Pernah enggak, sih, teman-teman merasakan kebahagiaan ketika baru aja berbuat kebaikan? Misalnya, nih, setelah memberikan nasi bungkus dari program #JumatBerkah kepada mereka yang membutuhkan? Pasti ada kan semacam kepuasaan batin yang bercampur rasa syukur, gitu? Nah, perasaan semacam ini biasanya muncul, karena saat kita menolong orang lain, ini tuh artinya tak sekadar membantu orang lain, melainkan ini tentang kita berusaha menolong dan membuat diri kita sendiri bahagia.

Kok bisa?

Yaa, bisaaa.

Menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri?

Bahkan, ini tuh bukan cuma “perasaan’ semata, melainkan ada bukti ilmiahnya, lho.

Coba deh teman-teman searching, ketikkan “apa benar menolong orang lain akan mendatangkan kebahagiaan”, ntar pasti ketemu beberapa penelitian ilmiah mengenai hal ini.

Salah satu contohnya dari artikel yang pernah saya baca mengatakan bahwa ada penelitian ilmiah yang membagi beberapa orang ke dalam beberapa kelompok. Ada kelompok yang diminta menolong orang lain, ada pula grup yang diminta memikirkan dirinya sendiri.

Menolong orang lain membuat bahagia diri sendiri.

Hasil penelitian itu membuktikan bahwa grup yang membantu orang lain ternyata lebih sehat secara fisik dan mental. Penjelasan ilmiahnya rasa bahagia menolong orang lain bisa mengaftifkan otak untuk memberi apresiasi kepada diri sendiri, sehingga memicu hormon endorfin yang menyebabkan seseorang merasa happy terus dan mempengaruhi kesehatannya.

Makanya, saya menyimpulkan yang namanya menolong orang lain ya berarti kita menolong diri sendiri juga. Soalnya kan kita dapat keuntungan juga, seperti yang saya bilang bolak-balik tadi, menolong orang bisa mendatangkan perasaan bahagia. Kalau kita bahagia, stress pun menghilang dari kepala kita. Ujung-ujungnya kesehatan mental maupun fisik kita pun bagus. See, kan? Balik-baliknya ya ini tentang kita sendiri.

Menolong orang lain perbuatan yang dicintai Allah SWT

Dalam keyakinan saya, Islam, perbuatan menolong orang lain mendapatkan “perhatian” istimewa dari Allah SWT.

Sebagaimana kisah Nabi Muhammad SAW berikut:

Pada suatu hari Rasulullah ditanya oleh sahabat beliau: “Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai oleh Allah dan apakah perbuatan yang paling dicintai oleh Allah?”

Nabi Muhammad SAW kemudian menjawab:

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling banyak bermanfaat dan berguna bagi manusia yang lain. Sedangkan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada orang lain atau menghapus kesusahan orang lain, atau melunasi utang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau memberi makan kepada mereka yang sedang kelaparan dan jika seseorang itu berjalan untuk menolong orang yang sedang kesusahan itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjidku ini selama satu bulan.” (HR. Thabrani).

Saya jadi teringat guru ngaji, sekaligus seseorang yang saya anggap kakak saya dulu, waktu kuliah.

Pada suatu hari pulsa di HP-nya tuh tinggal sedikit. Kemudian, kami tak sengaja bertemu dengan kenalannya. Rupanya kenalannya ini butuh pinjaman HP untuk menelepon.

Tanpa pikir panjang, guru ngaji saya itu memberikan HP-nya, padahal saya tahu dia tuh juga butuh menelepon saat itu. Namun, katanya, “Ah, enggak pa pa, nanti ada jalannya aku bisa menghubungi Si A (orang yang mau dihubunginya). Pokoknya kalau kita bisa bantu orang tuh segera aja, karena kalau orang minta bantuan kita berarti itu udah ditunjukkan jalannya oleh Allah. Allah menolong dia melalui kita.”

Menolong orang lain adalah perbuatan yang disukai Allah SWT.

Saya mengangguk-anggukkan kepala. “Iya juga sih. Kayak kita dikasi kesempatan untuk sedekah dan dapat pahala sama Allah, masa ya kita sia-siakan kesempatan itu?”

Itulah sebabnya, kalau ada kesempatan berbuat kebaikan atau sedekah, selama saya bisa, saya pribadi enggak akan menunda untuk melakukannya. Just do it. Enggak perlu koar-koar sedunia harus tahu.

Menolong orang pun sebaiknya enggak tebang pilih. Misalnya, hanya mau menolong yang sama agamanya aja, cuma kasi sedekah ke mereka yang satu suku aja dengan kita, dll. Sebaliknya, ketika kita sudah berniat menolong orang lain, ya bantuin aja tanpa memandang perbedaan keyakinan, latar belakang, pandangan hidup, dll.

Masa ya, saat ada orang minta-minta di jalan, saat mau sedekah, kita mesti nanya dulu, “Eh, agamamu apa?”

Hyaaahh. Selama itu masih dalam koridor kebaikan dan enggak mencampuradukkan ibadah, insyaAllah Allah SWT memberikan penilaian baik kepada kita (aamiin).

Pengalaman menjadi relawan bencana alam

Ah, inget guru ngaji sekaligus kakak saya zaman kuliah itu, saya jadi keinget juga saat dulu pernah menjadi relawan di suatu daerah yang terdampak bencana alam. Di antaranya yang tersorot media karena memang bencananya “sedahsyat itu” adalah bencana banjir bandang di Jember (2006) dan gempa bumi di Yogyakarta (2006).

Waktu itu, saya masih aktif menjadi relawan bersama teman-teman di kampus. Teman-teman sesama relawan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Meski demikian, kami dengan mudah bekerjasama membantu masyarakat yang membutuhkan.

Masyarakat daerah yang dibantu saat itu pun enggak ada tuh yang nanyain “Agamamu apa?” kepada kami, para relawan. Justru saat itu banyak yang merasa senang, karena dibantu.

Kalau mengingat masa-masa itu rasanya lega sekali bisa bantu meringankan beban mereka yang kehilangan rumah, mengalami trauma ditinggal orang terkasih, dll. Namun, hal yang paling bikin saya bahagia adalah, dengan kesempatan bergabung menjadi relawan, saya mendapatkan pengalaman berharga mengenai rencana Tuhan, sifat manusia, cara kerja alam, dll.

Membantu orang lain emang enggak cuma tentang orang itu, ini tentang kita sendiri mencari makna tentang kehidupan. Sebagaimana, pengalaman saya dulu sebagai relawan juga membentuk karakter saya.

Tentang Humanesia

Sekarang, karena kesibukan dan lain hal, saya tidak pernah aktif lagi menjadi relawan. Namun, saya berusaha untuk membantu sebisanya.

Salah satu caranya adalah dengan mendukung program-program kemanusiaan untuk membantu mereka yang membutuhkan pada saat terjadi bencana alam, maupun ketika ada permasalahan sosial di masyarakat. Walaupun enggak bisa turun langsung, namun saya masih bisa menyalurkannya melalui lembaga yang kredibel seperti Dompet Dhuafa.

Yuk, bergabung dengan program Humanesia 2022 bertema Ini Tentang Kita.

Selama bertahun-tahun Dompet Dhuafa telah menjadi lembaga yang menyalurkan sedekah umat kepada masyarakat yang membutuhkan. Bentuk bantuan dari Dompet Dhuafa juga transparan dan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Makanya, saya enggak ragu “menitipkan” sebagian rezeki kepada Dompet Dhuafa.

Jelang akhir tahun ini pun, tak ketinggalan saya mengikuti program Humanesia yang digagas oleh Dompet Dhuafa. Program Humanesia di tahun 2022 ini berfokus dengan tema #IniTentangKita, yang berarti melibatkan semua pihak yakni Dompet Dhuafa, Penerima Manfaat, Relawan, Donatur, Jaringan, serta semua orang yang terlibat.

Makna “kita” di kata  Ini Tentang Kita memiliki arti bahwa semua orang dari berbagai latar belakang status, pekerjaan, usia, peran sosial, dll bisa melibatkan diri dalam program Humanesia 2022.

Program Humanesia tahun ini memiliki 4 program sorotan, yakni:

  • Indonesia Siap Siaga
  • Kado Anak Yatim
  • Perempuan Tangguh
  • Wakaf untuk Bunda.

Program Humanesia Dompet Dhuafa 2022.

Kemudian, ajakan-ajakan campaign-nya dibingkai dalam 7 program, yakni:

  • Cianjur Bangkit
  • Sedekah Menolak Bala
  • Kado Akhir Tahun
  • Wakaf untuk Bunda
  • Kado untuk Ibu Tangguh
  • Zakat Akhir Tahun
  • Kado untuk Yatim.

Semua program Humanesia menitikberatkan pada awareness (kesadaran) mengenai kemanusiaan. Kita bisa berpartisipasi melalui program ini dengan cara sedekah, zakat, infak, maupun wakaf.

Untuk informasi lebih lengkap tentang Humanesia 2022, teman-teman bisa cek media sosial Dompet Dhuafa ya, di:

Semoga dengan partisipasi kita program Humanesia ini bisa mencapai nilai Rp. 50 miliar sebagaimana yang ingin dicapai program Humanesia di tahun ini (aamiin). InsyaAllah, sebesar apapun partisipasi kita, walau enggak turun langsung sebagai relawan akan membawa kebahagiaan buat mereka yang membutuhkan. Soalnya, berpartisipasi dalam program ini tuh bukan sekadar peduli pada kesulitan orang lain, melainkan ini tentang kita juga menolong diri kita sendiri supaya selalu dipenuhi rasa syukur dan kebahagiaan 🙂 .

April Hamsa

Catatan: semua foto berasal dari website Dompet Dhuafa.