Weaning with love alias menyapih anak dari minum Air Susu Ibu (ASI) dengan penuh cinta merupakan harapan para ibu menyusui (busui), ketika anaknya menginjak usia dua tahun. Namun, situasi yang kerap terjadi adalah menyapih anak tak semudah apa yang dibayangkan.

Biasanya yang terjadi si kecil menjadi rewel sepanjang hari. Sehingga, ibu pun akhirnya luluh menyusui si kecil lagi. Ada pula situasi dimana ternyata ibunya lah yang belum siap menyapih si kecil. Percayalah, saya pernah begitu saat awal-awal menyapih anak saya. Terutama, anak kedua, Si Dema.

Saya dan Dema.

Kalau anak pertama saya, Maxy, dia berhenti menyusu sendiri saat usianya 28 bulan. Tiba-tiba suatu hari dia berhenti gitu aja. Emoh menyusu lagi. Kemungkinan besar, sepertinya penyebabnya adalah ASI saya sudah enggak keluar lagi. Sebab, saat itu saya memang tengah mengandung adiknya.

Nah, kalau zaman Dema saya enggak sedang hamil. Jadi, ada perasaan melow-melow gimana gitu, ketika tiba masanya harus mulai sounding-sounding ke Dema, kalau nanti saat usianya dua tahun, Dema harus stop ASI. Kalau zaman Maxy sih enggak melow sebab kan ada bayi lain (Dema) yang akan ganti saya susui, hehe.

Pada akhirnya, Dema berhenti menyusu kepada saya ketika usianya 25 bulan. Alhamdulillah, dramanya cuma sedikitl. Saya merasa takjub sekaligus melow saat dia udah enggak mau lagi minum ASI. Kadang, kalau lagi kangen saya suka godain dia, “Dem, mau nenen enggak?” Emak iseng, hehe. Tapi, Dema sudah enggak tertarik lagi sih 😛 .

Penasaran bagaimana cara saya menyapih Dema dengan weaning with love? Berikut adalah langkah-langkah yang saya jalankan supaya bisa menyapih Dema dengan mulus:

Menetapkan batasan

Saya dan suami sepakat untuk menyusui Dema sampai usianya dua tahunan. Targetnya, minimal sama seperti kakaknya dulu, lha.

Selain itu, saya juga menganggap bahwa menyapih itu juga salah satu bentuk cinta saya untuk anak-anak saya. Sebab, saat menyapih itu lah untuk pertama kalinya orang tua mengajari anak mengenai batasan.

Soalnya, dalam kehidupannya kelak, anak-anak pasti akan bertemu dengan banyak batasan. Nah, batasan bahwa dia hanya boleh menyusu sampai usianya dua tahunan itu yang coba saya kenalkan kepadanya.

Menyiapkan mental orang tua terutama ibu

Cukup sering saya mendengar cerita bahwa anak gagal disapih karena orang tua terutama ibunya enggak siap mental. Bagaimanapun juga, proses menyapih itu tidak hanya membutuhkan kesiapan anak, namun yang lebih penting lagi kesiapan ibunya.

Seperti yang saya sebut sebelumnya bahwa saya pun sempat melow ketika akan menyapih Dema. Saya membayangkan bakal kangen mendekap dan menyusuinya saat tidur. Kalau kebiasaan itu hilang trus saya ngapain? Hehehe.

Tapi, di satu sisi saya juga merasa Dema itu udah besar, sudah waktunya berhenti mimik ASI. Maka, saya pun menyiapkan mental dan membulatkan tekad bahwa Dema harus lulus ASI. Saya bayangkan hal yang indah-indah, seperti saya bisa bebas pakai baju tanpa kancing depan, saat jalan-jalan mengajak Dema saya enggak perlu lagi menyusuinya di ruang publik, dan berbagai bayangan indah lainnya buat menguatkan tekad. Ini semua adalah demi kebaikan dan kemandirian si anak.

Mulai dengan pelan-pelan

Coba bayangkan kalau kita suka makan mie ayam, kemudian tiba-tiba enggak boleh makan mie ayam lagi? Nangis kan? Lebay, hahaha. Ya, intinya menyapih anak dengan weaning with love itu enggak bisa cepat. Ada prosesnya.

Jadi, kita mulai dengan pelan-pelan dulu. Mulai dengan membiasakan si kecil mengurangi frekuensi menyusu secara bertahap. Lama-lama jika anak sudah terbiasa, pasti bisa lebih mudah menyapihnya, lepas 100%. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan keteguhan hati orang tua, terutama ibu, saat melihat anaknya gelisah atau rewel mau menyusu.

Sesekali tinggalkan anak

Kalau saya dulu, suka meninggalkan Dema sama ayah dan kakaknya di rumah. Selama saya pergi, Dema bisa minum susu UHT atau air putih. Hal tersebut juga melatihnya, bahwa yang namanya minuman itu enggak cuma nenen, melainkan ada minuman lain.

Tidak berbohong pada anak

Sebaiknya enggak berbohong kepada anak seperti mengoles-olesi payudara dengan jamu atau obat merah. Khawatirnya, malah anak trauma kelak.

Sounding anak setiap waktu

Dema saya sounding sejak usianya 1,5 tahun. Saya katakan kepadanya berulang-ulang, bahwa saat usianya dua tahun Dema enggak minum ASI lagi. Melainkan minum air putih, minum susu sapi, minum jus buah, dan minuman lainnya, selain ASI.

Sounding setiap waktu.

Tiap ada kesempatan saya selalu sounding dia. Saat kakaknya atau anak kecil lainnya minum, saya bilang, “Tuh kan enak minum pakai gelas” atau “Dema sudah besar, abis ini sekolah kayak kakak, jadi Dema enggak minum nenen lagi. Malu kan kalau udah besar masih minum nenen?”

Saya ulangi terus-menerus. Bahkan pada saat Dema tidur saya pun membisikkan kalimat kalau nanti saat usianya dua tahun, Dema udah enggak nenen. “Dema sudah besar, sudah pinter, jadi enggak nenen lagi.”

Beruntungnya saya, kakaknya, Si Maxy suka mengompori Dema, “Dema, masa udah besar nenen? Malu ah!” Hahaha, saya punya bala bantuan 😛 .

Tidak menawari, tapi juga jangan menolak anak minum ASI

Saat anak lupa dengan ASI-nya, maka sebaiknya jangan sekali-kali menawarinya. Namun, saat anak meminta, kalau memang tidak bisa mengalihkan perhatiannya kepada minuman atau makanan atau aktivitas lain, maka sebaiknya tetap berikan ASI.

Mengalihkan perhatian anak

Namun, kalau bisa usahakan terlebih dahulu mengalihkan perhatian anak dengan cara memberinya minuman atau makanan lain atau mengajaknya beraktivitas yang lain.

Minta dukungan keluarga atau support system

Supaya lancar menyapih, sebaiknya mintalah dukungan keluarga atau support system lainnya. Kalau saya sih mengandalkan bantuan suami. Saat Dema rewel karena saya mengalihkan perhatiannya dari menyusu, suami membantu dengan cara menggendongnya atau mengalihkan perhatiannya.

Mempertahankan bonding

Meskipun sudah enggak menyusui Dema lagi, namun saya berusaha masih ngelonin dia kalau pas bobo. Saya perbanyak peluk-peluk Dema. Juga, menghabiskan waktu bersamanya. Tujuannya supaya dia enggak ngerasa kalau lepas nenen itu artinya kasih sayang ibu kepadanya berkurang, gitu.

Konsisten

Tetap konsisten dan tegas bahwa anak harus berhenti ngASI. Kuatkan tekad bahwa ini semua demi kebaikan dan juga melatih kemandirian si kecil. Tapi konsisten ini bisa berhasil kalau poin pertama, yakni persiapan mental ibu bagus, hehehe.

Begitulah beberapa langkah yang saya lakukan untuk menyapih Dema dengan weaning with love. Oh iya, saran saya untuk pemilihan waktu menyapih sebaiknya pastikan dulu bahwa anak tidak sedang sakit atau bersedih, misal karena peliharaannya mati, karena baru berpisah dari temannya yang pindah rumah, dan lain-lain. Pastikan bahwa saat menyapihnya, si kecil dalam kondisi enjoy.

Lalu, jangan pula merasa dikejar-kejar target waktu, meskipun kita punya batasan dua tahun misalnya, kalau masih belum berhasil menyapih, ya usaha lebih keras lagi. Meleset dikit jadi dua tahun lebih tiga atau empat bulan tak masalah lha. Asal jangan kelamaan, inget-inget konsisten ya ibu-ibu! 😀

Sekian sharing saya soal pengalaman menyapih anak dengan weaning with love. Semoga bisa bermanfaat untuk orang tua terutama ibu mengatasi kesulitan dan menghilangkan kegalauan dalam menyapih si kecil ya 🙂 .

April Hamsa

#ODOP #Day4 #BloggerMuslimahIndonesia