Ngobrolin tentang kehilangan, saya teringat kata Mamah Dedeh yang kalau enggak keliru bunyinya begini: “Manusia itu berdiri di atas dua ketiadaan. Dulu tidak punya, sekarang punya, besok bisa jadi enggak punya lagi.” Kalau orang dewasa, saya yakin bisa cepat memahami konsep itu, meskipun sebelumnya ya mungkin ada yang mewek-mewek. Namun, bagaimana kalau yang mengalami peristiwa kehilangan adalah anak kecil? Sepertinya PR buat orang tua ya mengajari anak mengatasi kehilangan ini, supaya si anak enggak berlarut-larut dalam kesedihan.
Peristiwa kehilangan cincin pemberian sahabat
Kebetulan baru aja, beberapa waktu lalu, anak saya Dema tuh kehilangan cincin pemberian bestie-nya. Hilangnya enggak di rumah, melainkan di area rerumputan Stadion GBK saat mengikuti trial Pramuka.
Awalnya, saya juga enggak tahu kalau Dema kehilangan cincin dari manik-manik berwarna hitam putih pemberian temannya itu. Soalnya pada saat trial Pramuka, saya bersama orang tua lainnya menunggu di lokasi yang agak jauh dari anak-anak dan kakak pembina Pramuka-nya. Udah dipesenin koordinator komunitas Pramuka untuk “tidak terlihat” oleh anak-anak selama trial/ latihan berlangsung.
Baru ketika latihan selesai, tiba-tiba Dema berlari ke arah saya dan memberitahu kalau cincinnya hilang.
“Cincinnya longgar, nggak nyadar tiba-tiba copot,” kata Dema dengan wajah murung.
“Duh, gimana ya kalau enggak ketemu?” Tanyanya lagi.
“Yawda, ayo kita cari dulu, sebelum pulang,” kata saya.
Kami kemudian menyusuri area rerumputan sambil mencari cincin itu. Sayangnya enggak ketemu walau sudah mencari ke sana kemari.
“Susah, Dek, cari di sini, soalnya enggak kelihatan nih di rumput. Wes nggak pa pa ya, diikhlaskan saja ya?” Saran saya.
“Yaaa, nanti Dema harus gantiin, donk?” Tanya Dema.
“Bukannya cincin itu sudah dikasi ke Dema? Berarti sudah jadi milik Dema, donk. Enggak perlu diganti sih, tapi perlu dijelasin saja ke temennya kenapa cincinnya bisa hilang. Kan enggak sengaja,” kata saya.
Dema kemudian menyetujui untuk berhenti mencari cincin tersebut, meskipun dari wajahnya terlihat masih sedih.
Membantu anak-anak memahami rasa kehilangan
Alhamdulillahnya, Dema enggak yang menangis gerung-gerung, menuntut cincinnya kudu ditemukan. Kan ada tuh anak kecil yang begitu? Tentu saja, sebaiknya jangan dinormalisasi sih ya, kalau anak begitu. Iya, kalau barang yang hilang bisa diganti, kalau enggak ya repot donk ya?
Itulah sebabnya penting buat orang tua untuk membantu anak-anak memahami rasa kehilangan. Kalau saya berprinsip, ketika anak kehilangan barangnya, okey, kita sebagai orang tua bisa membantu mencarinya. Namun, ketika tidak ketemu ya sudah, kita jelaskan saja mengapa barangnya tidak ketemu.
Kalau kasus Dema, sebelumnya dia juga pernah beberapa kali mengalami kehilangan. Tentu saja buat anak kecil seperti dia, awalnya tidak mudah menerima kehilangan. Ada kalanya dia menginginkan pengganti barang itu. Kalau masih kecil banget dulu, kekeliruan saya sebagai orang tua adalah menggantinya dengan barang baru. Namun, makin ke sini, saya berpikir kalau hal itu dilakukan secara terus-menerus si anak jadi tidak bisa belajar mengenai rasa kecewa karena kehilangan. Jadi, saya stop melakukan itu.
Untuk sampai ke tahap itu, menurut saya beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai orang tua dalam membantu anak memahami rasa kehilangannya antara lain:
Bantu anak mencari barangnya
Biasanya ketika anak kehilangan barangnya, anak masih berharap barangnya ketemu. Itulah sebabnya anak masih berusaha mencarinya. Dalam hal ini orang tua sebaiknya membantu dan mendukung anak menemukan barangnya, supaya si anak tahu kalau kita selalu ada saat dia mengalami kesusahan/ kesedihan.
Biarkan anak mengungkapkan perasaannya
Meski kita tahu bahwa kehilangan barang itu adalah kesalahan si anak, tetapi sebaiknya orang tua, terutama para ibu nih, please enggak nyalah-nyalahin si anak. Tanya saja ke si anak bagaimana kok barangnya bisa hilang. Ketika anak menceritakan kronologinya, sebaiknya dengarkan saja dengan baik.
Beri saran bagaimana mengatasinya
Ketika barang tidak ketemu dan si anak sudah mengungkapkan perasaannya. Sebaiknya orang tua memberikan saran bagaimana mengatasi rasa kehilangan itu. Kalau saya pribadi terus terang memakai perumpamaan Mamah Dedeh di atas dalam setiap momen kehilangan. Saya juga menjelaskan bahwa setiap barang pasti ada umurnya. Kadang habis, kadang hilang, kadang rusak, dll.
Maka, si anak harus paham dulu bahwa yang namanya barang-barang di dunia ini enggak ada yang abadi seperti itu. Dengan begitu, anak lebih mudah menerima kehilangan.
Beri anak kesempatan merenung
Tentu saja yang namanya anak-anak tetap saja akan merasa sedih kalau kehilangan. Kita bisa menganggap ini sesuatu yang masih wajar ya. Beri saja kesempatan kepada anak untuk merenung sekaligus mengevaluasi diri mengapa barangnya bisa hilang.
Itu sih beberapa hal yang bisa kita ajarkan ke anak untuk memahami tentang rasa kehilangan ini. Silakan ya kalau mau ada yang menambahkan.
April Hamsa
memang kita harus bekali anak – anak dengan skills yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk kehilangan dan kekalahan yaa mba
Berasal dari keluarga sangat~sangat sederhana secara tidak langsung membentuk kepribadianku.
Sejak SD aku sudah diajarkan “arti nilai barang” oleh orang tuaku.
Maklumlah kami dari keluarga yang itu tadi, sangat~sangat sederhana.
… dan itu sedikit banyak mempengaruhi gaya pengasuhanku juga.
Yang paling aku ingat adalah, tidak sesegera mungkin membeli yang baru atau memberi maaf tanpa konsekuensi.
Biar bagaimanapun anak memang harus diajarkan punya rasa rasa tanggung jawab.
Anakku yang cewe tuh definisi woles sekali mba mirip ayahnya, kalau ilang ya udah mau gimana lagi wkwkwk..beda sama anakku yg bungsu sepanik itu spt aku wkwk jadi yang panik terus kalau udah nyari dan ga ketemu butuh waktu untuk lupakan 😀
Anak-anak tuh mellow juga mbak kalau barang pemberian temannya hilang, anakku juga gitu. Waktu itu dia bawa Lego, eh si topi orang Lego yang didalam mobil hilang itu sedih banget dia. Terus kita ngasih pengertian ke dia, walau sudah dicari gak ada, kemungkinan tadi ketendang orang jadi tambah jauh dan entah kemana. Tapi lama-lama si Kelvin paham sih, jadi dia lebih hati-hati lagi sama barangnya.
Artikelnya bisa jadi panduan kecil yang manis banget buat para orangtua, nih! Mengajari anak mengatasi kehilangan emang perlu banget, ya. Bacanya sambil senyum-senyum sendiri, jadi inget gimana dulu waktu kecil. Eksplorasi perasaannya itu penting banget, dan tips-tipsnya tuh bikin hati jadi hangat.
Aku suka bagian yang bahas tentang menciptakan suasana yang nyaman buat anak cerita perasaannya. Jadi kayak baca kisah-kisah kecil yang penuh kehangatan.
Kadang butuh waktu untuk membiarkan mereka menumpahkan rasa sedih dan kecewanya dulu sih sebelum kita aja bicara. kadang kita menganggapnya sebagai hal kecil atau sepele, padahal dalam posisi yang sama belum tentu kitajg bs sebijak itu menyikapi kehilangan.
Ketika anak kehilangan barang kesayangan, rasanya kita sebagai orang tua pun merasa sedih dan kasihan. Kita bantu mencarikan sampai ketemu. Jika tidak ketemu ya apa boleh buat mesti diikhlaskan. Kita berikan pengertian yang bisa dimengerti anak-anak. Lain halnya jika anakku yang sudah abg jika kehilangan buku, pasti aku suruh cari dan beli sendiri dengan uang jajannya hahahaha 🙂
Aiih pas banget nih Mbak April. Anak sulungku sedang kehilangan..memang bukan kehilangan barang, melainkan kehilangan teman2 gaara2 kami pindah kota. Ugh…aku kena mental, katanya. Masalah ini jadi prioritasku banget saat pindahan ini. Buat orang lain, mungkin masalahnya masih ringan. Tapi dia bener2 sedih sampai mengeluaarkan kata “kena mental.” Ya nggak boleh ditelan mentah2 juga karena zaman skrg keknya gampang bgt menggunakan kata kena mental. Namun, aku jg tidak menggampangkan perasaannya. Hari-hari ini masih proses banget dalam mendampingi anakku menjalani situasi ini.
Setuju banget ini. Sesekali anak memang perlu merasakan kehilangan. Lalu berusaha menata hatinya agar tak terlalu bersedih akan kehilangan. Melatih mentalnya untuk mengurangi keberlekatan pada benda-benda miliknya. Dan yang paling penting, anak harus bisa mengungkapkan perasaannya, Agar tidak menumpuk dan jadi sesak di dada
Banyak pelajaran yang bisa di petik dari Kehilangan . Terus move on karena hidup berputar.
Kebiasaan menyalahkan anak atas kehilangan memang perlu banget di hindari
Terima kasih tipsnya mak, setuju… Bukan hanya untuk saat terjadi kehilangan aja, tapi bisa juga saat terjadi kerusakan, baik karena dia sendiri atau karena orang lain…
Makasih sharingnya mbak. Kebetulan anak saya yang pertama lagi ada di fase itu,kalau punya barng gak boleh hilang atau rusak.Harus kembali barang yang sama dg utuh, gak mau diganti sama yang lain. Kadang stress juga sih ya.
Jd inget kehilangan yg pernah dialami anak sulung di rumah, kucingnya mati. Nangisnya sampai sesegukan, seiring usia kalau kucingnya mati sedih tp ga sampai nangis.
Kalau Dema kan mungkin ga sengaja yak arena cincinnya longgar. Anakku beda lagi, dia kehilangan kaca mata renangnya karena ketinggalan di kamar ganti. Dan dia baru bilang malemnya donggg. Mau lihat juga udah tutup kan, besok pagi kami ke sana yaaa udah ngga ada. Ini mah yang ngenes emaknya ya wkwkwk. Susah juga belajar buat ngga menyalahkan anak. Tapi tetep aku beri dia ruang untuk merenung, gimana agar hal tersebut ngga terjadi lagi.
Biasanya saya jadi suka males bantuin karena sering banget kehilangan barang – barang, terutama kayak alat tulis hehe, tapi skearang anaknya udah gede jadi udah jarang banget kehilangan barang2.
Dema sama kayak anakku pernah juga kehilangn buku pemberian waktu itu masih SD, merasa menyesal dn bersalah, coba dicari dulu, dingat akhirnya anakku telp minta maaf klo bukuny hilang
Penanaman pemahaman ini kalau diberikan sejak dini saya yakin semakin dewasa anak akan semakin memahami dan makin bijak dalam menyikapi kehilangan. Pastinya disertai rasa tanggung jawab juga ya.
Dema pasti bisa
Semangat ya, Dek…
Kehilangan barang dari sahabat gitu termasuk peristiwa yang vulnarable sih Mak. Takutnya kalau ketemu dengan yang memberikan, kita dianggap nggak amanah atau lalai. Semoga pelajaran tentang kehilangan ini bisa membuat mereka belajar untuk lebih hati-hati atau jadi bisa mengomunikasikan hal yang nggak membebani hati dengan lebih baik.
Setuju banget mbak, kalau barang hilang selalu diganti nanti anak tidak bisa belajar tentang rasa kecewa saat kehilangan. Aku pun pernah bertindak seperti itu, rasa kasihan penyebabnya. Alhamdulillah sekarang sudah enggak lagi meski kadang anak nangis dan marah ya udah biar aja. Mengajari mereka mengatasi perasaan saat kehilangan itu lebih penting sejak dini. Ini masih kehilangan barang loh ya, belum kehilangan teman, besti, atau kekasih hati, ehem
Iya, kalau barang anak hilang trus diganti trus hilang lagi diganti lagi, anak jadi gak bisa menghargai barang juga, sih. Tapi aku sendiri kadang masih begitu, huhu.. karena kadang gak kuat denger rengekan anak-anak dan kondisi-kondisi lain yang berbarengan menerpa *haiyahhh
Harus belajar terus sepanjang usia emang.
rasa kehilangan berat sih, kita aj yang dewasa kadang sulit buat ikhlas ketika kehilangan sesuatu atau seseorang, dan tips ini bermanfaat sih membantu orangtua dalam mengajari anak mengatasi kehilangan
bagiku, sebagai orang dewasa; membaca ini rasanya sedih karena related alias sedang merasakan kehilangan 🙁