Banyak hal berubah saat perempuan sudah menjadi seorang ibu. Benarkah? Kalau teman-teman yang sudah menjadi seorang ibu kira-kira merasakan atau bahkan menyadari adanya perubahan tersebut enggak ya? Kalau saya sih, iya, ngerasain banget.

Semenjak menjadi seorang ibu, ada beberapa hal yang berubah dalam diri saya. Sejujurnya, enggak semua perubahan itu menyenangkan, ada pula yang membuat saya senewen. Haha. Tapi, mau gimana lagi ya? Hal-hal tersebut sudah menjadi konsekuensi yang harus saya hadapi, ketika saya sudah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi ibu.

Banyak hal berubah saat seorang perempuan menjadi ibu. Foto by: Alida Bahaweres.

Apa saja sih hal-hal yang berubah saat seorang perempuan sudah jadi seorang ibu? Menurut saya, berikut ini adalah beberapa perubahan yang saya rasakan setelah jadi ibu:

Perubahan fisik

Ini udah jelaaaaaaaaaasss. Sebenarnya enggak perlu disinggung-singgung, sih. Cuma lagi pengen aja nyinggung (apo seehh? 😛).

Saya sendiri enggak pernah menyangka pernah mencapai angka 65 kg di timbangan. Saat masih gadis, dulu bobot saya mentok di 40 kg. Tapi, alhamdulillah, sekarang setelah lahiran anak kedua bisa turun di angka 45-46 kg.

Cumaaaa, saya mengamati lingkar lengan dan paha makin membesar. Body, terutama bagian perut menggelambir gitu. Ada beberapa pakaian saya yang terpaksa “dibuang” karena kekecilan. Trus, ukuran nomor sepatu kayaknya sih nambah juga. Dulu sering pakai nomor 36-37, sekarang 38-39.

Intinya, perubahan fisik itu nyata, ibu-ibu. Hiks. Mari berpelukaaaaannn! Mother’s group hugs!

Naluri keibuan muncul

Setomboy-tomboy-nya seorang perempuan, saat sudah melahirkan pasti tiba-tiba akan memiliki naluri keibuan. Saya juga heran dari mana munculnya naluri keibuan itu. Padahal, dulu saya tomboy banget. Enggak ada keinginan nggoda-nggodain apalagi meluk-meluk anak kecil tuh.

Tapi, begitu anak pertama saya Maxy lahir, eh, kalimat pertama yang saya ucapkan adalah, “Anakku-anakku…”

Lalu, timbul keinginan mendekapnya di dada, memeluknya, menciuminya, dan tentu saja melindunginya. Untungnya pihak rumah sakit tempat saya melahirkan dulu sangat support inisiasi menyusui dini (IMD), sehingga keinginan saya kesampaian.

Karena naluri keibuan yang muncul secara alamiah itu pula, saya jadi tahu bagaimana memeluk si bayi dengan lembut. Bagaimana tiba-tiba saya seolah-olah bisa memahami maksud si bayi yang waktu itu masih berwajah sangat lugu.

Tanggung jawab semakin besar

Saya merasa setelah menjadi ibu, tanggung jawab saya jadi makin besar. Sehingga, secara otomatis ada rem diri sendiri yang mengingatkan bahwa apapun tindakan yang saya lakukan akan memberi efek kepada keluarga, terutama anak-anak.

Tanggung jawab ini rasa-rasanya juga diikuti dengan pola pikir yang semakin matang. Setiap bertindak atau mengambil keputusan yang berkaitan dengan anak, maka akan sangat hati-hati, juga menghitung-hitung untung, serta risikonya.

Selain itu, ada tanggung jawab untuk merawat, membesarkan, mendidik, dan mengarahkan anak-anak supaya jadi orang bener. Seperti misalnya, kalau dulu males masak, sekarang harus rajin masak supaya anak-anak bisa memakan makanan yang bergizi. Biar anak sehat dan tumbuh kembangnya baik.

Lebih gampang khawatir

Khawatir sama anak-anak, maksudnya. Misalnya, kita melihat anak orang lain yang berusia sama dengan anak kita, ternyata sudah bisa melakukan ini itu. Sedangkan anak kita belum. Lalu, kita menjadi gampang galau, khawatir tumbuh kembang anak bermasalah.

Contoh lain, saat meninggalkan anak agak lama, pastinya suka bertanya-tanya, “Anak-anak lagi ngapain?” atauUdah dikasi makan belum sama yang ngejagain?”

Padahal, saat bersama anak-anak di rumah, terutama yang anaknya masih kecil-kecil nih kita suka bertanya-tanya, “Kapan bisa me time?” Eh, begitu ada kesempatan me time kita malah khawatir meninggalkan si kecil.

Begitu pula saat anak terserang batuk pilek, meskipun kita sebagai orang tua tahu tentang teorinya bahwa batuk pilek itu “penyakit langganan anak” tapi pasti tetap muncul rasa khawatir. Khawatir kalau sakitnya lebih dari sekadar batuk pilek, khawatir enggak sembuh-sembuh, dan kekhawatiran lainnya.

Susah menikmati waktu pribadi

Dimana ada kita, selalu ada anak, biasanya sih gitu. Saat anak masih kecil, dia ngintilin kita terus. Sampai-sampai kita susah menikmati waktu pribadi. Jangankan mau maskeran, luluran, bisa mandi setiap hari aja, udah alhamdulillah banget. Hal ini khususnya buat ibu-ibu yang anaknya masih balita.

Mau makan aja juga susah menikmati. Semenjak memiliki anak, rasanya saya kalau makan cepat banget, enggak menikmati lagi apa yang masuk ke mulu. Sepertinya, enggak sampai lima menit, saya sudah selesai makan. Lalu, beralih ngurusin hal-hal lain (baca: anak-anak).

Begitu pula dengan waktu untuk membaca buku. Dulu, sebelum ada anak, novel yang berhalaman tebal bisa kita lalap abis paling lama tiga hari. Begitu memiliki anak, paling banter beli buku, lalu sampai rumah ditaruh gitu aja di rak buku. Lupa dibaca.

Kalapun sempat membaca, paling banter selama beberapa lama mentok di halaman-halaman pertama buku, haha. Siapa yang begitu juga? Ngacuuung!

Perubahan minat pada genre bacaan

Ngobrolin tentang membaca, ada yang merasa mengalami perubahan minat pada genre bacaan tidak? Misal, kalau dulu suka membaca novel atau komik, begitu jadi ibu yang dibaca adalah buku atau majalah atau tabloid parenting?

Kalau saya sih begitu. Sedangkan kalau tontonan televisi atau film, saya merasa minat saya masih sama. Cuma, emang ketambahan jadi suka nonton animasi anak juga sih.

Baca juga 7 Rekomendasi Buku Bacaan untuk Para Ibu .

Nah, khusus bacaan parenting itu entah kenapa saya mewajibkan diri membacanya. Terutama yang terkait dengan kesehatan anak dan pola asuh anak. Juga, beberapa buku lain yang berhubungan dengan pengembangan diri anak.

Enggak cuma buku sih ya, forum-forum di dunia maya juga. Kalau dulu mungkin sesuai suka gabung forum yang sesuai hobby. Semenjak jadi ibu, gabungnya ke forum-forum parenting gitu.

Lebih memaklumi kesusahan orang tua lain

Dulu, sebelum jadi ibu, kalau ada anak menangis di angkutan umum, seperti di pesawat, kereta, atau mungkin juga di ruang publik, pasti suka ngerasa keganggu bukan? Begitu memiliki anak sendiri, jadi bisa merasakan berdiri di sepatu orang tua yang anak-anaknya dulu suka rewel di tempat umum.

Sehingga, kalau sekarang saat ada anak-anak orang lain yang tantrum di tempat umum, seorang ibu jadi lebih bisa memaklumi. Bahkan kadang malah suka menawari ikut menenangkan anak orang lain yang sedang tantrum itu.

Trus, kalau udah menjadi seorang ibu, biasanya jadi lebih menerima alasan ibu lain yang terkait dengan kondisi anak. Misalnya, nih, suatu ketika janjian sama teman. Pada hari H ternyata teman tersebut membatalkan janjian dengan alasan anaknya sakit. Sebagai sesama ibu, saya pun jadi lebih memaklumi alasan yang demikian.

Begitulah teman-teman, hal-hal yang saya rasakan berubah dalam hidup saya, begitu saya sudah menjadi seorang ibu. Kalau teman-teman yang sudah menjadi seorang ibu, merasa mengalami perubahan apa saja? Sharing donk! 🙂

April Hamsa

Save

Save

Save

Save