Siapa yang anaknya termasuk dalam kategori generasi Z dan generasi selanjutnya? Anak-anak yang lahir dalam rentang tahun 1995 hingga 2000-an ke atas gitu, deh? Ada yang merasa puyeng enggak sih dengan cara belajar anak zaman now? Mungkin karena pelajarannya makin susah atau model belajarnya tak seperti kita dulu? Hehe, berkaitan dengan hal itu, melalui postingan kali ini saya mau coba bahas tentang pendidikan anak generasi Z dan di bawahnya ya? Khususnya mengenai model belajar apa sih yang kira-kira bisa memaksimalkan potensi generasi Z dan generasi selanjutnya?

Postingan ini terinspirasi oleh peristiwa pandemi yang saat ini kita alami. Plus, Sabtu lalu, saya baru ikutan webinar yang membahas tentang pendidikan di era digital, khususnya pendidikan untuk anak generasi Z. Saya kepengen share juga materi webinar-nya untuk teman-teman pembaca blog ini 🙂 .

Webinar yang saya ikuti kemarin.

Webinar yang saya ikuti kemarin menghadirkan beberapa pembicara yang mumpuni di bidang pendidikan, yakni:

  • Dosen dan Penulis, Ibu Dya Loretta
  • Kepala SMA PINTAR Lazuardi, Ibu Sonya Sinyanyuri
  • Manager Sekolah Widya Wiyata, Ibu Inayah Sri Wardhani.

Tak ketinggalan ada perwakilan orang tua dari generasi Z, sekaligus perwakilan dari komunitas parents Wajah Bunda Indonesia, Ibu Fiki Maulani.

Era digital dan pandemi

Sebagaimana kita ketahui bersama, generasi Z ke atas tuh lahir pada saat teknologi (internet) sudah tersedia. Berbeda dengan “kita-kita” yang masih merasakan transisi dari media konvensional ke teknologi berbasis internet.

Itulah yang membuat anak-anak, start dari generasi Z, tak asing dengan gadget, seperti laptop, smartphone, dll. Bahkan, mereka dapat mengoperaskan gadget dengan lancar tanpa kita ajari.

Anak saya aja yang termasuk generasi Alfa bahkan lebih mengotak-atik beberapa aplikasi di gadget. Mereka juga bisa menyebutkan beberapa istilah yang sepertinya dulu baru saya kenal saat sekolah tingkat atas, seperti “shutdown”, “error”, dll. Luar biasa pokoknya anak-anak zaman now ya?

Anak-anak belajar secara online sejak pandemi.

Ditambah lagi ada masa pandemi. Kalau dulu, anak-anak pegang gadget mungkin sangat terbatas waktunya, nah sekarang, karena anak-anak terpaksa bersekolah dari rumah, ya mau enggak mau pegang gadget-nya agak lebih lama. Mereka juga lebih sering terkoneksi dengan internet, karena kebutuhan belajar.

Perubahan semacam ini tentu juga mempengaruhi orang tua ya? Sebaiknya, orang tua pun jangan sampai lalai mengawasi anak dalam penggunaan gadget. Justru, harus lebih extra ngawasinnya.

Begitu pula soal penggunaan teknologi, jangan sampai kita sebagai orang tua tertinggal. Sebaiknya jangan kudet dan ikuti terus perkembangan teknologi, sehingga kita bisa mengimbangi pengetahuan anak tentang teknologi digital yang mutakhir.

Karakteristik anak generasi Z dan generasi berikutnya

BTW, tahu enggak sih, bahwa anak-anak tuh justru bangga lho kalau orang tuanya melek teknologi digital?

Generasi Z bangga kalau ortunya melek digital. Kenapa? Supaya enggak dikomentarin melulu saat pegang HP. Enggak selalu dianggap main saat pegang HP, padahal dia sedang belajar pakai HP,” kata Ibu Dya Loretta dalam webinar kemarin.

Jadi, selain supaya orang tua enggak kudet, mengenal teknologi akan membuat kita lebih dapat memahami aktivitas anak-anak kita. Apakah saat dia pegang gadget itu dia sedang belajar atau melakukan hal-hal lain?

Hal tersebut juga mencegah orang tua langsung main tuduh, “Kamu main game ya?” ketika anak pegang gadget, yang kemungkinan akan membuat anak-anak malah males ngomong sama orang tuanya. Ya, karena dikit-dikit dijudge tadi itu.

Kita juga kudu bisa mengenal kebiasaan anak-anak kita yang termasuk generasi Z dst ini. Karakteristik mereka sangat berbeda dari kita (generasi Y ke bawah). Berikut adalah karakteristik anak-anak generasi Z dst:

  • Gaya belajar audio visual

Anak zaman sekarang lebih mudah mengingat gambar, apalagi jika gambarnya itu bergerak dan ada suaranya. Contohnya seperti ketika menonton video seperti di aplikasi YouTube, dll.

  • Bergantung pada teknologi digital

Alat untuk belajar juga tak bisa dipisahkan dari teknologi digital, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini. Anak sangat tergantung pada gadget dan jaringan internet yang lancar.

  • Mudah menangkap

Anak generasi Z sangat gampang memahami sesuatu, mereka cepat tanggap dan belajar.

  • Kritis

Anak-anak generasi Z juga tidak malu bertanya ketika mereka bingung mengenai sesuatu. Mereka juga berani mengemukakan pendapat dan kritis apabila ada yang tidak mereka setujui.

  • Senang mencoba berbagai hal

Anak zaman now sangat suka mencoba segala hal, karena melek digital dunia mereka jadi sangat luas, sehingga mereka senang berinovasi, senang mencari tahu tentang berbagai hal.

  • Mudah mencerna arahan guru yang memposisikan diri sebagai teman

Anak-anak sangat menyukai guru yang tidak menggurui, melainkan memposisikan diri sebagai teman. Berbeda dengan zaman kita, orang tuanya, yang takut-takut pada guru, kalau anak zaman now, akan lebih respect apabila gurunya melek digital dan bisa mengajak mereka berdiskusi tentang pelajaran sekolah dengan lebih asyik.

Nah, bagaimana? Setelah mengetahui karakteristik semacam itu, kita makin menyadari kan kalau anak-anak generasi Z dst ini berbeda sekali dengan orang tuanya?

Maka, ya, model belajarnya enggak bisa disamain dengan kita dulu, yang mungkin kebanyakan banyak buku lalu dihafalin mati-matian. Anak zaman sekarang butuh melihat dan mengetahui langsung, baru kemudian mudah praktik.

Kalau menurut ibu Inayah, anak-anak sekarang selain up to date dengan perkembangan teknologi, mereka juga berperan sebagai boss for self. Mereka tak bisa seperti kita dulu, harus dipaksa. Sebaliknya, karena terbiasa mencari tahu sendiri, mereka menetukan sendiri kapan waktunya belajar dan kapan bermain.

Anak generasi Z punya kebiasaan yang berbeda dengan generasi sebelumnya.

Sebagai orang tua, tentu saja, walaupun mengontrol ketat penggunaan gadget, namun tetap penting yang namanya membiarkan anak belajar bertanggungjawab terhadap waktu dan aktivitasnya.

Seperti yang dilakukan oleh Ibu Fiki yang katanya lebih banyak membiarkan anak belajar sesuai hayanya sendiri. Pada saat hasil ujian si anak kurang bagus, Ibu Fiki mengajak anaknya berdiskusi kira-kira penyebabnya apa dan apa yang sebaiknya dilakukan supaya ujian berikutnya tidak terjadi lagi.

Oh iya, ibu Inayah juga menyarankan supaya para ortu dapat menjadi role model juga buat anak-anaknya. Sebaiknya orang tua membatasi penggunaan gadget untuk hiburan semata. Di depan anak-anaknya. Dengan demikian, anak punya contoh bahwa pegang gadget untuk hiburan itu ada waktunya sendiri, lho. Selain itu, orang tua pun harus lebih banyak meluangkan waktu yang berkualitas untuk anak-anaknya.

Jadi, begitu ya teman-teman para orang tua, kita harus bisa melakukan semacam tarik ulur dalam mendidik anak generasi Z ini, khususnya ketika mereka bersentuhan dengan teknologi. Soalnya, yang namanya teknologi ini, kalau dapat kita perkenalkan dengan baik kepada anak generasi Z, maka hasilnya akan sangat baik sekali untuk mengoptimalkan potensi mereka.

Terbukti, pada saat pandemi seperti sekarang, pembelajaran jarak jauh secara online dengan bantuan teknologi bisa berjalan. Bahkan, tak terasa sekolah online ini telah berjalan selama satu tahun lamanya. Anak-anak pun sudah tak asing dengan aplikasi komunikasi dengan menggunakan video, seperti Teams, Zoom, Google Meet, dll. Bahkan, mungkin ada yang sudah merasa nyaman dengan cara belajar seperti ini, ketimbang kembali tatap muka di sekolah?

Model pembelajaran blended learning

Tak dapat dipungkiri, memang sekolah secara online ini mungkin akan jadi trend sekolah alternatif. Apalagi, belum ada yang tahu situasi pandemi ini sampai kapan berakhir.

Menyadari kebutuhan akan sekolah alternatif seperti itu, Lazuardi Group yang menaungi beberapa sekolah Lazuardi mendirikan SMA PINTAR Lazuardi. SMA ini kegiatan belajar mengajarnya menggabungkan pembelajaran online dengan tatap muka, dengan prosentase pembelajaran online lebih besar.

Siapapun, di wilayah manapun dapat menjadi murid di SMA PINTAR Lazuardi ini. Jadi, enggak terbatas tinggal di wilayah tertentu yang ada bangunan sekolah Lazuardi-nya, lho.

SMA Pintar Lazuardi dengan sistem blended learning.

Untuk kegiatan tatap muka akan dilakukan seminggu sekali. Tatap muka ini akan lebih berfokus kepada pembentukan karakter anak, pengembangan keterampilan sosial, coaching tentang karir, kegiatan praktikum, dll. Tatap muka akan dilakukan di sekolah home based baik itu di sekolah Lazuardi atau partner Lazuardi. Namun, jika di wilayah domisili anak belum ada sekolah home based, maka kegiatan tatap muka akan dilakukan dengan program lain yang dilakukan secara online.

Kurikulum yang dipakai di SMA PINTAR Lazuardi adalah kurikulum Nasional dan diperkaya dengan konten kurikulum dari beberapa negara dan kurikulum keahlian. Untuk pembelajarannya akan didukung oleh sebuah sistem aplikasi bernama Pedagogical Intelligence Architecture yang disingkat PINTAR. Itulah sebabnya disebut “SMA PINTAR”.

Aplikasi PINTAR ini memiliki beberapa keunggulan, seperti:

  • Multipart

Materi pembelajaran disampaikan dalam bagian-bagian kecil dan dipilih hanya materi fundamental dari sebuah mata pelajaran. Dengan demikian, harapannya, nanti anak bisa memahami materi secara mandiri.

  • Feedback System

Sistem ini akan membuat murid bisa aktif berinteraksi dengan pengajar sehingga bisa saling memberi dan menerima umpan balik untuk efektivitas belajar. Sistem ini juga dapat mendokumentasikan portofolio yang bisa diakses kapan aja dan di mana saja.

  • Differentiated Learning

Memungkinkan untuk memandu learning path yang akan dilalui murid dari urutan materi dan memungkinkan murid memiliki tahapan belajar yang berbeda.

  • Learning Path

Murid memiliki jalur sendiri untuk mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya dan juga tujuan pembelajaran.

  • Multi-Friendly Content

Materi dan media pembelajaran dikemas dalam beragam bentuk sesuai kebutuhan dan tujuan pembelajaran.

  • Gamification

Pembelajaran online juga mempertimbangkan kesenangan dan keseruan, jadi nanti ada unsur games yang bisa dimainkan anak di aplikasi ini.

Menarik bukan?

Kalau bagi saya sih menarik banget.

Kebetulan TK anak saya juga menerapkan sistem semacam ini. Walaupun enggak banyak tatap muka (apalagi saat pandemi tatap muka ditiadakan), anak tetap bisa “menikmati” pembelajaran.

Tak hanya itu sekolah-sekolah dengan blended learning semacam ini sangat mengakomodasi kebutuhan generasi Z ke atas yang suka berinovasi. Itulah sebabnya, sekolah blended learning seperti TK anak saya maupun SMA PINTAR Lazuardi ini juga akan mengedepankan project based learning.

Aplikasi PINTAR.

Dengan metode semacam itu, anak bisa praktik langsung dan membuat proyek-proyek yang mengedepankan inovasi. Tak sekadar menghafal kayak kita (KITA) dulu 🙂 .

Bukankah model pembelajaran “seasyik” ini bisa mengoptimalkan potensi anak? Tertarik memasukkan anak ke sekolah seperti ini?

Nah, buat teman-teman, khususnya yang anaknya udah mau masuk SMA dan kepengen tahu lebih banyak mengenai SMA PINTAR Lazuardi bisa langsung cek informasinya di website www.smapintarlazuardi.id atau Instagram-nya di @smapintarlazuardi ya.

Semoga postingan kali ini bermanfaat. Daaan, jangan lupa untuk selalu update pengetahuan tentang teknologi digital supaya bisa  menjadi orang tua yang selalu dapat memahami aktivitas anak-anak 🙂 .

April Hamsa