Kata influencer X kosmetik ini aman, kok,” kata teman saya, sebut saja A, di grup obrolan. “Siapa bilang? Itu kemarin di YouTube-nya, Y bilang mengandung pemutih, gitu. Jadi enggak aman,” sanggah B, teman yang lain. Gemes melihat keduanya berdebat saya celetukin aja, “Percaya kok sama katanya Si X, Si Y. Kalau soal kosmetik, obat, dan bahan pangan ya lebih baik cuma percaya kata BPOM lha.” FYI, BPOM adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan, ya teman-teman. Yaaa, kali aja ada yang belum tahu, hehe 😛 .

Lebih baik percaya kata BPOM, ketimbang kata yang lain

Kemudian, saya memberikan link website BPOM untuk mengecek bersama apakah produk tersebut sudah terdaftar atau belum. Ternyata, brand kosmetik tersebut belum terdaftar di BPOM yang artinya memang statusnya masih “mencurigakan” kemanannya.

Tuh, kan bener kataku, Y kemarin bilang itu mengandung pemutih makanya enggak aman,” Si B mengetik dengan penuh kemenangan.

Ya terlepas dokter Y bener atau enggak, kalau soal kosmetik, sebaiknya cek aja apa udah terdaftar belum di BPOM. Soalnya kan di negara ini yang punya otoritas mengawasi peredaran kosmetik ya BPOM itu, supaya masyarakat terlindungi dari kosmetik yang ilegal maupun mengandung bahan baku berbahaya,” saran saya.

Mengecek legalitas produk bisa melalui website cekbpom.pom.go.id.

BTW, kan YouTuber Y termasuk influencer juga, jadi khawatirnya kan suatu saat bisa aja beliau terima endorsean juga, sehingga pendapatnya jadi bias, hehe. Jadi, ketimbang percaya kata influencer, udah paling bener kita jadi konsumen cerdas dengan percaya kata BPOM, lha,” tambah saya.

Yeah, hidup di era sosmed emang membuat masyarakat makin gampang mendapatkan informasi. Brand-brand pun akhirnya memanfaatkan sosmed untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satunya dengan menggunakan aktivitas digital marketing, salah satunya melalui sosmed, untuk aktivitas promosi.

Bisa juga cek melalui aplikasi CEK BPOM.

Tak jarang brand-brand juga merekrut orang-orang yang memiliki pengaruh terhadap audiens, hingga muncul istilah influencer tadi. Namun, sayangnya ada oknum influencer yang sepertinya hanya mengatakan yag bagus-bagus tentang sebuah produk, tanpa menyadari kalau informasi yang dia sebarkan sebenarnya keliru.

Saya ambil contoh Si Influencer X yang mengatakan bahwa produk kosmetik yang dibicarakan di grup obrolan tadi aman. Padahal, jelas-jelas saat dicek di website BPOM, kosmetik tersebut enggak ada. Kok bisa X bilang aman?

Nah, itulah pentingnya menjadi konsumen cerdas, teman-teman. Meski, idola kita bilang aman, kan kita bisa cek sendiri. Tinggal buka website BPOM yang emang sangat gampang diakses.

Tak hanya soal kosmetik ya? Namun juga soal obat, makanan, dan minuman.

Hati-hati hoaks, selalu cek sumber terpercaya

Selain menjadi konsumen cerdas yang aktif mengecek produk-produk yang kita pakai sehari-hari, jangan lupa untuk tak termakan isu yang kurang benar alias hoaks.

Khususnya soal kesehatan nih, yang menurut Kominfo menduduki peringkat tertinggi. Apalagi saat wabah Covid-19 sedang tinggi-tingginya kemarin. Ada saja yang bikin hoaks bahwa virus Covid-19 adalah konspirasi lha, vaksin Covid-19 bikin keracunan lha, dll.

Selain kesehatan, hoaks tentang makanan juga banyak yang beredar cepat di masyarakat. Misalnya, yang sempat ramai beberapa waktu lalu, ketika ada produk kopi sachetan yang mudah terbakar. Banyak yang kemudian mentakan produk tersebut mengandung lilin atau plastik.

Setiap memperoleh informasi cek dulu kebenarannya supaya enggak terjebak hoaks. Sumber gambar: Pixabay.

Padahal, setelah ada laboratorium yang mengujinya, produk tersebut ternyata memiliki rantai karbon dan mengandung lemak/ minyak dengan kadar air rendah, sehingga emang bisa terbakar jika disulut api. Jadi, bukan karena produknya mengandung lilin atau plastik yaaa.

Ya ya, belakangan, karena era keterbukaan yang namanya informasi tuh ibarat banjir. Bener-bener meluber, sehingga banyak hoaks di sana-sini.

Hoaks-hoaks ini tak hanya muncul melalui sosmed, namun juga di platform seperti aplikasi obrolan. Udah gitu gampang banget nyebarnya, karena orang seringnya memforward tanpa mengecek dulu kebenarannya.

Nah, saya yakin, teman-teman yang membaca blogpost ini bukan tipe orang yang maen forward message gitu aja kaaan? 😀

Kalau orang lain enggak peduli, minimal kita yang jadi volunteer menyaring informasi dengan cerdas. Maka, setiap kali kita menerima informasi dan kita ragu-ragu, maka sebaiknya:

Cermati dari mana informasi tersebut beredar. Apakah dari sumber, orang atau situs terpercaya atau enggak.

Cari berita di media yang resmi, misalnya media milik pemerintah atau perusahaan atau organisasi yang memang mengeluarkan kebijakan atau produk yang diinfokan.

Ikut serta di grup diskusi anti hoaks juga akan membantu, sehingga kita tidak akan mudah terpancing dengan hoaks, khususnya seputar kosmetik, obat, dan pangan.

Rakornas KIE Obat dan Makanan 2022 susun strategi tangkal hoaks

Menanggapi soal hoaks kesehatan dan makanan, tahun ini BPOM menyelenggarakan Rakornas Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Obat dan Makanan Adaptif dan Inovatif Menghadapi Era Society 5.0. Hal ini selaras dengan perkembangan digitalisasi yang berkembang, salah satunya era sosmed yang saya sebut di atas tadi.

Kepala BPOM Ibu Penny saat memberikan sambutan.

Kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP (Ibu Penny) mengatakan bahwa saat ini perilaku masyarakat dalam mencari informasi dan memperoleh produk obat dan makanan lebih banyak mengandalkan media elektronik, khususnya internet, termasuk sosmed. Maka, BPOM berusaha menyikapi tantangan tersebut dengan KIE yang lebih adaptif dan efektif sesuai perkembangan teknologi, dengan mempertimbangkan pula perubahan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi.

Launching Kata BPOM.

Dalam rakornas tersebut Ibu Penny memperkenalkan identitas KIE obat dan makanan yakni “Kata BPOM” dengan tagline “Bukan Kata Orang, pastikan Kata BPOM.”

Logo Kata BPOM.

Output yang diharapkan oleh BPOM adalah masyarakat bisa berdaya sekaligus menjadi konsumen cerdas. Bahkan, kalau bisa, masyarakat dapat menjadi agen pengawas obat dan makanan bagi komunitasnya, bagi orang-orang di sekitarnya.

Dialog interaktif.

Rakornas tersebut dimulai dengan dialog interaktif (tanggal 9 Agustus 2022) yang menghadirkan beberapa narasumber yakni:

  • Plt. Sekretaris Utama, Dra. Elin Herlina, Apt., MP (Ibu Elin);
  • Direktur Informasi dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kominfo, Drs. Wiryanta, M.A., Ph.D. (Bapak Wiryanta);
  • Chief Community Officer & Editor in Chief Femina, Petty S. Fatimah (Ibu Petty);
  • Duta Kosmetika DKI Jakarta, Nijma Syahira Izzati Arief (Nijma).

Saya berkesempatan menghadiri dialog interaktif tersebut secara online.

Dalam acara dialog interaktif, Ibu Elin mengatakan bahwa BPOM akan menerapkan strategi KIE ini dengan berbagai cara dan berkolaborasi dengan banyak stakeholder. Itulah sebabnya pada saat rakornas, semua pihak diundang. Ada yang hadir secara langsung, maupun daring.

Ibu Elin dari BPOM.

Menurut Ibu Elin, KIE ini merupakan sebuah upaya preventif, supaya mencegah ada masalah di ujung. Salah satu yang dilakukan oleh BPOM adalah melakukan pendekatan ke pelaku usaha maupun masyarakat sebagai penggunanya.

Mengapa masyarakat juga harus paham akan KIE BPOM ini?

Karena kalau masyarakat sudah meningkat pengetahuan maupun kesadarannya, maka pelaku usaha akan mengedarkan produk yang aman, karena masyarakatnya sudah pintar tahu mana yang boleh, ada yang dilarang, ada yang harus dimakan,” jelas Ibu Elin.

Ibu Elin kemudian mengatakan bahwa BPOM berusaha menyampaikan info yang benar dan ingin menjadi referensi atau sumber yang paling dipercaya oleh masyarakat. Meskipun tantangannya juga beragam, salah satunya dengan kehadiran influencer. Sebenarnya tidak masalah ada selebgram atau selebriti siapa, namun bagaimana supaya mereka dapat menyampaikan informasi yang benar adalah yang paling diharapkan.

Ibu Petty dari Femina.

Ibu Petty membenarkan bahwa memang influencer itu powerfull, namun juga memberikan saran kepada BPOM untung terus bersuara secara masif. Kemudian, Ibu Petty memberikan beberapa saran untuk BPOM, yakni antara lain:

  • Sebaiknya BPOM menggunakan semua kanal yang ada. Baik itu melalui sosmed, menunjuk duta, maupun ke masyarakat langsung, misalnya melalui organisasi ibu-ibu PKK, pesantren, dll.
  • Kalau bisa melakukan pendekatan yang bersifat dua arah, tidak hanya sekadar menyuapi dengan informasi.
  • BPOM berkolaborasi dengan banyak pihak supaya pekerjaan lebih ringan dan diperkaya juga dengan ekspertis dari yang lain.
  • Influencer yang terbaik untuk mengunggah informasi dari BPOM sebenarnya adalah dari dalam internal BPOM sendiri. Maka, balik lagi ke rekomendasi pertama, sebaiknya BPOM juga membuat konten-konten yang menarik tetapi mudah dipahami oleh masyarakat terkait dengan keamanan obat, makanan, kosmetik, dll.

Menyikapi hoaks, menurut Ibu Petty yang namanya hoaks memang selalu menjadi tantangan buat BPOM. Meski demikian, sebaiknya BPOM tetap lantang kepada publik. Soalnya dengan banyaknya informasi yang mengcounter hoaks, masyarakat pasti akan berusaha mencari sumbernya sendiri dan akan menemukan kebenarannya.

Bapak Wiryanta dalam kesempatan itu juga menanggapi soal hoaks. Menurut bapak Wiryanta, Kominfo menemukan data bahwa hoaks tertinggi ada kaitannya dengan kesehatan dan makanan (sudah saya singgung di atas juga yaa).

Bapak Wiryanta dari Kominfo.

Maka, bapak Wiryanta menyarankan kalau BPOM ingin berkolaborasi dengan influencer sebaiknya dengan mereka yang memahami konteks obat dan makanan. Kemudian, bapak Wiryanta juga memuji bahwa konten informasi BPOM sudah bagus, baik video maupun infografisnya. Namun, sebaiknya bisa lebih memperhatikan lagi sesuai segmentasinya. Penyampaian informasi tersebut pun tak melulu harus melalui online, namun juga bisa menjalankan sinergitas dengan kementerian atau lembaga lain, bisa tatap muka juga atau hybrid.

Terakhir adalah Nijma yang berpendapat bahwa kehadirannya sebagai duta sangat dibutuhkan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat, terutama kaum remaja (generasi Z), untuk jeli sebelum membeli dan memakai produk kosmetik. Nijma juga menekankan betapa pentingnya untuk Cek KLIK sebelum membeli kosmetik.

Nijma, Duta Kosmetik.

Apa itu Cek KLIK? Penjelasannya di bawah yaaa.

Jadi, pada intinya Rakornas KIE BPOM 2022 ini berusaha membuat masyarakat menjadi konsumen cerdas apabila berhubungan dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, dll. Nah, langkah-langkah menjadi konsumen cerdas itu meliputi:

  • Cek KLIK yakni cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluarsa Produk.
  • Cek Izin Edar Produk dengan BPOM Mobile dengan cara menindai/ scan 2D Barcode. Aplikasi ini adalah platform untuk mengecek obat dan makanan yang terdaftar di BPOM. Aplikasi ini telah tersedia di App Store dan Google Play.
  • Lawan hoaks tentang obat dan makanan melalui cek fakta melalui situs website pom.go.id (pilih menu berita klarifikasi BPOM).
  • Untuk pelayanan informasi ke BPOM melalui HALO BPOM 1500533 atau unit layanan pengaduan konsumen BPOM di seluruh Indonesia.

Yuk jadi konsumen cerdas dengan selalu Cek KLIK.

Gampang banget kan cara jadi konsumen cerdas ini? Intinya kalau mau beli-beli produk turutin apa kata BPOM deh, jangan kata yang lainnya ya 😀 .

BTW, informasi lebih lengkap mengenai kemanan obat, kosmetik, produk makanan serta minuman bisa teman-teman akses melalui:

Semoga sedikit informasi mengenai “kata BPOM”, menangkal hoaks, dan materi dialog interaktif dalam Rakornas KIE Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM beberapa waktu lalu ini bermanfaat ya 🙂 .

April Hamsa