Wes ndak usah basa-basi lha yaa, kalau, iyeeess, menulis adalah jalan saya melakukan self healing 😀. Mengapa demikian?

Alasan mengapa saya menjadikan menulis sebagai self healing

Pertama, menulis tuh aktivitas murah meriah. Asalkan punya pulpen dan kertas, udah bisa tuh langung menulis. Dulu, awal-awal saya bisa menulis di mana aja. Saya bisa menulis di kertas baru atau kertas bekas, buku tulis, trus punya diary unyu-unyu.

Menulis merupakan salah satu self healing yang direkomendasikan untuk perempuan.

Ketika udah melek teknologi, mulai deh menulis di perangkat lunak pengolah kata di computer/ laptop bahkan handphone. Kemudian, setelah terkoneksi dengan jaringan internet, berlanjut menulis di media online, seperti media sosial dan blog.

Kedua, menulis bisa dilakukan kapan pun dan di mana aja. Ya kan? Asal ada alat atau medianya saja. Kalau saya nih, biasanya saat banyak pikiran, bahkan ketika di jalan pun saya menulis. Biasanya pakai fitur catatan di handphone atau mengirim pesan ke diri sendiri via aplikasi chat.

Awal mula saya suka menulis

Yang paling berjasa membuat saya menulis adalah orang tua dan guru Bahasa Indonesia saya di sekolah dulu. Bapak saya dulu bekerja di salah satu perusahaan media raksasa di Jawa Timur. Itulah sebabnya rumah kami tak pernah sepi dari koran, majalah, dan buku-buku cetak. Bapak ibu juga senang membaca, sehingga saya jadi ikutan hobi membuka buku-buku.

Begitu sekolah, alhamdulillah, selalu ada fasilitas perpustakannya. Sejauh yang saya ingat, pengajar Bahasa Indonesia di sekolah saya juga selalu menyampaikan materi dengan menyenangkan. Bapak ibu guru selalu mendorong untuk banyak membaca. Kegemaran membaca itu, kemudian membuat saya auto suka menulis juga.

Menulis sangat berkaitan dengan membaca.

Akhirnya, sejak sekolah sering ikut lomba menulis. Walau nggak selalu menang tetapi ya tetap senang. Itung-itung dapat pengalaman.

Lalu, supaya tulisan sendiri bisa eksis dengan mudah, tanpa jalur lomba, sejak sekolah saya aktif di majalah dinding (mading). Begitu mahasiswa, ikutan ekskul pers mahasiswa.

Nah, sepertinya sejak aktif di pers mahasiswa itulah saya akhirnya mengenal dunia tulis-menulis yang lebih luas, seperti mengirim tulisan di media cetak, menulis di mailing list (milis), menulis blog, jadi kontributor media, dll. Sampai akhirnya mendapatkesempatan bekerja sebagai Corporate Journalist di salah satu perusahaan IT milik anak bangsa.

Menulis bisa menjaga kesehatan mental saya.

Setelah jadi emak-emak, saya masih tetap menulis, khususnya menulis blog. Sesekali masih menulis di jurnal/ diary, walau kadang nggak sempet ngisinya, hehe.

Lha, kalau dipikir-pikir sejak dulu “jalur” saya gitu-gitu aja ya, hahaha. Namun, ya, saya senang melakukannya. Alhamdulilah, Tuhan kasi keterampilan menulis, sehingga walau saya udah enggak bekerja kantoran lagi, tetapi keterampilan ini masih terpakai hingga sekarang.

Menulis adalah self healing. Cobalah!

BTW, kalau ada yang mengatakan bahwa perempuan butuh mengungkapkan 20.000 kata, terlepas dari itu mitos atau nggak, menurut saya mungkin ada benarnya juga ya. Ketimbang dipendem trus jadi bisul? 😀

Hanya saja, buat sebagian orang, kadang bicara pakai mulut tuh capek, ngabisin energi,sehingga memilih “ngomong” lewat tulisan. Biasanya, orang-orang introvert nih yang seperti ini.

Menulis itu murah dan mudah.

Ada pula yang merasa kesusahan menyampaikan idenya ketika berbicara, karena ada kelainan genetis atau mental. Maka, bisa lho mencoba menyampaikan pikirannya melalui tulisan, sembari melakukan terapi untuk wicara (jika masih bisa dikoreksi).

Saya pun termasuk golongan orang-orang yang public speaking-nya tidak begitu baik dan merasa lebih mudah menyampaikan pendapat secara runut melalui tulisan. Itulah sebabnya saya sangat menyukai dunia tulis-menulis ini.

Balik ke alasan yang menjadikan menulis sebagai jalan self healing saya tadi, berikut adalah beberapa aktivitas menulis yang menyembuhkan saya sekaligus membuat saya merasa lebih bahagia:

Menulis “nggak jelas”

Hal ini yang paling sering saya lakukan. Baik itu menulis di kertas atau di gadget. “Nggak jelas” ini maksudnya menulis apa saja yang saat itu sedang dialami/ yang terjadi, makanya biasanya spontan.

Misal, saat di tempat kendaraan umum, ada hal yang mengecewakan, misalnya saat ada orang yang berisik, ya, biasanya saya langsung menulis di handphone, “Berisik banget, seeehh.” Itu kadang bisa berlanjut jadi tulisan panjang. Biasanya saya sempilin doa, misal, “Semoga besok nggak ketemu lagi sama manusia-manusia macam itu.”

Menulis bisa dilakukan kapan pun dan di mana saja.

Intinya, daripada saya misuh-misuh pakai mulut dan malah mengundang keributan, yawda, saya ngomel aja di gadget.

Kadang, saya juga menuliskannya di media sosial, tetapi biasanya nggak segamblang kalau menulis secara privat di gadget sendiri. Soalnya, bagaimanapun yang namanya media sosial kan bukan ranah privat ya. Apalagi, kalau media sosialnya nggak dikunci kayak punya saya. Khawatir malah bawa pengaruh negatif ke orang yang membacanya, karena nggak semua orang suka dengan keluhan orang lain.

Menulis jurnal syukur

Biasanya saya lakukan setiap malam untuk mensyukuri kira-kira nikmat dari Tuhan apa saja hari itu yang sudah diberikan ke saya. Ngisinya kadang bolong-bolong sih, tergantung kondisi pas lagi mood-nya bagus, badan juga sedang fit, biasanya lebih rajin.

Ternyata, dengan menulis yang indah-indah semacam rasa syukur, memuji Tuhan, menghitung kebaikan, dll, menjadi semacam penyemangat tersendiri, lho. Kalau dibaca ulang keesokan harinya, bisa menjadi vitamin mental yang positif banget.

Menulis harapan untuk Law of Attraction (LoA)           

Zaman sekarang tuh, tak dipungkiri, rasa selalu membandingkan diri dengan orang lain pasti sering muncul. Sepertinya efek media sosial yang mudah memperlihatkan apa saja aktivitas orang lain.

Saya pun pernah, eh, sering merasa insecure atau iri dengan postingan orang lain. Namun, alhamdulillah, nggak pernah membiarkan “setan” ini berlama-lama di pikiran, sih. Saya selalu terngiang nasihat seorang teman, yakni, “Ikut senanglah kau atas kebahagiaan orang lain, insyaAllah kau akan dapat lebih.”

Maka, biasanya perasaan-perasaan semacam itu saya alihkan menjadi doa. Misalnya, ketika saya kagum sekaligus iri melihat orang lain naik haji/ umroh atau traveling ke luar negeri atau misalnya memenangkan hadiah 1 Milyar. Maka, saya kemudian melakukan scripting atau menulis haraoan atau doa bahwa saya juga menginginkan hal yang sama.

Doa dan harapan bisa kita tulis sebagai LoA.

Saya menulisnya di buku khusus yang memang buat jurnal “memanjatkan doa” gitu. Kata orang-orang yang sudah mempraktikannya, dengan menulis doa dan harapan, maka kita sudah melakukan LoA. InsyaAllah, suatu saat nanti, cepat atau lambat, harapan kita terkabul jika kita meyakininya.

Kalau teman-teman percaya dengan LoA, nggak, sih?

Jujur, kalau membaca kembali doa atau harapan yang saya tulis, ketika ada yang sekiranya sudah terkabul, saya jadi senyum-senyum sendiri dan jadi merasa lebih optimis. Yakin bahwa harapan-harapan lain pasti akan menyusul terkabul. Tinggal percaya dan sabar saja 😀 .

Menulis “diary”

Kalau menulis “nggak jelas” tadi saya lakukan secara spontan, kalau menulis “diary” ini dilakukan secara sadar.

Biasanya nulis apa? Yaaa, nulis apa saja. Lebih banyak tentang rekapan kejadian hari itu apa saja. Seperti, menumpahkan kekesalan, mem-puk-puk diri sendiri, atau menulis hal-hal yang direncanakan ke depannya.

Biasakan menulis apa saja di buku diary-mu.

BTW, saya punya diary baik berupa buku atau diary online.

Oh ya, kalau untuk diary online tuh saya memilih diprivat saja. Yaaa, yang namanya diary, menurut saya orang lain tak perlu tahu. Lumayan, lho, menulis diary tuh. Bisa membuat beban sedikit terangkat dan mendapatkan kepuasan karena sudah mengungkapkan semua uneg-uneg.

Menulis untuk sponsored post

Teman-teman pasti sudah mengetahui kan, kalau aktivitas menulis bisa menghasilkan pundi-pundi uang? Baik menulis cerita lalu dikirim di media, menulis novel, menulis blog, bahkan sekadar postingan beberapa katadi media sosial juga bisa di-monetize.

Menulis bisa menjadi hobi maupun pekerjaan.

Saya pun melakukan aktivitas menulis untuk mendapatkan materi (uang). Kalau ada uang di dompet kan bisa beli jajan. Bikin happy diri sendiri, kan? 😀

Healing terbaik! Haha 😛 .

Nah, itulah teman-teman latar belakang mengapa saya memilih aktivitas menulis sebagai self healing. Juga, sedikit penjelasan bentuk atau cara menulis yang seperti apa sih yang membuat saya lebih bahagia.

Adakah teman-teman yang menjadikan menulis sebagai jalan self healing-nya juga? Kalau belum melakukannya, maka dicoba, yuk! Dijamin mental jadi lebih sehat 😀 .

April Hamsa