Xixixi, yeaaah, udah sekitar hmmm, yaaa 3-4 bulan terakhir ini, saya les Bahasa Jepang di Lembaga Bahasa Internasional Universitas Indonesia (LBI UI) di Depok. Mungkin cuma sedikit yang tahu, karena saya juga agak males cerita sih, kecuali ke beberapa teman dekat aja. Agak males kalau nanti bikin orang mengernyitkan dahi:

Lha, ngapain sih udah emak-emak kok belajar Bahasa Jepang?”

Kok milih Bahasa Jepang? Bahasa Inggrismu aja masih jelek?”

Segitunya ya yang pengen ke Jepang?”

Eh, tapi akhirnya dibikin jadi konten di blog ini. Hahaha.

Alhamdulillah, masih punya kesempatan belajar Bahasa Jepang 😀 .

Jepang oh Jepang, menurut saya Jepang tuh negara yang menakjubkan. Setelah dihancurkan oleh bom atom, negara ini begitu cepat bangunnya. Itu, salah satu yang bikin saya mengagumi negara ini.

Trus, soal “Ngapain sih emak-emak belajar Bahasa Jepang?” Hmmm, kalau saya balikin, “Lho, emang kenapa? Emangnya emak-emak enggak boleh mempelajari bahasa asing?” Boleh dan sah-sah aja donk yaaa… 😀

Alasan belajar Bahasa Jepang sekarang

Jadiii, semuanya berawal ketika saya merasa sedang dalam masa sangat bosan dengan aktivitas keseharian yang ada. Ya, sebagai ibu rumah tangga, ya sebagai pekerja lepas (blogger, freelance writer,dll). Dahulu, menulis buat saya adalah “me time”. Namun, saya akui, sekarang menulis merupakan “pekerjaan”. Ketemu detlen lagi, detlen lagi. Sehari-hari aktivitas saya begitu terus. Ngadep laptop, ngliat henpon. Duh!

Fuji San di Jepang (Sumber: Pixabay).

Trus, saya merasa terlalu sering berinteraksi pakai gadget, ketimbang dengan orang “beneran” (soalnya saya jarang main ke tetangga, enggak punya grup wali kelas karena anak belum sekolah formal, intinya enggak punya kegiatan yang “beneran” di “dunia nyata”), dan itu bikin saya “gila”. Huhuhu.

Saat itulah saya sampai pada suati titik: “Saya harus punya aktivitas di mana saya berinteraksi dengan orang secara face to face. Trus, aktivitas itu minim bahkan kalau bisa enggak pakai gadget sama sekali.”

Akhirnya tercetus ide: “Ahaaa, saya harus mengikuti semacam kursus buat ibu-ibu.”

Akhirnya saya mulai bikin list kursus apa yang bisa saya ikuti, seperti: baking atau cooking, menjahit, musik, dll, sampai akhirnya saya memutuskan kursus bahasa saja.

Semoga kelak bisa melihat langit Tokyo aamiin (Sumber: Pixabay).

Mengapa? Soalnya kalau kursus kayak baking/ cooking, sewing, musik, dll kan kayaknya butuh alat ya buat praktik. Seperti tools memasak, mesin jahit (walau saya punya dan enggak pernah dipakai wkwkwk), beli piano atau gitar atau biola, dll hahaha. Nah, kalau kursus bahasa, paling beli buku atau kamus, gitu. Yowes, akhirnya saya memutuskan kursus bahasa saja.

Lalu, kenapa saya pilih Bahasa Jepang? Soalnya, dulu saya pernah mempelajari Bahasa Jepang. Duluuu banget, sebelum negara api menyerang #eh 😛 . Plus, kebetulan saya penggemar drama Jepang di channel TV Jepang seperti Waku Waku Japan atau GEM. Yeah, mungkin bisa dibilang saya punya cita-cita yang begitu “mulia” yakni kepengen nonton drama Jepang tanpa subtitle, wkwkwk.

Tapi, serius, emang itu juga salah satu tujuannya. Jadi, udah ada dua alasan kesebut ya tadi, mengapa belajar Bahasa Jepang sekarang? Pertama, buat me time. Kedua, supaya bisa berbahasa Jepang dengan lancar sehingga bisa nonton drama Jepang tanpa subtitle :p .

Huruf Katakana yang bikin mumet, xixixi.

Lalu, alasan lainnya, terus terang saya ingin belajar serius di bidang ini, bahkan mungkin kuliah lagi ambil jurusan ini (please doain ada jalan dan rezekinya, makasih), supaya kelak kalau ada kesempatan kerja kantoran lagi saya punya sesuatu yang bisa dijual. Kalau enggak, mungkin saya bisa ambil kesempatan jadi penerjemah atau jadi guru ngajarin Bahasa Jepang ke orang lain atau jadi guide buat orang Jepang di sini atau orang Indonesia yang main ke Jepang, maybe.

Walau kadang saya juga merasa up and down, sih, mengingat usia yang tak lagi muda. Apalagi, Bahasa Jepang itu hurufnya berbeda dan wajib hafal tiga huruf (Kanji bikin mumet gaeeess). Namun, kalau udah di kelas, semangat itu biasanya muncul lagi 😀 .

BTW, mengenai usia yang tak lagi muda untuk belajar bahasa asing, selama ini mungkin kita sering dicekoki dengan paradigma: “Kalau belajar bahasa tuh sebaiknya sejak kecil, karena anak-anak lebih mudah menyerapnya, bagaikan mengukir di atas batu. Sedangkan, kalau di usia yang tak lagi muda, seperti mengukir di atas air.”

Suka ciut duluan kan ya denger kalimat itu?

Kalau mau belajar Bahasa Jepang kuasai kedua huruf ini dulu.

Namun, ternyata ada lho beberapa penelitian yang mengatakan bahwa orang dewasa tuh sebenarnya bisa juga mempelajari bahasa asing dengan mudah. Saya lupa baca di mana, coba deh searching di Mbah Google, kali nemu. Kurang lebih begini katanya: “Orang dewasa punya pengalaman linguistik yang banyak, orang dewasa punya strategi dalam belajar dan memecahkan masalah, orang dewasa lebih cepat memproses informasi hal baru berdasarkan pengalaman hidupnya, dll.”

Intinya, enggak selalu betul bahwa orang dewasa akan mengalami kesusahan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Saya beri contoh ya, ketika saya mulai belajar kanji. Nah, saya pribadi punya cara khusus belajar kanji. Misal, kanji Yama (gunung), saya akan ingat bagaimana coretannya membentuk gunung. Kira-kira seperti itu kali ya, orang dewasa memproses informasi atau menghafalkan sesuatu?

Buku Minna no Nihongo untuk level dasar banget.

Kalau saya garis bawahi, dua hal yang bikin kita (saya), orang dewasa, bisa belajar bahasa asing dengan gampang adalah:

  • Niat
  • Konsisten
  • Optimis.

Khusus hal yang saya sebut terakhir, iyes saya optimis, apa yang saya pelajari tuh enggak akan sia-sia. Minimal saya bisa mengajari anak-anak saya Bahasa Jepang ini lha. Soalnya, kalau soal bahasa untuk anak, saya tuh agak ambis ya? Kepengen anak-anak menguasai bahasa asing lain, selain Bahasa Inggris. Biar mereka lebih baik dari emak bapaknya, hehe.

BTW, ngomong-ngomong saya tuh terinspirasi sama sebuah film. Sayangnya saya lupa judulnya :P . Filmnya, film Hollywood gitu, yang mengisahkan tentang seorang pengusaha Jepang yang diundang ke sebuah negara konflik. Si Pengusaha Jepang ini mengajak serta asistennya yang ternyata menguasai beberapa bahasa, ya Inggris, ya Latin, dll. Ngliat film ini saya merasa, kayaknya kok seru ya bisa menguasai beberapa bahasa gitu. Menurut saya, bahasa tuh membuat manusia makin mengenal dunia yang complicated ini.

Kuasailah bahasa asing, maka kau akan menguasai dunia.” (Tau dah quote siapa haha).

Weleh, enggak terasa panjang amir alasan belajar bahasanya yak, wkwkwk. Yeah, pokoknya buat me time gitu deh 😛 (Trus, dikomen ma temen: “Me time-nya nambahin mumet ya Bu?” Xixixi).

Lalu, bagaimana les/ kursus Bahasa Jepang di LBI UI?

Singkat cerita saya memutuskan daftar kursus Bahasa Jepang di LBI UI? Mengapa saya pilih LBI UI, ketimbang beberapa tempat les Bahasa Jepang lain yang mungkin tersebar di Bogor atau Depok atau bahkan Jakarta? Alasannya karena:

  • Pertama, LBI UI di bawah naungan UI, jadi harapan saya yang ngajar dosen, dan pastinya kompeten lha ya? Walau sayangnya di sana tidak ada pengajar native sih.
  • Kedua, biayanya cukup ramah kantong yaaa. Kalau Bahasa Jepang tuh ada dua tingkat, yakni tingkat dasar dan intermediate. Tingkat dasar terdiri dari 7 level, biaya kursusnya Rp. 1.350.000,00/ level. Satu level sekitar 3 bulan gitu deh. Sedangkan, tingkat intermediate ada 3 level dan biaya kursusnya Rp. 1.400.000,00/ level. Sudah termasuk buku Hiragana Katakana dan dua buku Minna no Nihongo untuk pelajaran level dasar dan buku Kanji untuk level berikutnya.
  • Ketiga, transportasinya cukup gampang kalau dari rumah saya di Cilebut, tinggal naik KRL sekitar 25 menitan, lalu turun Stasiun UI, lanjut ngesot aja dah sampai LBI.

Oh iya, LBI UI ini sebenarnya ada 2 kampus ya teman-teman. Selain di Depok, ada juga kampus LBI di UI Salemba, Jakarta sana. Sebagai orang Jakarta coret ya udah jelas saya memilih Depok lha ya.

FYI, untuk mengetahui kapan pendaftaran les bahasa di LBI UI dibuka, teman-teman bisa melihat informasinya di akun Instagram LBI UI (@lbi_fib_ui). Kalau enggak salah (lupa-lupa inget) saya daftar September atau Oktober tahun lalu. Sepertinya, LBI UI membuka pendaftaran tiga kali dalam setahun.

Gedung X FIB UI Depok tempat mendaftar les Bahasa Jepang.

Waktu itu, saya datang dulu ke gedung LBI UI Depok, tepatnya di gedung X Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI. Ancer-ancernya, abis turun KRL di Stasiun UI, keluar stasiun, nyeberang jalan dua kali, langsung deh nyampai gedung ini. Sampai sana bisa bilang ke petugas kalau mau melakukan pendaftaran les bahasa. Ada beberapa bahasa lainnya yang bisa kita pelajari selain Bahasa Jepang, ada Bahasa Inggris, Bahasa Korea, Mandarin, Belanda, Jerman, dll. Informasi lebih lengkapnya lihat saja di akun Instagram @lbi_fib_ui yaaa.

Nanti, pada saat mendaftar, kita akan diberi formulir pendaftaran. Isinya ya seperti biodata, ada pula isian untuk menentukan jadwal kalau mau ikutan placement test (karena mungkin sebelumnya pernah belajar dan enggak mau mengulang dari level dasar. Kalau saya pribadi, walaupun sebelumnya udah pernah belajar Bahasa Jepang, waktu itu memutuskan tetep ikutan dari level pertama. Khawatir banyak yang lupa 🙁 . Udah lha start dari awal saja), dan pernyataan kepesertaan. Jangan lupa membawa fotokopi identitas yaaa. Kalau misalnya belum punya id card/ KTP bisa juga memakai keterangan dari sekolah. FYI, usia minimal peserta belajar di LBI UI adalah 15 tahun.

Kalau mau daftar les di LBI UI ke meja ini yaaa.

Setelah mengisi semua isian yang diminta, kita bisa langsung melakukan pembayaran secara debit maupun tunai di loket administrasi. Bisa juga melalui transfer, trus bukti transfernya kita kirim via email ke adminnya LBI UI. Udah gitu aja, tinggal nunggu aja email balasan kapan mulai belajarnya. Oh iya, LBI UI menerapkan sistem “first come first served” sehingga yang daftar plus bayar duluan ya langsung cepat dapat kelasnya. Soalnya, peminatnya lumayan banyak.

Untuk belajarnya bisa saat weekdays (Senin, Selasa, Rabu) dan Sabtu. Maaf saya lupa kalau weekdays tuh jadwalnya jam berapa, tapi pernah ada yang bilang kalau sore ke agak maleman gitu sih. Sedangkan, les pada hari Sabtu dimulai pukul 08.30 sampai 13.00 WIB. Ada istirahatnya juga sekitar pukul 1030 – 11.00 WIB.

Kantin FIB yang bisa kita manfaatkan saat istirahat les.

Kebetulan kelas pertama yang saya ikuti rata-rata pesertanya adalah mereka yang udah bekerja. Meski ada pula yang kuliah, bahkan masih SMA. Tapi, prosentasenya tetep banyak yang udah usia kerja (Update: kelas kedua yang saya ikuti, setelah naik level, isinya udah “senior” semua sepantaran saya, yeaaay 😛 ). Sehingga, sebagai emak-emak saya merasa enjoy aja di kelas, xixixi. Walau jujur kadang suka ngiri sama yang usia muda, hehe. Masa depan mereka masih panjaaang, kalau saya, yaaa, jalanin aja. Inget-inget aja kalau Trump aja bisa jadi Presiden saat usianya 70 tahun. Jadi, yeah, saya berjuang di timeline saya sendiri, begitu juga denganmu, wahai emak-emak yang membaca tulisan ini 🙂 . Ganbatte kudasai! 😀

Kalau guru atau sensei-nya, tiap kelas dapat dua pengajar. Jadi bergantian gitu ngajarnya, pada saat jam pertama dan kedua. Selain tatap muka seperti biasa, kadang sensei juga mengisi kelas dengan games menarik gitu, sehingga kegiatan belajarnya enggak monoton. Namunseperti yang saya bilang sebelumnya, di LBI UI enggak ada native-nya, tapi sesekali ada kegiatan dengan orang Jepang asli. Sehingga, ada waktu di mana kita bisa belajar langsung dari orang Jepang-nya. Cukup menyenangkan sih 🙂 .

Oh iya, untuk kelas belajarnya, enggak di Gedung X FIB ya, melainkan di gedung lain. Kelas saya kemarin sih di Gedung VI FIB. Lokasinya di belakang, deket sama Danau UI. Gedung itu ya gedung yang sama yang dipakai anak-anak FIB UI kuliah gitu.

Gedung VI FIB UI Depok tempat saya les Bahasa Jepang.

Trus, tiap level juga ada ujiannya. Kalau enggak salah ada dua kali kuis, lalu ada UTS dan UAS. Kayak kuliah gitu deh, mirip-mirip. Tidak ada kelas pengganti, kalau kita berhalangan ikut kelas, namun ada hari pengganti kalau kita enggak bisa ikut UTS/ UAS. Namun, mesti bayar lagi Rp. 300.000,00, hehe.

Target selama kursus Bahasa Jepang level dasar di LBI UI adalah peserta bisa menguasai Katakana dan Hiragana, plus sekitar 300 huruf Kanji. Ditambah mendapatkan pengetahuan juga tentang budaya Jepang.

Kesan kursus selama di level dasar, hmmm, cukup menyenangkan. Ketemu teman baru, ngrasain deg-degan lagi ketika kuis dan ujian, sensei-nya cukup jelas menerangkan, dan yang terpenting saya mendapatkan me time saya, haha. Tapi, emang terasa ngebut gitu belajarnya, sih. Kadang suka ngos-ngosan ngikutinnya. Namun, tetep menyenangkan.

Suasana di kelas saat belajar Bahasa Jepang.

Oh iya, supaya ilmunya enggak mentok, saya juga mengikuti beberapa grup belajar Bahasa Jepang di medsos. Trus, saya juga membeli beberapa buku buat mendukung kegiatan belajar saya. Nonton Drama Jepang juga tetep jalan donk, sembari belajar pengucapan kata dan kalimat dalam Bahasa Jepang hehe. Rencananya sih, saya juga mau membagikan konten belajar Bahasa Jepang di blog dan/ atau medsos. Supaya medsos saya paling enggak bisa dijadikan ladang berbagi ilmu, walaupun ilmu saya masih cethek banget, huhuhu.

Yhaaa, jadi begitu deh, cerita mengenai alasan mengapa emak-emak kayak saya mengikuti kursus Bahasa Jepang di LBI UI. Buat “me time” gaeeess, xixixi. Mohon, doakan saya tetep istikhomah belajarnya yaaa 🙂 . Doain juga bisa mengunjungi Jepang segera yaaa, uhuks 😀 . Makasiiih 🙂 .

April Hamsa