Lato-lato, oh, lato-lato. Sebenarnya agak telat enggak sih ngobrolin mainan yang satu ini? Yaaa, walaupun di sekitar saya masih ada sih yang memainkannya. Saya pun B aja dengan mainan ini. Saya juga tidak membelikan anak-anak saya mainan lato-lato ini, hahaha.

Saya baru ngeh kalau mainan ini hits di kalangan anak-anak aja, ketika playdate dengan teman-temannya anak-anak. Waktu itu, ada seorang penjual lato-lato, trus ortu teman anak saya membelikannya untuk anaknya.

Trus, sepulang playdate, saya juga baru mengetahui kalau anak tetangga sebelah ternyata telah memilikinya juga. Untungnya, anak-anak saya enggak tertarik ingin punya juga 😀 .

Sejak anak-anak kecil, saya memang buka tipe ortu yang membiasakan mereka membeli barang-barang yang tengah kekinian di kalangan anak-anak. Misalnya, nih, waktu “katanya” anak-anak lainnya rewel minta dibeliin coklat dalam kemasan cangkang telur di minimarket, anak-anak saya ya B aja.

Yaaa, karena enggak dibiasakan itu tadi. Untuk camilan anak-anak, saya dan suami lebih sering belanja bulanan. Saat belanja, kami juga sekaligus membeli snack untuk camilan anak, sehingga kalau anak ingin jajan, yawda tinggal ambil aja di lemari.

Kalau beli yang bentuk telur-teluran itu atau jajanan heits lainnya, yaaa, sesekali doank. Kalau enggak dibelikan ya enggak masalah.

Begitu pula dengan mainan kekinian seperti lato-lato, saya enggak membelikan anak-anak, karena menurut saya mainan kayak gitu kurang ada manfaatnya. Trus, belakangan katanya orang-orang udah mulai terganggu, karena yang main lato-lato enggak kenal waktu dan tempat ya? Ouh, saya makin bersyukur enggak memperkenalkan mainan ini ke anak-anak saya, hehe.

Pernah suatu hari saya baca kicauan seorang dokter yang curhat kalau ada anak kecil main lato-lato di ruang tunggu rumah sakit. Saya juga beberapa kali mendengar lato-lato berbunyi di stasiun dan saat udah naik commuter line (KRL), wkwkwk.

Saya pribadi sebenarnya enggak terganggu sih dengan kebisingan suara lato-lato. Cuma merasa kasihan aja, misalnya nih di rumah sakit, kan banyak pasien sakit tuh. Jangankan sakit apa gitu yang berat, “cuma” sakit gigi aja,mungkin dah merasa setres denger tak tek tok tak tek tok, xixixi.

Trus, yang di KRL, wuaduh, menurut saya juga akan ganggu penumpang lain yang ingin istirahat selama di perjalanan jauh (barangkali?). Untung bukan di Jepang tuh naik KRL-nya. Kalau di Jepang udah dimarahi kali ya? Soalnya emang di KRL sana katanya sunyi sepanjang perjalanan. Syebuk dengan urusan masing-masing dan enggak ganggu orang.

Kalau menurut saya, sih, bukan anaknya yang salah, melainkan orang tuanya. Yeah, mengapa sih ortu mengizinkan anak main lato-lato di tempat-tempat yang seharusnya anak enggak memainkan alat ini? Mengapa sih orang tua membiarkan anak main lato-lato enggak kenal jam? Misalnya, malam-malam saat tetangga tengah beristirahat?

Yeah, saya paham kalau lato-lato ini awal kemunculannya disambut dengan baik, karena bisa mengurangi dampak ketergantungan anak dari gadget. Namun, yaaa, menurut saya, sebaiknya orang tua pun punya rules kapan dan di mana anaknya bisa bermain lato-lato agar tak mengganggu orang lain 😀 .

Dari uraian saya tersebut, udah terkuak ya, alasan saya enggak membelikan anak saya mainan lato-lato? Pertama, karena tidak ingin membiasakan anak memiliki sesuatu yang sedang viral. Lalu, kedua, karena saya khawatir anak saya ketergantungan pada mainan ini xixixi. Segala sesuatu yang berlebihan memang enggak baik yaaa.

Lalu, apakah anak saya enggak pernah main lato-lato sama sekali?

Oh, ya, enggak. Kalau mau bermain lato-lato, anak saya minjem punya temannya. Meski demikian, alhamdulillah, enggak pernah minta untuk dibelikan mainan yang satu ini.

Mungkin sudah paham kalau bunda atau ayahnya enggak bakal membelikan kalau enggak terlalu membawa manfaat, apalagi bikin berisik wkwkwk.

April Hamsa

Categorized in: