banyak manfaatnya:

  • Bila ada anggota keluarga sakit kita tidak bingung darimana dapat dana bjuat bayar rumah sakit/ dokter.
  • Jika terjadi musibah seperti bencana alam atau kemalingan, kita masih punya dana untuk bertahan hidup.
  • Jaga-jaga jika ada PHK secara mendadak.
  • Supaya bisa lekas memperbaiki kerusakan peralatan rumah tangga yang signifikan seperti AC rusak, kulkas rusak, genteng roboh, dll.

Dana darurat yang ideal.

Dana darurat yang ideal punya ciri-ciri sebagai berikut:

  • Minimal 3x pengeluaran rutin bulanan.
  • Dibuat terpisah.
  • Ada tambahan untuk kondisi spesial.

Rasio Menabung

Menggambarkan porsi tabungan/ investasi kita, dibandingkan penghasilan yang kita dapatkan. Jadi setiap gajian atau dapat uang dari mana saja itu enggak langsung abis masuk pos-pos pengeluaran, tapi ada sisa untuk masuk ke tabungan.

Rasio Berutang

Menurut Prita Ghozie sebaiknya kalau terpaksa berutang maka berutanglah yang produktif. Apakah yang dimaksud dengan utang produktif itu? Utang produktif adalah utang yang memiliki:

  • Nilai manfaat: harus lebih panjang dari nilai pembayaran cicilan.
  • Mendatangkan penghasilan: dengan bantuan pinjaman tersebut kita jadi bisa memiliki aset yang berpenghasilan.
  • Suku bunga pinjaman: perbandingan suku bunganya yang efektif, bukan tertera atau flat.

Misal kalau krerdit mobil, jangan yang cuma dipakai tiap weekend ya ibu-ibu. Tapi mobilnya bisa dipakai misalnya buat jadi angkutan transportasi online, jadi juga menghasilkan,” kata Prita Ghozie saat menjelaskan mengenai utang produktif.

Prita Ghozie juga mengingatkan supaya peserta workshop bijak dalam menggunakan kartu kredit. Beberapa poin yang ditekankan oleh Prita Ghozie sehubungan dengan kartu kredit adalah:

  • Kartu kredit sebaiknya berfungsi sebagai pengganti uang tunai, bukan tambahan penghasilan.
  • Kartu kredit adalah alat penundaan pembayaran, bukan ngemplang.
  • Kartu kredit merupakan alat kemudahan untuk bertransaksi pada saat darurat.

Hasil financial check up

Kita bisa mengetahui hasil financial check up dengan mengecek ketiga indikator di bawah ini:

Rasio Menabung

Rumus yang dipakai: komitmen investasi setahun dibagi penghasilan rutin setahun. Cara membaca hasilnya:

  • 0-5%: keuangan kita sedang gawat darurat.
  • 10%: kita masih pemula.
  • 25-30%: keuangan kita sehat ideal.

Rasio Kemampuan Membayar Cicilan

Rumus yang dipakai: komitmen utang setahun dibagi pengahasilan rutin setahun. Cara membaca hasilnya:

  • Di atas 35%: gawat darurat.
  • 30%: masih pemula.
  • 0-20%: sehat ideal.

Rasio Likuiditas

Disebut gawat darurat kalau hasilnya 0 (nol) artinya kita enggak bisa menyisihkan uang untuk dana darurat, disebut pemula apabila besarnya 2 x pengeluaran rutin bulanan, dan sehat ideal apabila kita bisa mengeluarkan 12 x pengeluaran rutin bulanan untuk dana darurat.

Bagaimana teman-teman, sudah ngeh dengan kondisi keuangan masing-masing kah? Kalau saya pribadi, saat workshop kemarin serasa ditelanjangi betul kondisi keuangan saya yang suka bocor sana, bocor sini. Tapi, enggak apa-apa, justru dari workshop tersebut saya jadi belajar mengenai pentingnya mengelola keuangan dengan cara mengalokasikannya secara tepat.

Alokasi dana yang ideal itu seperti apa?

Oh iya, kemarin tuh sebelum workshop dimulai, Prita Ghozie meminta peserta yang datang untuk mengisi data pendapatan dan pengeluaran. Khusus untuk pengeluaran ada beberapa alokasi/ pos antara lain: sedekah, cicilan utang, dana darurat, biaya hidup, gaya hidup, dan investasi.

Setelah semua peserta mengisi, Prita Ghozie kemudian meminta peserta mencocokkan prosentase masing-masing alokasi pengeluaran dengan prosentase alokasi dana yang ideal. Setelah dicocokkan, alhamdulillah ada beberapa jawaban saya yang tepat, sedangkan yang keliru masih beda-beda tipis sekitar 200-300 ribuan rupiah, sih.

Jadi, teman-teman, alokasi dana yang ideal, khususnya untuk pengeluaran adalah sebagai berikut:

  • Zakat dan sedekah: 5%
  • Menabung dana darurat: 10%
  • Biaya hidup: 30%
  • Cicilan utang/ pinjaman: 30%
  • Gaya hidup: 10%
  • Investasi: 15%.

Dengan rumus seperti itu, teman-teman pasti sudah bisa menghitung sendiri bukan? Misalkan pendapatan per bulan Rp. 15 juta, tinggal dibagi sesuai dengan prosentase alokasi dana yang ideal di atas. InsyaAllah kondisi keuangan kita bisa menjadi lebih baik.

Catatan dari Mbak Prita Ghozie, apabila kita sudah bebas utang maka alokasi sebesar 30%-nya bisa kita masukkan ke investasi. Selain itu, saran Prita Ghozie, sebaiknya kita melakukan financial check up setahun sekali, usahakan tiap awal tahun.

Kalau misalnya terlupa ya lakukan saat musim bayar pajak sekitar Maret-April. Kalau masih terlupa juga, lakukan pada bulan-bulan sekarang ini dimana pengeluaran kita pasti banyak untuk membayar kebutuhan anak sekolah, bukan? Jangan ditunda-tunda ya, ntar keburu sekarat, hehehe. Note to myself, sih.

Mumpung ketemu penulis buku keuangan favorit saya sekalian minta tanda tangan 🙂 .

Tak lupa Prita Ghozie mengingatkan kembali untuk mencatat semua pemasukan dan pengeluaran. Kalau teman-teman termasuk yang enggak telaten mencatat, maka usahakan bertransaksi pakai debit aja dan rajin-rajin ngeprint buku tabungan. Nanti, saat sudah mood mencatat tinggal nyontek dari sana. Tapi, kalau bisa sih jangan donk ya, kudu mencatat semua dengan baik, mulai saat ini juga.

Semangat ya teman-teman! Yuk sama-sama merencanakan anggaran keuangan, mencatat pemasukan dan pengeluaran keuangan dengan baik, dan jangan lupa untuk melakukan financial check up secara rutin! 😀

April Hamsa