The world is changing.” Yeah, banyak sekali perbedaan kehidupan sebelum dan sesudah Covid-19 mewabah. Tak hanya itu, banyak resolusi 2020 yang mungkin udah disusun jauh-jauh hari, jadi ambyaaarr semua.

Dunia berubah setelah Covid-19 mewabah. Sumber gambar: Pixabay.

Sedih sih, namun ya gimana lagi? Lagi pula kita enggak sendirian kok, seluruh dunia mengalaminya, termasuk negara maju sekalipun. Meski demikian, saya melihat sesuatu yang luar biasa dari kondisi pandemi sekarang ini, yakni bahwa manusia bisa cepat beradaptasi dengan kondisi yang ada. Yup, walaupun di awal sepertinya enggak gampang, namun ternyata setelah dijalani ya bisa aja kan? Soalnya kita semua dipaksa oleh keadaan.

Covid-19 mengubah kehidupan semua orang

BTW, menurut saya, secara umum, berikut perubahan-perubahan yang terjadi setelah pandemi, yang kemudian membuat perbedaan kehidupan manusia sekarang ini:

  • Beberapa produk yang mungkin dulu enggak banyak dilirik orang sekarang langka

Pasti tahu donk produk apa aja yang langka? Yes, tak salah, ada hand sanitizer, masker, produk antiseptik merek tertentu, apa lagi? Ada yang bisa menyebutkan?

Hand sanitizer tiba-tiba menghilang gara-gara muncul anjuran supaya masyarakat rajin membersihkan tangan. Soalnya, yang namanya tangan emang rawan jadi “media” penularan virus atau bakteri penyebab penyakit. Orang kan punya kebiasaan megang-megang area wajah, khususnya hidung atau mulut, padahal sebelumnya (entah disadari atau enggak) abis menyentuh benda-benda (enggak jelas).

Masker (medis) menghilang karena si virus Corona penyebab penyakit Covid-19 ini kabarnya menular via droplet alias percikan air dari mulut saat seseorang batuk atau bersin. Nah, supaya enggak menulari atau sebaliknya ketularan orang-orang mulai memakai masker.

Sedangkan, beberapa merek antiseptik menghilang karena orang-orang tiba-tiba dikit-dikit semprot-semprot pakai diisinfektan. Nah, salah satu bahan disinfektan adalah antiseptik merek tertentu.

Produk-produk yang langka di pasaran setelah Covid-19. Sumber gambar: Pixabay.

Masih misteri siapa yang bikin barang-barang tersebut menghilang dari pasaran. Walau mungkin bisa ditebak, kondisi seperti itu sepertinya ulah penimbun yang tidak bertanggungjawab.

Baca juga:  Apa Sih Penyakit Covid-19 Itu?

Untungnya, produk-produk yang saya sebutkan di atas ada subtitusinya. Enggak ada hand sanitizer yo ora patheken, selama masih ada sabun dan air. Sabun apapun bisa dipakai kok, enggak mesti yang harus ada embel-embel “anti bakteri”-nya. Trus, kalau enggak ada masker medis ya bisa pakai masker dari bahan tertentu seperti kain. Kalau khawatir tipis, kita bisa lapisin pakai tissue beberapa lapis.

Sedangkan, untuk pengganti semprot-semprot disinfektan bisa pakai air sabun juga kok. Sekalian aja mandi dan cuci baju begitu sampai rumah. Malah, katanya ada penelitian yang bilang kalau terlalu sering terpapar disinfektan, apalagi yang DIY dan enggak ada standarnya, khawatirmya malah bahaya buat kulit, mata, bahkan kalau terhirup atau tertelan bisa mengakibatkan keracunan.

Jadi, yoweslah, produk-produk itu menghilang di pasaran ya enggak udah galau. Kalau galau malah bikin seneng penjahat-penjahat penimbun produk-produk itu aja.

  • Makin banyak yang rajin membersihkan tangan sebelum dan sesudah beraktivitas

Yes, kalau dulu ada orang yang enggak terlalu peduli tangannya bersih atau enggak saat mau makan, minum, atau pegang bagian wajahnya, sekarang makin banyak yang concern soal ini. Dikit-dikit oles-oles hand sanitizer, sampai akhirnya hand sanitizer langka, eh panik.

Padahal, seperti yang saya bilang tadi, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama 20 detik tuh lebih dianjurkan oleh Centers of Disease Control and Prevention (CDC). CDC menyarankan menggunakan hand sanitizer hanya ketika berada di tempat yang susah air dan sabun saja.

CDC lebih menyarankan cuci tangan pakai sabun dan air yang mengalir. Sumber gambar: Pixabay.

Alasannya sebagai berikut:

  • Sabun dan air lebih mudah ditemukan dan murah.
  • Hand sanitizer tidak ampuh pada tangan yang sangat kotor, seperti kena minyak, lumpur, dll.
  • Hanya hand sanitizer yang mengandung alkohol 60-70% saja yang bisa membunuh beberapa bakteri dan virus.
  • Pemakaian hand sanitizer yang terus-menerus dan berlebihan bisa menyebabkan resistensi atau kekebalan terhadap bakteri tertentu.
  • Buat yang kulitnya sensitif, pemakaian hand sanitizer berisiko membuat kulit jadi iritasi dengan gejala kulit jadi kering, gatal, panas, dll.

Kesimpulannya, air dan sabun lebih bagus untuk membersihkan tangan ketimbang hand sanitizer ya teman-teman.

  • Makin banyak orang pakai masker ketika bepergian

Alasannya itu tadi, karena khawatir menularkan atau tertular droplet maka banyak orang pakai masker saat keluar rumah. Padahal sebenarnya di dalam rumah pun kalau sedang batuk pilek/ flu, sebaiknya sih tetap pakai masker, supaya enggak menulari orang serumah.

Semenjak Covid-19 mewabah orang-orang melakukan physical distancing. Sumber gambar: Pixabay.
  • Orang-orang melakukan physical distancing

Sekarang, banyak yang menghindari berkerumun dengan banyak orang. Kalau bisa jaga jarak dengan orang lain, ya, minimal satu meter lha. Tujuannya untuk mencegah penularan virus Corona dan virus lain-lainnya. Maka, tak heran kalau sekarang banyak antrean yang mengharuskan menjaga jarak, baik itu antrean kasir di supermarket, antrean di bank, di ATM, dll. Yang punya kebiasaan nyerobot saat ngantre pun sekarang mungkin mikir-mikir kali ya? 😀

  • Aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah kini dikerjakan di rumah saja

Untuk mematuhi aturan physical distancing, maka banyak aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah, kini dikerjakan di rumah saja. Seperti work from home, school at home, ibadah di rumah, belanja dari rumah, dll. Untungnya, kita hidup di zaman serba online-online ya teman-teman, sehingga perubahan aktivitas semacam itu lebih mudah kita lakukan.

WFH selama pandemi. Sumber gambar: Pixabay.

Kayaknya itu ya teman-teman perbedaan kehidupan sebelum dan sesudah pandemi yang terjadi secara umum.

Perbedaan kehidupan saya dan keluarga sebelum dan sesudah ada Covid-19

Tentu saja perubahan-perubahan yang terjadi juga mempengaruhi keluarga saya. Saya udah lupa kapan tepatnya, kami sekeluarga di rumah aja sejak Covid-19 mewabah. Tapi, kalau melihat jejak di medsos, terakhir kami sekeluarga bepergian ke Depok karena waktu itu saya ada urusan kerjaan, sekalian ingin menikmati weekend bersama, pada tanggal 8 Maret 2020.

Waktu itu sepertinya sudah pengumuman ada dua pasien positif Covid-19 di Depok, namun kondisi di sana masih ramai, walau mall Margocity sepi. Terlihat dari pujasera mall yang biasanya selalu ramai sampai kami susah dapat meja, kali itu lengang. Padahal, masih terhitung tanggal muda lho.

Hari terakhir bebas bepergian bersama keluarga sebelum kebijakan PSBB.

Stasiun KRL juga waktu itu masih ramai. Semua orang masih bebas bepergian naik KRL. Oh iya, suami saya masih kerja juga pada tanggal 9-13 Maret. Namun, saya yang biasanya kursus di LBI UI Depok tiap Sabtu, pada tanggal 14 Maret-nya udah berganti kursus online, soalnya Universitas Indonesia di-lockdown. Berlanjut ke Sabtu-Sabtu berikutnya sampai sekarang.

Lalu, pada tanggal 15 Maret, perusahaan suami mengizinkan untuk work from home (WFH), sehingga semenjak tanggal itu hingga sekarang suami bekerja dari rumah. Bersamaan dengan itu, anak-anak juga belajar jarak jauh sama guru-gurunya. Nah, tanggal 18 Maret saya masih sempat ke Jakarta naik KRL karena ada pekerjaan. Setelah itu, saya lupa ngapain, karena kami benar-benar di rumah saja, hehe.

Baca juga: Awas Hoax Covid-19! Cari Beritanya di Pusat Informasi Corona yang Terpercaya Saja.

Saya atau suami sesekali aja pergi ke pasar atau ke supermarket dekat rumah untuk membeli kebutuhan pokok. Sementara anak-anak, semenjak itu enggak pernah keluar rumah. Paling cuma ke teras atau pernah sekali ketika jam 11 siang saat komplek perumahan sepi, sya izinkan anak-anak keluar sebentar.

Kalau anak saya Maxy yang kebetulan emang nurun saya, agak introvert dan enggak terlalu suka ketemu orang, katanya sih betah-betah aja di rumah terus. Namun, adiknya, beberapa kali mengeluh bosan. Kalau udah gitu,ya biasanya saya alihkan dengan makanan, buku, atau gadget sebentar. Untungnya pula terbantu juga dengan “kehadiran” guru-guru les BIMBA-nya tiga kali seminggu.

Anak-anak belajar dari rumah.

Sedangkan suami, pada awalnya kesulitan juga sih WFH. Soalnya dikit-dikit anak-anak pasti kepoh kan ayahnya lagi ngapain hehe. Namun, setelah sebulan lebih, kayaknya makin bisa menyesuaikan.

Kalau saya sendiri sih, karena udah biasa dengan kerjaan online-online ya enggak terlalu terpengaruh sih. Walau begitu, saya kangen meeting dan kursus offline :(.

Paling yang saya rindukan adalah bisa bersosialisasi bebas sama tetangga, sama orang-orang yang saya jumpai di tempat umum, tanpa masker, tanpa ada ketakutan kalau jabat tangan, dan berdiri dekat-dekat. Saya juga kangen bisa ngemall dan main ke Gramedia tiap weekend sama keluarga kecil saya.

Saya kursus online di rumah juga.

Namun, kalau nurutin bosen, rasa rindu, suntuk, dll kayaknya kok pandemi ini terlihat banyak negatifnya. Malah bikin setres. Jadi, yoweslah dijalani aja. Percaya saja, bahwa Tuhan itu enggak akan kasi ujian kalau enggak ada hikmah di baliknya kan?

Maka, kita kudu pinter-pinter juga nih mencari hikmahnya. Menurut saya, berikut beberapa hikmah dari kehadiran Covid-19 ini:

  • Makin bersyukur masih sehat, masih bisa makan minimal tiga kali. Sementara di luar sana ada yang sakit bahkan ada yang enggak bisa makan karena kehilangan mata pencaharian.
  • Makin mendekatkan diri pada Tuhan.
  • Makin merekatkan bonding antara anggota keluarga.
  • Bumi jadi makin bersih karena berkurangnya kendaraan.
  • Dan pastinya masih banyak hikmah yang lainnya, yang mungkin belum kita ketahui.

Yha, begitu deh, teman-teman. Saya paham, enggak semua orang suka dengan perubahan, namun sebaiknya jangan dipandang dari sisi negatifnya semata. Lihat sisi positifnya juga.

Dengan demikian, insyaAllah, walaupun banyak perbedaan kehidupan sebelum dan sesudah mewabahnya Covid-19 ini, kita semua, manusia, pasti bisa melalui ujian ini dengan baik. Jangan lupa, Tuhan memberi kita akal dan pikiran. Itulah sebabnya, manusia cepat sekali beradaptasi. Selain itu, setiap penyakit, kecuali penyakit tua, udah pasti ada obatnya (sesuai Hadist Nabi). Sesudah kesulitan, juga pasti ada kemudahan. Percaya saja 🙂 .

April Hamsa