Kehidupan berubah begitu seseorang memiliki anak.” Woh, sepertinya kalimat itu benar adanya. Baik ibu-ibu, maupun bapak-bapak, concern-nya biasanya berubah. Anak termasuk ke dalam kelompok prioritas nomor satu, hoho.

Cerita tentang Maxy

Masing-masing orang tua pun tantangannya berbeda dalam membesarkan dan mendidik anak. Keluarga kami salah satunya. Anak pertama kami, Maxy tuh dulu terlahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) cuma 2,1 kg. Setelah lahir, proses feeding-nya (menyusui dan makan) enggak gampang, begitu pula untuk perkara perkembangan motoriknya, hyaahh, menguras esmosi banget. Wkwkwk.

Iyeee, kalau sekarang sih udah bisa ketawa-ketiwi emak bapaknya. Enggak kayak duluuuu. Sekarang, alhamdulillah anaknya udah besar. Setiap hari makannya banyak, walau enggak tahu kenapa badannya ya segitu-gitu aja (kata orang-orang kurus 😛 ), namun sepertinya sebentar lagi tingginya akan segera menyalip saya.

Maxy sekarang usia 10 tahun.

Ah, kalau ingat masa lalu, Maxy tuh selalu “drama” kalau masuk sekolah (TK). Bener-bener enggak mau berangkat sekolah. Akhirnya, di tahun kedua, karena kebetulan kami pindah rumah dan enggak nemu sekolah yang sreg, akhirnya masuk ke bimbingan belajar membaca aja.

Awalnya, saya ragu apakah Maxy bisa beradaptasi. Eh, alhmadulillah bisa. Selidik punya selidik ternyata karena teman sekelas di les membaca tuh sedikit, jadinya dia bisa lebih konsen. Maxy juga senang kalau gurunya banyak memperhatikannya. Jadi, saingannya enggak banyak, gitu 😛 .

Sejak itu saya menyadari kalau dia enggak terlalu tertarik dengan suasana yang riuh-riuh. Sebelas dua belas lha kek emaknya 😛 .

Kemudian, saat masuk SD pun tiba. Saya masih meraba-raba Maxy ini sukanya apa sih?

Bukan bermaksud membandingkan, namun kalau adiknya, saya dengan cepat bisa membaca potensinya. Saya sudah bisa mengarahkan ke mana sebaiknya si adik berkegiatan sejak usianya masih dini.

Balik ke Maxy, saking bingungnya, sempat saya bawa konsul ke psikolog juga, lho.

Sarannya pada waktu itu biarkan Maxy banyak bersosialisasi dengan anak-anak lain yang usianya di atasnya.

Mungkin, karena selama ini tuh maennya ma adik melulu kali ya, sehingga Maxy agak kurang cocok bermain dengan anak kecil. Berbeda ketika Maxy bertemu dengan orang dewasa, dia seperti merasa bisa bertanya apa saja yang enggak diketahuinya kepada mereka.

Maxy dan kakak tingkatnya.

Misalnya, saat ketemu om atau tantenya atau teman-teman ortunya, Maxy langsung bisa bicara banyak, cerita-cerita, dll. Trus, kalau ada tukang AC atau tukang mbenerin rumah, biasanya dia akan kepoh nanya-nanya fungsi alat-alat tukangnya apa.

Belakangan, dia tuh cukup dengan salah seorang guru yang ngajarin dia mengaji. Kebetulan guru ngajinya di TPA sepertinya masih usia SMA, gitu. Hampir tiap hari sepulang mengaji, saya selalu dilaporin oleh adiknya kalau Maxy dan guru ngajinya ini obrolannya bisa nyambung.

Lalu, tibalah masa-masa homeshooling. Gurunya di PKBM tempat kami bernaung selalu mengingatkan supaya ortu bisa membersamai proses anak setiap waktu.

Dari sini saya mulai menikmati peran, tak hanya sebagai ortu maupun guru, namun juga sesama murid. Berkat pilihan homeschooling ini saya merasa turut berkembang bersama anak-anak.

Saya mulai bisa melihat, oh, Maxy ini ternyata menyukai kegiatan menggambar dan segala hal yang melibatkan keteraturan. Dia okeh banget kalau berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga, seperti menyapu, mencuci piring, mengepel, hahaha 😛 .

Satu hal yang dia enggak terlalu suka adalah kegiatan fisik yang terlalu banyak, seperti olahraga, hyaaahh.

Namun, psikolog dan dokter anak sempat mengingatkan bahwa olah fisik nih sangat dibutuhkan. Soalnya supaya badannya enggak lemes dan bagus buat melatih ototnya, yang nanti berdampak pada perkembangan motoriknya.

Akhirnya, saya membiasakannya jalan kaki pelan-pelan. Kalau berangkat mengaji yang jaraknya 700 meteran, saya minta jalan sendiri. Kemudian, rutin jalan kaki 2-3 hari sekali. Itulah sebabnya dia termasuk kuat kalau diajak jalan kaki walau jarak yang ditempuh cukup jauh.

Trus, saat dia kelas 3 SD saya mendaftarkannya ikutan Taekwondo. Tujuannya bukan buat gaya-gayaan atau buat ikut lomba-lomba supaya bisa memberi pengaruh ke akademis, namun murni supaya Maxy bergerak.

Tahu enggak sih? Awalnya ya banyak ngeluhnya. Namun, dia tetap rajin datang berlatih, karena kakak-kakak kelasnya banyak yang bisa diajak ngobrol, haha.

Dahlah, menurut saya itu juga udah prestasi, karena emang anaknya enggak terlalu berminat ke olahraga.

Berkenalan dengan inner strength

Yeaahh, olahraga sudah saya coret dari daftar, walau masih tetap harus dipaksakan buat kekuatan tubuhnya, namun PR buat menemukan potensinya masih harus dikerjakan.

Dari grup ibu-ibu, saya kemudian mengenal istilah inner strength. Wuah, ternyata katanya kalau mau potensi dan bakat anak terlihat, inner strength ini kudu dimunculin dahulu.

Buat ortu yang masih asing dengan istilah ini, FYI, inner strength itu merupakan kekuatan dari dalam diri si anak yang mempengaruhi karakternya, misalnya berani, merasa percaya diri, selalu semangat, dll.

Nah, inner strength ini harus dikeluarkan agar potensi anak pun bisa dikenali oleh orang tua. Lalu, gimana cara memunculkan si inner strength ini? Caranya antara lain seperti:

  • Tidak membandingkan anak

Setiap anak itu unik dan sebaiknya ojok dibanding-bandingke dengan anak yang lain. Mungkin anak kita tak unggul di pelajaran Matematik, namun ternyata unggul di kemampuan berbahasa.

Apalagi, saya yakin ortu zaman sekarang pasti khatam dengan Teori Kecerdasan Majemuk-nya Howard Gardner yang mengatakan bahwa ada beberapa tipe kecerdasan anak, meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan visual dan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan logika matematika, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetika atau jasmani, kecerdasan naturali, serta kecerdasan eksistensial.

Nah, ntar gugling deh soal penjelasannya gimana, siapa tahu akan lebih memudahkan untuk memahami anak-anak kita 😀 .

  • Menghargai keinginan anak

Sadar enggak sih, makin besar si anak, kita udah enggak bisa mengaturnya sesering dulu? Misalnya soal mau foto bareng aja Dulu saat kecil ya kita maen poto-poto aja. Sekarang? Iiihh yang ada anak menghindar, bahkan terang-terangan menolak.

Di situ, saya sebagai ortu juga menyadari bahwa si anak ini sudah punya preferensi sendiri. Enggak cuma soal menolak difoto, soal makanan, pakaian, buku, dll ternyata dia sudah bisa memilih sendiri.

Menurut saya, inilah saat di mana orang tua juga turut belajar mengenai pentingnya menghargai keinginan atau pilihan anak. Saya pikir ortu enggak perlu baper, karena itu artinya si anak sudah tahu konsekuensi dari pilihannya itu juga, sih.

  • Sering mengapresiasi anak

Psikolog-nya Maxy sering mengingatkan saya untuk mengapresiasi apapun yang dilakukan anak. Enggak perlu dengan pujian lebay atau gimana, cukup meluangkan waktu mendengarkannya, sesekali memujinya, itu udah okey syekaleee.

  • Mengajak anak belajar dari kesalahan

Saat ini anak-anak sedang berkembang. Salah satu hal yang membuat anak belajar adalah kesalahan yang mereka lakukan. Kalau anak melakukan kesalahan, sebaiknya orang tua jangan langsung marah, melainkan dengarkan dulu alasannya dan tanya bagaimana sebaiknya dia memecahkan masalahnya.

Diskusi-diskusi semacam ini kalau sering dilakukan juga sangat mempengaruhi munculnya inner strength, lho.

  • Mendorong anak melakukan aktivitas positif

Beberapa contoh seperti memasukkan anak ke beberapa les, seperti Taekwondo tadi. Sejauh ini saya menilai Maxy berkembang juga di sana walaupun awalnya enggak suka. Temannya jadi banyak, lalu secara enggak langsung dia juga bergerak/ olah fisik, trus melatih mental juga karena (kata dia) pelatihnya galak wkwkwk.

Yaaahh, jadi begitulah cerita soal Maxy dan beberapa langkah yang saya lakukan untuk memunculkan inner strength-nya. Seperti yang saya bilang tadi, Maxy menyukai segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga. Jadi, sementara itu saya asah skill-nya di ranah ini. Ke depannya, saya berencana memasukkannya ke kursus memasak.

Nah, kira-kira apakah teman-teman sudah berusaha memunculkan inner strength anak?

Kalau buat teman-teman yang anak-anaknya menonjol dalam hal kinestetik, saran saya masukkan klub olahraga saja, misalnya seperti klub bola. Bisa juga mendaftarkan si kecil mengikuti Biskuat Academy.

Tentang Biskuat Academy?

Apakah Biskuat Academy itu? FYI, Biskuat Academy merupakan sekolah bola online untuk menggali potensi sepak bola anak. Tak hanya itu, Biskuat Academy ini juga punya program untuk pengembangan kompetensi giru olahraga, lho. Aktivitas ini didukung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemedikbudristek).

Biskuat Academy.

Siapapun bisa ikutan mendaftar program Biskuat Academy ini. Cara mendaftarnya adalah sebagai berikut:

  • Beli Biskuat dengan kemasan khusus, yang ada strip kuning dengan tema bola.
  • Lalu, daftar melalui nomor WhatsApp 081212225919. Ikuti pesan balasan yang berupa instruksi unuk mendapatkan akses login ke Sekolah Bola Online Biskuat Academy.
  • Nanti peserta akan mendapatkan kesempatan mendapatkan hadiah langsung berupa akses ke sekolah.

Cara mendaftar Biskuat Academy.

Setelah masuk ke sekolah, ikuti program Biskuat Academy dan dapatkan kesempatan untuk: belajar teknik sepak bola dari pelatih bersertifikasi UEFA A, belajar bola langsung dari pemain nasional Indonesia, memenangkan tur ke Stadion Bola Internasional dan tak lupa hadiah-hadiah menarik lainnya. Semua peserta juga akan mendapatkan e-certificate. Buat mereka yang masuk final nanti bisa dapat sertifikat fisik yang dtandatangani oeh Kemendikburristek dan Kemenpora.

Biskuat Academy sudah berjalan 4 tahun.

Nanti, saya pun mau tanya Maxy apakah dia tertarik ikutan atau enggak. Soalnya belakangan dia juga suka bermain bola bersama teman-teman mainnya di lapangan samping rumah.

Menjadi bagian generasi Tiger.

Kalau teman-teman parents tertarik mendaftarkan anaknya ke Biskuat Academy 2022, bisa mendapatkan informasi lebih lanjut di akun Instagram Biskuat @biskuatindonesia atau langsung aja ke website resminya di https://www.biskuatacademy.com/ .

Semoga obrolan tentang inner strength anak kali ini bermanfaat ya 😀 .

April Hamsa

Catatan: “Artikel ini diikutsertakan pada lomba KEB X Biskuat Academy.”