Mumpung sebelumnya membahas mengenai membuat kesepakatan dengan anak, maka sekalian saja yaaa, disambungin dengan pemberian konsekuensi. Yes, seperti yang saya bilang pada tulisan sebelumnya, bahwa ada kalanya ada anak yang melanggar kesepakatan, walaupun sebenarnya kesepakatan tersebut dibuat bersama. Maka, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memberikan konsekuensi pada anak.
Memberikan konsekuensi kepada anak ini bukan berbeda dengan memberikan hukuman ke anak, lho. Ada perbedaan mendasar antara memberi hukuman dengan memberlakukan konsekuensi.
Hukuman VS Konsekuensi
Kalau diminta menggambarkan hukuman, mungkin generasi teman-teman yang saat ini telah menjadi ibu dan bapak pernah mengalaminya. Kalau ditanya apakah hukumannya itu membuat kita (dulu) jadi lebih mudah merefleksikan kesalahan kita? Kayaknya hamper semua bakal menjawab, “enggak tuh”.
Ya, gimana enggak, misalnya nih saat kita kecil dulu enggak mau makan masakan ibu, kita dapat hukuman enggak boleh menonton televisi selama seminggu. Lha, apa hubungannya enggakmau makan dengan menonton televisi kan?
Malah, dalam contoh kasus di atas, kayaknya akhirnya generasi dulu terpaksa makan sesuatu, bukan karena manfaat nanti dapat sehat atau apa, melainkan cuma takut enggak bisa nonton televisi. Huhu.
Hukuman model itu menurut saya memunculkan ketakutan saja. Sifatnya bahkan kayaknya hanya akan bertahan sementara, nggak sih?
Tentu, kita enggak mau donk anak-anak kita “takut” karena “ancaman”. Kita maunya anak-anak kita “takut” karena kalau melanggar makan ada “konsekuensi” yang akan dia terima.
Dengan memahami sebuah konsekuensi yang akan didapat pada saat anak melanggar aturan, maka si anak ini patuhnya tidak bersifat sementara. Dia insyaAllah akan selalu konsisten dengan pilihannya sendiri.
Cara tepat memberikan konsekuensi
Lalu, konsekuensi yang tepat itu sebenarnya yang kayak apa sih. Nah, kebetulan kemarin saya membaca buku KeluargaKita: Mencintai dengan Lebih Baik karya Ibu Najeela Shihab kepsek-nya anak-anak. Saya sampai di bagian bahwa yang namanya hukuman tuh berbeda dengan konsekuensi.
Saya juga menemukan tips nih tentang bagaimana cara baik memberikan anak konsekuensi, yakni antara lain:
Berhubungan dengan kesalahan
Sebelumnya saya sudah memberikan contoh, misal ada anak yang enggak mau makan, eh, hukumannya dilarang menonton televisi. Padahal keduanya kan enggak nyambung sama sekali.
Maka, sebagai orang tua hendaknya memberikan konsekuensi yang berhubungan dengan kesalahan si anak. Misalnya kalau orang tua udah ngrasa jengkel soal mood makan anak, maka berikan pula konsekuensi yang berhubungan. Contoh paling gampang, tidak memperkenankan anak makan snack jika sebelumnya tidak makan besar.
Selain itu, kita juga bisa menjelaskan konsekuensi kalau si anak enggak makan, maka mungkin nanti akan mengalami sakit perut karena lapar. Kita bisa menunjukkan bahwa orang dewasa tidak menyimpan makanan apa-apa lagi di rumah, selain yang telah disajikan di atas meja makan untuk si anak.
Hal-hal seperti itu lebih bisa membuat anak berpikir, seperti, “Oh ya kalau belum makan aku beluim bisa makan camilan” atau “Oh ya, kalau enggak makan nanti aku lapar, padahal enggak ada makanan lainnya yang bisa dimakan.”
Masuk akal
Sebaiknya berikan konsekuensi yang masuk akal. Jangan bikin konsekuensi yang tidak masuk akal. Konsekuensi yang tidak masuk akal contohnya ketika anak bangun tidur dan enggak membereskan kasurnya sendiri, lalu orang tua melarang anak tidur di kasur lagi. Tentu ini enggak masuk akal kan?
Saya pribadi memilih membiarkan saja kasur si anak berantakan, supaya si anak merasakan sendiri, akalu kasurnya berantakan nyaman atau enggak buat dipakai tidur. Sejauh ini sih untungnya anaknya tidak betah kalau kasurnya berhari-hari berantakan. Akan ada masa dia kemudian mengambil penebah dan mulai membereskan area kasurnya sendiri.
Konsekuensi yang masuk akal akan membuat anak melakukan sesuatu dengan lebih konsisten.
Memberikan pengalaman belajar
Konsekuensi tersebut harus memberikan pengalaman belajar, supaya bisa dibedakan dari contoh hukuman yang sudah saya tulis sebelumnya di atas tadi. Hal ini juga bertujuan supaya anak bis akita ajak melakukan refleksi hingga evaluasi bersama mengenai kesepakatan yang sebelumya sudah dibikin.
Jangan lupa untuk memberikan apresiasi kepada anak apabila anak sudah menyadari konsekunsi dari tindakannya melanggar sebuah kesepakatan.
Menjaga harga diri anak
Siapa yang sering mengancam anak, baik sengaja maupun tak sengaja? Huhuhu.
Bagaimana menurut teman-teman dengan kalimat “Kamu mandi sekarang atau ibu tinggal, nih”? kedengarannya seperti memberikan pilihan, bukan? Namun, ternyata itu ancaman dibalut pilihan, huwaaa.
Padahal, sebaiknya pemberian konsekuensi itu tidak mengandung ancaman. Maka, sebisa mungkin hayuk hindari ancaman seperti itu #ntms.
Lalu, bagaimana cara memberikan pilihannya? Ya, Kembali lagi tanpa ancaman, yakni yang masih berhubungan dengan kesalahan si anak dan yang masuk akal tadi.
Selain itu, hindari konsekuensi yang bisa mempermalukan si anak. Misalnya, mengancam menghukum anak di depan teman-teman bermainnya. Tidak perlu juga menjadi orang tua yang mengumbar kesalahan anak kepada orang lain, termasuk itu kepada kakek nenek atau saudara atau teman-temannya.
Konsekuensi tersebut sebaiknya dibuat saat semua anggota keluarga (inti) berkumpul dan duduk bersama saat membuat kesepakatan. Hanya keluarga saja yang perlu tahu.
Itulah beberapa hal yang sekiranya baik untuk dipakai sebagai panduan memberikan konsekuensi untuk anak. Semoga bermanfaat ya.
Yuk, berusaha bareng menghindari mengancam anak 😀 .
April Hamsa
Perlu belajar lagi nih, apalagi yang nggak nyambung itu, kadang suka nggak sengaja beri hukuman tapi setelah dipikirkan lagi juga ada manfaatnya untuk melakukan itu
Setuju memberi konsekuensi sama anak harus lihat tempatnya jangan sampai membuat anak malu dan tertekan ya mbak
Nah, soal ancaman nih. Dulu pernah dengar dari psikolog. Masih boleh membuat “ancaman” tapi yg positif atau kalimatnya dibalik. Contohnya, “Nak, kalau mau ikut Bunda. Ayo segera mandi sekarang.”
nambah banyak lagi ilmu saya seputar parenting dengan membaca artikel Mba April, bisa saya terapkan ketika menghadapi keponakan agar mereka tahu akan konsekuensi yang bakal mereka dapat ketika melanggar atau melakukan sebuah kesalahan dan memberikan kesadaran juga ke mereka bahwa yang dilakukan adalah bukan sebuah ancaman atau hukuman
Bermanfaat banget mbak artikelnya relate sama aku yang pernah ngasih ancaman yang nggak masuk akal. Makan dan nonton nggak ada hubungannya, duh aku merasa tersindir, huhu. Jadi pengen baca bukunya Najeela Shihab emang keren bangeeeettt.
Sesalah apapun jangan sampai memberikan suasana tidak enak buat anak ya. Memberikan penekanan justru bisa bikin anak berontak dan gak mau mendengar masukan kebenaran
Pas baca pilihan berbalut ancaman, saya senyam sebyum sendiri mba, hahaha
Iya ya kadang tanpa sadar kita tuh sebenernya ngancem bukan ngasi pilihan
Terimakasih remindernya mba
Wah thank you banget ilmu parentingnya kak. Jujur setuju banget sih, hukuman malah bikin takut dan jadinya anak gatau tujuan melakukan suatu hal
Tulisannya lengkap, mendalam dan dituturkan dengan baik. Cukup setuju dengan poin-poin yang disampaikan. Bahwa, hukuman dan konsekuensi itu adlaah hal yang berbeda. Suka dengan pembahasannya, dilengkapi dengan detail tambahan dan contoh yang bikin pembaca jadi punya gambaran yang utuh. Terima kasih banyak, Kak.
Aku punya pengalaman saat ngajari konsekuensi. Maksudku ngajari konsekuensi, sih. Eh, malah senjata makan tuan jadinya. 🤣
Suatu ketika si balita aku beri opsi. Bunda hendak pertemuan PKK. Kamu ikut atau di rumah saja? Kalau ikut, di sana mungkin ketemu teman. Kalau di rumah sendirian.
Si bocah menjawab mantap, mau di rumah sama bunda, Bunda enggak usah ikut pertemuan PKK. Akhirnya aku batal ke pertemuan PKK. Ternyata anakku cerdik sekali.
Tes
Saya kira dulu sudah khatam tentang konsekuensi dan pengasuhan anak. Punya anak lagi jadi rakus lagi dengan ilmu pengasuhan anak yang terbaru seperti ini. Kadang saya lupa juga, sih, dan menghukum anak. Setelahnya jadi introspeksi diri karena pemahaman anak beda dengan kita.
Setuju. Konsekwensi harusnya diawali dengan kesepakatan. Anak dibikin paham dulu tentang hal tersebut. Udah saya lakukan sejak anak-anak masih kecil. Kalaupun mereka ada sedikit ngambeknya, tapi setidaknya mereka paham alasan diberi konsekuensi.
Memang anak harus dididik seperti ini ada sebab dan ada akibat. jaid mereka tidak bisa semaunya sendiri. Dulu saat anak saya kecil juga begitu,cara saya mengarahkan anak juga dengan memberikan konsekuensi. Alhamdulillah anak-anak paham dan mengerti
Setuju ka, memberikan konsekuensi pada anak supaya mereka memiliki rasa tanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya
Iya juga ya kalau dipikir konsekuensi akibat melanggar itu mestinya berhubungan dengan hal yang dilanggar jadi anak bisa sekalian bertumbuh melalui proses belajar dan caranya juga masuk akal. Jadi penasaran sama buku Bu najeela Shihab.👍
hmm, noted nih memberikan konsekuensi tidak mengandung ancaman melainkan sih lebih ke pembelajaran ya, pengalaman belajar ke anak, hmm semacam sebab akibat lah ya gitu?
saya biasanya bilang ke anak-anak kalau lagi pada gak mau makan, kalau tidak makan sekarang berarti tidak dikasih makan lagi nantinya, biar lapar, karena sudah menolak makanan yang diberikan. Biasanya sih langsung makan walau masih banyak drama juga sepanjang proses menghabiskan makanannya.
Jadi inget dulu itu pernah dimarahin sesuatu pas kecil, akhirnya terbawa sampai sekarang dan butuh waktu buat ‘sembuh’ dari trauma itu. Makanya sekarang berusaha banget buat ga ‘meneruskan’ luka itu ke anak
Benar benar harus bisa membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk anak, ya. Duh mesti banyak belajar lagi nih. Thank you kak!
Ilmu parenting yang sangat penting ini, bagi kita yang punya anak, karna memiliki anak tidak hanya mempersiapkan dana tetapi banyak aspek yang perlu di siapkan seperti cara asuh dll.
Nahhh aku juga dulu pas sama orangtuaku kayak gitu, banyak hal sesuatu yang kupelajari dari sana. Apalagi karena dulu nakal banget kan, tapi sekarang udah terbiasa dan jadi manusia kuat tempaaan orang tua yang hebat juga hhe
Hukuman dan konsuekuensi memang dua hal yang berbeda ya bun. Kadang kala memang, orang tua terdahulu lebih senang memberikan hukuman ketimbang mengajarkan konsukuensi. Gelas jatuh dan pecah karena anak, bukan diajarin untuk membereskan dulu yang pertama, tapi yang pertama dilakukan adalah mukul dulu. Pengalaman soalnya.