Kita semua orang dewasa tahu kalau dunia sedang tidak baik-baik saja, karena di belahan dunia lain ternyata masih ada konflik dan peperangan. Salah satunya yang sedang ramai diperbincangkan adalah serangan Israel terhadap bangsa Palestina. Saking masifnya pemberitaan tentang serangan tersebut, anak-anak zaman sekarang yang melek media sosial ternyata juga mendapatkan info perang itu. Anak-anak pun udah tahu lho mengenai masalah pemboikotan terhadap produk-produk tertentu yang katanya support Israel. Namun, kadang jadi agak berlebihan tanggapannya huhu. Hingga, saya pribadi merasa penting untuk menjelaskan tentang perang kepada anak.

Menurut saya, meskipun mungkin sudah paham tentang “perang” dari film atau mungkin komik, anak-anak masih belum bisa berpikir jernih. Malah yang ada adalah menyimpulkan sendiri dengan keliru.

Seperti masalah pemboikotan misalnya, ada kalanya saat kita makan atau minum produk tertentu, si anak tiba-tiba menyeletuk:  “Eh itu kan diboikot, enggak boleh!”

Lalu berlanjut ke apa-apa diboikot, hehe. Yaaa, karena memang pemikirannya belum sampai ke arah mengapa awalnya ada boikot. Anak-anak masih sekadar ikut-ikutan anjuran teman-teman di sekitarnya yang kemungkinan juga hanya menuruti orang dewasa saja tanpa bertanya-tanya lagi.

Maka, memberikan pemahaman mengenai perang ini penting supaya anak enggak sekadar ikut-ikutan membenci maupun memboikot. Menurut saya berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang tua ketika menjelaskan perang kepada anak:

Memahami fakta mengenai perang

Tak bisa dipungkiri kadang orang tua pun enggak tahu fakta apa di balik konflik atau perang yang terjadi. Maka, pada saat siap mengajak anak berdiskusi mengenai perang, sebaiknya orang tua minimal membaca dulu, menemukan fakta yang benar mengenai perang tersebut.

Apabila orang tua bisa memahami kebenarannya, maka orang tua bisa menjelaskan dengan lebih baik ke si anak. Tanpa ada yang ditambah-tambahi maupun dikurangi.

Menjelaskan sesuai usia anak

Saat menjelaskan tentang perang kepada anak, maka perhatikan usia anak. Kalau anak kecil ya enggak perlu menunjukkan video atau foto yang sekiranya terlihat tidak pantas dilihat oleh seorang anak. Misalnya foto yang menunjukkan visual jenazah berdarah-darah, dll.

Ketika memberikan gambaran tentang situasi perang kita juga tidak perlu menampakkan ekspresi cemas berlebihan kepada anak-anak yang usianya masih dini. Cukup memberikan gambaran kalau situasi perang itu tidak nyaman, seperti susah makanan, susah mencari air bersih, dll.

Kita juga bisa menyisipkan supaya anak-anak bisa menghargai dan bersyukur atas kedamaian di tempatnya tinggal.

Fokus pada cerita positif

Sebaiknya menghindari memberikan label negatif yang berrlebihan kepada salah satu pihak yang berkonflik. Apalagi kepada anak-anak yang usianya di bawah 10 tahun. Anak-anak ini biasanya hanya akan menyetujui apa yang dia dengar, belum bisa memberikan argumentasi mengapa pihak tersebut salah atau benar.

Sebagai orang tua kita bisa menceritakan sisi positif saja misalnya bagaimana perjuangan, bagaimana mereka yang menjadi sukarelawan untuk membantu korban perang, dll.

Dalam kesempatan ini, selain mengajari anak bersyukur, kita juga bisa mengajak anak berdiskusi mengenai betapa buruknya perang. Bahwa tidak ada pihak yang diuntungkan ketika terjadi perang, supaya anak-anak paham bahwa berkonflik lebih banyak mudhorot-nya ketimbang kebaikannya.

Hal ini bisa kita sambungkan ke konflik sehari-hari misalkan dengan saudara atau teman, sehingga anak bisa memahami bahwa yang namanya perdamaian itu lebih baik untuk kehidupan mereka.

Apakah anak-anak teman-teman sudah mengetahui tentang konflik dan perang juga? Adakah yang memiliki cara lain untuk memberikan pemahaman? Silakan share ya 😀

April Hamsa

Categorized in: