Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga bisa datang ke acara Arisan Ilmu Kumpulan Emak Blogger (KEB), setelah sebelum-sebelumnya gagal ikutan karena banyak faktor. Entah waktunya yang tidak cocok atau karena harus datang ke event yang lain. Lebih senang lagi karena tema yang dibahas di Arisan KEB adalah mengenai “Menulis Kreatif Kisah Perjalanan”. Sebab, saya baru saja membuat blog dengan niche traveling ini. Jadi, saya masih harus belajar bagaimana menulis suatu kisah traveling.

Arisan Ilmu KEB dengan tema “Kreatif Menulis Kisah Perjalanan”.

Apa bisa menulis kisah perjalanan jika jarang traveling?

Jujur, sebenarnya saya sempat ragu lho melahirkan satu blog lagi dengan niche traveling ini, sebab saya belum jauh “mainnya”. Paling, cuma sekitaran Depok, Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang saja, akhir-akhir ini. Saya sempat minder dengan beberapa travel blogger kawakan yang sudah pernah menjelajah banyak tempat wisata di dalam maupun luar negeri. “Ah, saya mah apa? Jarang traveling?” pikir saya sebelumnya.

View Arisan Ilmu KEB.

Namun, Travel Blogger Marischka Prudence yang menjadi pemateri dalam acara Arisan Ilmu KEB yang berlangsung pada 18 Maret kemarin di FX Sudirman itu menjawab keraguan saya. Marischka Prudence mengatakan bahwa mungkin orang ada yang mengatakan kalau dirinya tidak bisa ngeblog dengan tema traveling karena jarang traveling. Persis dengan apa yang saya rasakan. Mantan jurnalis salah satu televisi swasta itu kemudian menegaskan bahwa sebaiknya (saya) jangan pernah merasa begitu.

Marischka Prudence saat memberikan materi.

Marischka Prudence mengatakan bahwa traveling pada masa sekarang sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan, jadi bukan sesuatu yang wah. Jadi, semua orang pasti bisa melakukannya. Untuk blogger yang sudah terbiasa ngeblog, kalau mau menulis kisah traveling, ya, ayo! Tidak perlu ragu meski blognya punya niche lifestyle, fashion, parenting, atau niche-niche lain, kalau memang ada kisah perjalanan yang mau ditulis, ya, ditulis saja!

Salah satu contoh yang diberikan oleh Marischka Prudence adalah blogger dengan niche parenting. Hal paling penting adalah tetap menunjukkan karakter kita dalam menulis kisah perjalanan tersebut, misalnya bagaimana melakukan traveling bersama dengan anak-anak. Nah, kebetulan saya juga memulai ngeblog dengan banyak menuliskan kisah pengasuhan anak-anak. Jadi, sepertinya menarik jika saya menulis dari sisi itu. Perjalanan pun enggak perlu jauh-jauh. Misal, saat pergi dengan anak-anak ke kebun binatang, itu juga bisa saya tulis di blog.

Jadi enggak perlu membatasi diri, ah gue jarang traveling, ah gue enggak bisa ngomong soal travel. Enggak juga sebenarnya karena sekarang banyak orang bisa nulis tentang travel, terkait bermacam-macam aspek,” kata Marischka Prudence.

Percaya diri menyebarkan kisah perjalanan

Lalu, kalau sudah menulis kisah perjalanan, meski cuma sedikit, apa kita sudah layak disebut sebagai Travel Bogger/ Writer? Menurut Marischka Prudence, sih, iya. Semua orang yang menulis kisah perjalanannya, ya, sudah layak disebut Travel Writer. Kalau menulisnya di blog, ya, sudah menjadi Travel Blogger.

Kemudian Marischka Prudence menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan Travel Writing atau menulis kisah perjalanan. Menulis kisah perjalanan itu sebenarnya bukan “hanya” menulis ceritanya, namun juga harus:

  • Memiliki informasi: ada informasi yang akan kita bagi, misalnya mengenai bagaimana cara menjangkau lokasi wisata, bagaimana kondisi di sana, dan lain sebagainya.
  • Berbagi opini: bagaimana pendapat kita mengenai perjalanan ke lokasi wisata tersebut perlu dijelaskan dalam tulisan.
  • Menambahkan “rasa” dalam cerita: supaya ceritanya menarik maka harus ada sesuatu yang kita tambahkan yang menguatkan cerita kita.

Marischka Prudence juga menambahkan bahwa menulis kisah perjalanan enggak perlu berpatokan pada style orang lain. Kalau pun ada tulisan tentang suatu obyek wisata yang sama pun, sebaiknya tulis saja. Tidak perlu khawatir nanti tulisannya akan sama, sebab biasanya pasti ada saja hal-hal dari sudut pandang kita yang berbeda dengan apa yang diketahui oleh orang lain. “Ngeblog ya nulis aja, tidak perlu menimbang-nimbang nanti tulisan kita akan begini atau begitu,” kata Mariscka Prudence.

Setelah menulis kisah perjalanan, Mariscka Prudence mengatakan jangan lupa untuk menyebarkan tulisan tersebut. Bisa melalui media sosial atau media-media yang lain. Jangan tidak percaya diri saat menyebarkan (sharing) tulisan kita, karena pasti tulisan itu akan menemukan pembacanya.

Pada kesempatan itu, Marischka Prudence juga menunjukkan beberapa blog yang memiliki style penulisan yang sangat menonjol, sehingga mudah dikenali pembacanya. Salah satunya adalah blog almarhum Om CumiLebay. Bagi yang sudah pernah mengunjungi blog Om CumiLebay pasti tahu kalau Om CumiLebay biasa menulis dengan tulisan berwarna-warni, namun anehnya enggak bikin pusing pembacanya, dan tetap enak dinikmati.

Contoh blog dengan style penulisan yang unik.

Salah satu blog yang ditunjukkan oleh Marischka Prudence adalah blog Backpacker Borneo. Dulu awalnya blog ini dibuat karena si penulis kesal, tiap mencari tentang “borneo” di search engine yang muncul adalah Borneo bagian Malaysia. Akhirnya, si blogger memilih untuk menuliskan all about Borneo Indonesia.

Intinya, jangan takut menunjukkan dirimu sendiri dalam menulis kisah perjalanan. Jadilah unik sesuai karakter kita masing-masing!

Proses menulis kisah perjalanan

Sama halnya seperti menulis sebuah berita, menurut Marischka Prudence menulis kisah perjalanan pun ada prosesnya. Ada empat proses yang harus kita lalui:

  • Planning: rencanakan mau pergi kemana, kapan, sama siapa, dan lain-lain.
  • Hunting: kita melakukan perjalanan, lalu kita amati sekitar, sekiranya ada hal-hal menarik yang perlu kita ceritakan nanti.
  • Writing: tulis kisah perjalanan.
  • Editing: editing tulisan sebelum publish. Supaya enggak ada typo dan pembaca pun enak membacanya.

Begitu pula dengan isinya, tidak jauh-jauh dari unsur 5W + 1H yang biasa kita temukan di berita. Untuk kisah perjalanan, berikut penjelasan terkait unsur-unsur 5W + 1H:

  • What: apa destinasinya? Mau bahas obyek wisata atau kulinernya? Pilih topik yang menjadi bahasan. Kalau misal topiknya terlalu banyak yang ingin kita angkat, kita bisa bikin cerita yang berseri.
  • Who: siapa obyek yang digambarkan, akan lebih baik jika personalisasi digambarkan juga.
  • When: kapan kita traveling, atau misal kalau kita mau menceritakan tentang event di suatu lokasi wisata, pas saat ada festival, misalnya. Beri tahu kapan sebaiknya bepergian, berikan informasi, misal saat bepergian ke Jepang musim apa sih yang cocok buat ke sana. Mau lihat salju atau lihat sakura?
  • Where: unsur penting dalam menulis kisah perjalanan di blog sebab pembaca ingin tahu informasi tentang lokasi.
  • Why: memberi informasi tentang mengapa lokasi itu menarik, lalu mengapa kegiatan ada dilakukan?
  • How: memberi tahu bagaimana caranya sampai ke lokasi atau memberi informasi perencanaan keuangan untuk bisa traveling ke sana.

Jangan lupa pula untuk memperhatikan unsur utama berutama tema tulisan kita. Perhatikan beberapa hal seperti ini:

  • Spesifikasi atau fokus cerita: fokus mau bercerita tentang apa.
  • Pembagian tema: bagi tema-tema yang ingin diangkat dalam kisah perjalanan kita.
  • Satu lokasi dapat dibagi menjadi banyak cerita: bisa digabung atau diceritakan masing-masing, misal tentang kuliner, kondisi obyek wisata, dan lain sebagainya.
  • Beri penekanan sudut pandang atas tema: kita seolah menunjukkan dalam tulisan tersebut kalau kita bercerita atau kita bisa beri sudut pandang orang lain, misal pemandu, teman yang bercerita, dan lain-lain.

Kemudian jangan lupa “be unique!” Jadilah unik, jadilah diri sendiri! Tulis kisah perjalanan dengan gaya kita sendiri, enggak perlu nyontek style orang lain hanya untuk dibilang hebat. Justru kisah perjalanan yang kita tulis dengan gaya sendiri biasanya akan terasa feel-nya. Munculkan keunikan-keunikan kita dalam menggali dan mengangkat suatu kisa perjalanan atau lokasi wisata yang kita kunjungi.

Lebih penting lagi, “Menulislah dengan jujur!” pesan Marischka Prudence. Sebab, kadang enggak selamanya kisah perjalanan kita menyenangkan. Kita bisa menyampaikan pelajaran dari hal-hal yang kita rasa tidak baik selama perjalanan, supaya orang lain bisa menghindarinya. Kalau hal-hal yang kurang mengenakkan berhubungan dengan orang lain, kita endapkan dulu tulisan kita, baru kemudian kita baca lagi. Jangan sampai kita terlihat sangat marah karena kekecewaan kita sehingga nanti ada pihak-pihak lain yang enggak ikut terlibat, eh, namanya ikutan buruk.

Misal, saat makan di rumah makan X, lalu ternyata salah satu pelayannya jutek. Kita tidak bisa memukul rata kalau pelayan di sana galak semua, bukan? Mungkin itu oknum. Namun, kadang suka ada yang menulis, “Pelayan di restoran X galak” jadinya satu restoran kena imbasnya. Itulah sebabnya jangan publish tulisan saat sedang marah. Baca ulang lagi dan lakukan editing. Tulis kritik dan saran dengan cara yang baik.

Tentu saja, tak lupa, sesuai tema Arisan Ilmu KEB hendaknya saat menulis kisah perjalanan dengan cara yang kreatif supaya orang tertarik membaca. Bisa menyertakan foto dan video untuk melengkapi tulisan kisah perjalanan. Jangan lupa menyertakan caption yang menarik.

Story building dan pengembangan cerita

Menulis kisah perjalanan secara kreatif juga akan nampak dalam story building. Bagaimana cara kita menceritakan kisah perjalanan tersebut akan membuat pembaca tertarik pada cerita kita. Untuk itu dalam story building, hendaknya kita:

  • Fokus kepada hal-hal yang ingin kita share ke pembaca.
  • Jangan terpaku kalau menulis harus runut, mulai dari A-B-C-D, kita bisa bercerita dengan plot yang berbeda.
  • Pikirkan hal-hal apa saja yang paling memorable, lalu kita share.
  • Tulis pesan yang ingin kita sampaikan kepada pembaca.

Kita juga bisa membuat pengembangan cerita dari hal-hal yang kita temukan saat traveling. Misalkan saat mau mengangkat tema budaya, nah, kita bisa kembangkan dari sisi sejarah, kuliner, upacara adat. Kita bisa cerita tentang latar belakang atau bahkan membandingkan dengan budaya atau kuliner dari tempat lain.

Kalau kita punya spesifikasi itu lebih baik lagi. Misalnya, kita punya spesifikasi menulis kisah perjalanan di tempat wisata yang ramah anak kecil. Atau misalnya kita punya spesifikasi menulis latar belakang atau sejarah suatu lokasi wisata tertentu. Orang-orang dengan spesifikasi tertentu biasanya sukses menceritakan kisah perjalanannya. Marischka Prudence memberi contoh seorang jurnalis namanya Douglas (lupa nama lengkapnya) yang suka pergi ke daerah rawan konflik atau Anthony Bourdain yang suka mengulas makanan “menjijikkan” di negara dunia ketiga.

Bagaimana mencari uang dengan menjadi Travel Blogger?

Nah, kalau kita sudah banyak menulis kisah perjalanan dan membuat kita dikenal sebagai Travel Blogger, kita bisa lho menghasilkan uang dari blog kita. Menurut Marischka Prudence, kalau sudah jadi Travel Blogger enggak mesti dapat jalan-jalan atau makan-makan gratis. Sama seperti blog lain, kita juga bisa mendapatkan pendapatan dengan cara: memasang banners iklan, membuat afiliasi, CPM Advertising, memasang iklan Pay Per Click, memasang Google Adsense, dan masih banyak cara lainnya.

Lalu Marischka Prudence juga menyinggung soal bagaimana mendapatkan sponsor untuk bisa jalan-jalan dan makan-makan. Sebelumnya, Marischka Prudence mengatakan kita harus bisa “menjual” blog kita dulu. Bagaimana caranya?

Cara “menjual” blog adalah dengan cara meningkatkan keempat hal ini:

  • Design: cari desain/ template blog yang sesuai karakter kita.
  • Name: nama blog juga penting, supaya dengan dari membaca namanya saja, orang tahu blog kita bercerita tentang traveling.
  • Content: isi dengan kisah-kisah perjalanan yang menarik.
  • Promotion: lakukan promosi, bisa sharing tulisan kita kemana saja. Seperti yang sudah saya tulis di atas, bisa di media sosial, media cetak, media online, atau media-media yang lain.

Empat hal yang harus diperhatikan saat ingin “menjual” blog.

Jangan lupa untuk ngeboost trafik pengunjung blog. Promosi tadi salah satunya. Beri tag di tulisan blog atau caption di foto, supaya blog kita bisa mudah ditemukan oleh search engine saat ada yang butuh info tentang kisah perjalanan yang kita tulis. Lakukan analisa statistik blog secara berkala supaya kita tahu minat pengunjung blog itu tentang kisah perjalanan yang seperti apa, sih. Kita juga jadi tahu kapan aktu yang tepat ngeshare tulisan. Jadi, kita bisa ngeboost trafik pengunjung dari tulisan-tulisan sejenis.

Kalau semua itu sudah dilakukan, kita bisa lebih percaya diri mengajukan blog kita supaya dilirik brand untuk diberi sponsor saat jalan-jalan atau makan-makan. Bahkan, jika blog kita sudah bagus, brand yang akan datang kepada kita. Tapi, jangan lupa jadilah profesional! Blog kita seperti perusahaan kita, maka kita juga harus mampu mengelolanya.

Wah, siapa coba yang enggak kepengen traveling gratis dan dibayar pula? Yuk-yuk, kita menulis kisah perjalanan kita secara kreatif, siapa tahu dilirik brand juga! 😀

Semoga bisa ketularan jadi Travel Blogger beken seperti Marischka Prudence 😀

Berfoto bersama pemateri dan peserta Arisan Ilmu KEB

April Hamsa      

Categorized in: