Ibu-ibuuu, masih ingat tidak dengan kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak (GGAPA) yang viral tahun lalu? Kalau tak keliru sekitar Oktober-November 2022 tuh rameee banget, sampai bikin ibu-ibu kayak kita nih ketakutan ngasi anak obat sirop. Soalnya ragu kan, apakah obat aman dikonsumsi atau enggak?

Kasus GGAPA di Indonesia yang viral tahun lalu

Buat yang agak lupa dengan berita yang bikin gonjang-ganjing tersebut atau bahkan enggak tahu sama sekali, saya coba ingetin tentang kronologinya ya.

Jadi, pada bulan Agustus-September tahun lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menerima laporan lonjakan kasus anak  yang terkena penyakit gagal ginjal (GGAPA). Saya sempat cari tahu dari media sosial juga, ada anak yang sebelumnya sehat, tiba-tiba drop, kemudian meninggal. Hiks, turut prihatin. Meski bukan anak sendiri, tetap aja, sebagai ibu, saya bisa dengan tepat menebak perasaan orang tua si anak ☹.

Linimasa kasus GGAPA.

Kembali ke banyaknya kasus GGAPA yang bermunculan, sejak saat itu Kemenkes melakukan pemeriksaan/ uji patologi untuk mengetahui penyebabnya.

Waktu itu, Kemenkes juga sempat mencurigai dampak post Covid-19 adalah penyebab GGAPA ini, namun ternyata bukan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kurang dari 1% saja pasien yang pernah positif Covid-19. Akhirnya, disimpulkan bahwa GGAPA tersebut bukan disebabkan oleh virus, bakteri, maupun parasit.

Hingga pada bulan Oktober, Kemenkes mengetahui bahwa di Gambia, Afrika Barat terdapat kasus GGAPA yang serupa. Lalu, Kemenkes melakukan komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Gambia, serta melakukan uji toksikologi.

 

Hasil uji toksikologi tersebut mengungkap bahwa 7 dari 10 pasien GGAPA dalam darahnya mengandung senyawa kimia berbahaya yang terkandung dalam obat sirop yang pernah dikonsumsinya. Senyawa kimia tersebut ada pada obat sirop karena adanya cemaran bahan pelarut Propilen Glikol (PG)/ Propilen Etilen Glikol (PEG) yang diganti dengan Etilen Glikol (EG)/ Dietilen Glikol (DEG) oleh satu oknum perusahaan supplier kimia.

Kasus GGAPA massal membuat masyarakat khususnya ibu-ibu resah dan stop menggunakan obat sirop.

Sampai akhirnya tanggal 18 Oktober 2022, Kemenkes mengeluarkan surat edaran yang meminta seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, organisasi profesi kesehatan (dokter, dll), Dinas Kesehatan di daerah-daerah, dan masyarakat untuk stop pemberian obat sirop kepada masyarakat. Masyarakat pun dihimbau untuk sementara tidak mengkonsumsi obat sirop.

Nah, sejak saat itu masyarakat, khususnya orang tua yang memiliki anak kecil, terlebih lagi kaum ibu-ibu seperti saya jadi parno memberikan obat sirop untuk anak. Bahkan, terus terang, saya juga membuang sediaan obat sirop demam yang selalu ada di kotak obat. Sembari berharap, semoga anak-anak saya selalu sehat.

Tidak mau memberi anak obat sirop

Sayangnyaaa, kala itu sekitar bulan Desember 2022 masuk musim penghujan. Anak saya yang nomor satu, Maxy kesenggol virus yang bikin dia mengalami batuk pilek, deh. Tahu sendiri kan, kalau batuk pilek biasanya apa yang mengikuti? Yak, betul, anaknya demam, karena merupakan mekanisme dari tubuh si anak untuk memerangi virus.

Bingung kan? Soalnya sempat demam tinggi dan anaknya mulai rewel, katanya pusing, sehingga jadi susah makan juga. Biasanya, kalau anaknya ada keluhan pusing dan demamnya masih tinggi saya berikan sediaan obat sirup penurun demam. Namun, kan enggak berani?

Yawda, akhirnya daripada kenapa-kenapa, saya bawa Maxy ke dokter. Hal yang saya syukuri waktu itu adalah alhamdulillah dokternya update, sehingga Maxy dikasinya obat demam yang bentuknya puyer.

Cuma ya itu, karena anak-anak zaman now kan jarang ya minum puyer kalau sakit, sehingga agak susah meyakinkannya untuk meminumnya. Akhirnya ya diakal-akalin, seperti mencampurkan puyer itu ke obat racikan liquid yang dipakai untuk mengobati batuknya (diajarin ma dokternya gitu 😛 ). Alhamdulillah, tak lama setelah itu Maxy sembuh.

Sejak akhir tahun 2022 hingga awal 2023 anak-anak bergantian sakit. Betapa bingungnya saya ketika tidak memiliki sediaan obat sirop penurun demam di rumah.

Sejak itu saya berusaha mencari obat demam yang bentuknya chewy/ tablet kunyah. Namun, entah kenapa susah sekali mencarinya. Baik di apotek/ toko obat offline maupun online langka. Jadi, yawda, selama beberapa bulan itu saya pasrah, enggak ada sediaan obat demam untuk anak di rumah.

Kemudian, pada bulan Januari 2023, gantian anak kedua saya Dema yang sakit ☹ . Kali ini barengan sama ayahnya yang kena batuk pilek plus demam. Sepertinya virusnya main pingpong yaaa. Yawda, ke dokter lagi, deh. Buat Dema, obatnya masih dikasi obat puyer,

Namun, badai belum berlalu, saudara-saudara, bulan Februari, Maxy demam lagi. Kali ini ke dokter yang berbeda dari sebelumnya, karena kebetulan periksanya bareng saya (yang kebetulan sedang sakit juga). Nah, dokter yang ini memberikan Maxy oleh-oleh obat sirop penurun demam. Kan bikin saya galau ya?

Iya, sih, sepengetahuan saya BPOM sudah mengeluarkan rilis daftar obat sirop yang tidak tercemar EG dan DEG, namun sebagai ortu saya tetap khawatir. Kalau bisa dihindari pemakaian obat siropnya itu lebih baik, pikir saya waktu itu.

Kebetulan setelah pulang dari dokter, Maxy enggak demam lagi, jadi obat sirop itu enggak saya berikan ke Maxy. Fyuuuhh.

Setelah itu saya sering kepikiran kapan ya obat sirop dinyatakan benar-benar aman bisa dikonsumsi lagi oleh anak-anak? Soalnya kalau (amit-amit) anak sakit lagi, agak susah juga ya kalau diberi puyer. Soalnya peracikan puyer in ikan belum tentu semua higienis. Udah gitu, agak susah ya kalau diberikan ke anak yang selama ini sudah terbiasa dengan obat sirop yang memiliki varian rasa (jeruk, anggur, strawberry, dll).

Sebagai orang tua dari dua anak yang masih kecil, saya mengharapkan kepastian bahwa obat sirop sudah benar-benar aman.

Mendapat kepastian kalau obat sirop aman dikonsumsi

Semesta bersambut, pada tanggal 21 Maret lalu, saya mendapatkan undangan untuk menghadiri dialog interaktif kesehatan dengan tema “Sirop Obat Aman untuk Anak”. Acara dialog yang diselenggarakan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan ini menghadirkan pihak-pihak/ narasumber yang dapat menjelaskan apakah obat sirop yang kini beredar di masyarakat sudah benar-benar aman dikonsumsi.

Saya ketika menghadiri dialog interaktif yang membicarakan keamanan obat sirop tanggal 21 Maret lalu.

Narasumber yang hadir dalam dialog interaktif hari itu adalah:

  • Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS;
  • Direktur Standarisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif & Plt. Direktur Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dra. Tri Asti Isnariani, Apt, M.Pharm;
  • Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K).
  • Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Apt. Noffendri Roestram, S.Si;
  • Guru Besar Farmakologi – Farmasi Klinis Institut Teknologi Bandung, Prof. Apt. I Ketut Adyana, M.Si, Ph.D;
  • Guru Besar Kimia Farmasi Institut Teknologi bandung, Prof. DR. Rer.nat. Apt. Rahmaa Emran Kartasasmita;
  • Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI), Bapak Tirto Kusnadi;
  • Terakhir ada seorang ibu yang juga sekaligus public figure, Mona Ratuliu.

Membaca nama-nama narasumbernya, saya lega ya, soalnya semua pihak hadir lengkap, yakni dari Kemenkes sebagai regulator, BPOM yang bertanggungjawab terhadap peredaran obat, ada dokter anak dan ibu-ibu, serta akademisi dan apoteker yang merupakan ahli di bidang obat-obatan.

Lalu, apa kata ahli mengenai peredaran obat sirop yang sekarang, mengingat awal tahun ini (kalau baca-baca media sosial) masih ditemukan kasus GGAPA?

Ibu Agusdini dari Kemenkes mengatakan bahwa setelah mendapat laporan tentang GGAPA, Kemenkes langsung mengumpulkan semua rumah sakit, kemudian memberikan edaran bagaimana tata laksana penanganan penyakit ini. Tak hanya itu, seperti yang sudah saya ceritakan di atas tadi, Kemenkes juga membuat keputusan berani menghentikan pemberian/ peredaran obat sirop di masyarakat.

Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS.

Kemenkes juga telah melakukan beberapa pengujian bersama BPOM, sampai akhirnya keluar rilis BPOM yang memuat daftar obat sirop aman yang telah banyak beredar di media sosial. List ini juga bisa ditemukan di website BPOM atau aplikasi Kata BPOM.

“Otoritas kesehatan yang berwenang menyatakan bahwa sirop obat yang sudah diverifikasi ulang dan dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman. Sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti anjuran pakai,” kata Ibu Agusdini.

Tak hanya itu, dalam kesempatan itu, Ibu Agusdini mengatakan bahwa Kemenkes bersama BPOM dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) beberapa waktu lalu mengikuti siding WHO yang membahas masalah obat-obatan. Menurut Ibu Agusdini, WHO mengapresiasi pemerintah Indonesia dan mitra karena bisa menangani kasus GGAPA padahal sebenarnya enggak mudah, mengingat wilayah Indonesia begitu luas, terdiri dari kepulauan.

Ibu Tri Asti dari BPOM juga menyatakan bahwa sebagai penanggungjawab dalam peredaran produk obat di negeri ini BPOM telah melakukan banyak evaluasi. BPOM juga menyatakan akan lebih memperketat regulasi pra-post market obat-obatan yang beredar. Dalam acara tersebut, Ibu Tri Asti meminta perusahaan farmasi untuk lebih memaklumi kalau BPOM akan makin ketat dalam regulasi terkait izin edar obat-obatan.

Dra. Tri Asti Isnariani, Apt, M.Pharm.

Kemudian, Ibu Tri Asti mengatakan bahwa BPOM telah mempublikasikan daftar obat sirop yang aman dikonsumsi dan berharap masyarakat tidak ragu lagi akan keamanan obat sirop.

Ibu Tri Asti mengatakan bahwa BPOM akan melakukan pengawasan dan pengendalian khasiat, keamanan, dan mutu obat secara komprehensif sepanjang product life cycle. Kemudian, BPOM juga akan adaptif apabila sewwaktu-waktu diperlukan evaluasi regulasi.

BPOM juga berharap bisa berkolaborasi dengan banyak pihak dengan regulator, organisasi profesi, dan tenaga kesehatan. Kemudian, terkait rilis, kata Ibu Tri Asti, daftar obat sirop itu akan terus diperbaharui. Mengapa BPOM tidak langsung merilis semua? Menurut Ibu Tri Asti karena BPOM perlu melakukan uji sample obat sirop yang telah masuk daftar uji dengan berhati-hati.

Intinya, obat sirop yang sudah masuk daftar sudah aman dan masih akan bertambah seiring uji lab yang dilakukan BPOM.

“Daftar produk sirop obat yang aman untuk dikonsumsi selama mengikuti anjuran pakai, kini bisa dilihat di website/ sosmed BPOM atau melalui kanal publikasi BPOM lainnya. Masyarakat, pasien, fasilitas kesehatan dan dokter diminta untuk tidak lagi khawatir dan ragu,” kata Ibu Tri Asti.

Itulah pernyataan dari pemerintah (Kemenkes dan BPOM). Mungkin, ibu-ibu kayak kita ((KITA)) masih mengernyitkan dahi ya?

Yawda, saya sampaikan juga ya bagaimana penjelasan dr. Piprim yang selama ini kita kenal sebagai dokter anak yang sering sharing tentang kesehatan anak di media sosial.

Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K).

Pada saat GGAPA viral, ternyata dr. Piprim (IDAI) mengikuti konferensi yang di dalamnya ada orang Gambia yang melaporkan kasus GGAPA yang persis dengan yang terjadi di Indonesia. Akhirnya dilakukan diskusi dengan mengajak ephidemolog, yang kemudian menghasilkan langkah-langkah yang sama, langsung stop obat sirop. Baru kemudian angka kejadian GGAPA menurun.

Lalu, yang terjadi waktu itu, jangankan masyarakat, sebagian dokter-dokter anak anggota IDAI juga ada yang enggak percaya kalau penyebab GGAPA adalah obat sirop. Sampai akhirnya IDAI bersama pemerintah melakukan koordinasi dan sharing informasi untuk stop dulu penggunaan obat sirop.

Menurut data ini penyakit GGAPA sudah ada sejak lama, namun kasusnya individual. Kasus massal ditemukan pada Agustus-September 2022.

Menanggapi tentang kasus GGAPA yang masih terjadi setelah BPOM mengeluarkan rilis, menurut dr. Piprim, penyakit ini sebenarnya sudah lama ada. Tidak selalu penyebabnya adalah racun dalam obat sirop yang beredar. Apalagi kalau yang muncul adalah kasus individual, bukan “kasus rombongan” sebagaimana yang terdeteksi pada Agustus-September 2022.

Sebagai dokter/ klinisi, dr. Piprim mengatakan bahwa pihaknya hanya user yang kemudian meresepkan obat kepada pasien. Kalau obat sirop tersebut sudah dinyatakan aman oleh lembaga yang berwenang (BPOM), maka dokter manut dan percaya pada ketetapan tersebut.

“Kalau ditanya jadi menurut IDAI bagaimana? Kami merekomendasikan sesuai dengan rekomendasi lembaga yang berwenang, dalam hal ini Badan POM dan Kementerian Kesehatan sebagai induk dari yang ngurusi kesehatan di negeri ini. Jadi, kalau dari kedua lembaga ini menyatakan aman ya kita samina wa atona,” kata dr. Piprim.

Apt. Noffendri Roestram, S.Si.

Selain dr. Piprim, pihak yang sering ditanya oleh masyarakat mengenai keamanan obat sirop adalah para apoteker. Bapak Noffrendi menyatakan waktu itu IAI dihubungi oleh rekan-rekan dokter untuk bersiap-siap memberikan obat puyer sebagai pengganti obat sirop. Akhirnya memang sempat ada periode di mana apoteker tidak lagi memberikan obat sirop.

Hingga setelah dirilisnya produk obat sirop yang aman oleh BPOM dan tidak ada lagi kasus GGAPA masal, Bapak Noffrendi dan sejawatnya menganggap BPOM telah berhasil membuktikan kemanan produk tersebut.

Bapak Noffrendi mengatakan bahwa dengan demikian pasien dan orang tua tidak perlu lagi khawatir tentang keamanan obat sirop. Namun, Bapak Noffrendi mengingatkan supaya membeli obat sirop di apotek resmi.

Prof. Apt. I Ketut Adyana, M.Si, Ph.D.

Lalu, akademisi Prof. I Ketut menjelaskan mengenai EG dan DEG. Menurut Prof. I Ketut sebenarnya kedua senyawa kimia ini memiliki banyak manfaat dan sudah sering digunakan di berbagai produk, baik obat-obatan, makanan, kosmetik, skincare, dll. Namun, berapa jumlahnya itu diatur.

Akademisi Prof. Emran kemudian melanjutkan bahwa sebenarnya semua substansi bahan apapun itu yang biasa kita gunakan sehari-hari sebenarnya memiliki potensi bahaya. Bahkan, air yang paling murni pun berbahaya, makanya selalu ditekankan ada takaran tertentu di mana aman untuk mengkonsumsinya.

Prof. DR. Rer.nat. Apt. Rahmaa Emran Kartasasmita.

Maka, dalam penggunaan obat, obat itu harus aman, berkhasiat, dan bermutu. Prof Rernat mengatakan proses ini sudah dijamin sejak awal obat ditemukan. Maka untuk itu peran ada di industri farmasi dan lembaga pengawas untuk mengontrol bahwa obat itu aman dikonsumsi.

Prof. Rernat mengatakan bahwa obat sirop yang sudah beredar telah memenuhi persyaratan itu, maka sebaiknya tidak ada keraguan lagi untuk mengkonsumsinya.

Terakhir adalah pendapat Mona Ratuliu yang bisa dikatakan merupakan perwakilan dari ibu-ibu yang juga resah seperti saya dan ibu-ibu semua. Mona Ratuliu yang memiliki dua anak kecil di rumah mengatakan juga sempat was-was. Apalagi saat anak-anaknya demam dan agak susah kalau enggak minum obat sirop.

Mona Ratuliu.

Mona Ratuliu mengatakan bahwa dirinya selalu update berita soal perkembangan obat sirop ini. Makanya begitu rilis obat sirop yang aman dari BPOM keluar, Mona Ratuliu Kembali menggunakan obat sirop ini, karena memang merasa sangat membutuhkannya.

Sebelum dialog interaktif selesai, Bapak Tirto Kusnadi dari GPFI memberikan beberapa pernyataan, yakni:

  • Pertama, ada 2 faktor penyebab GGAPA. Yang pertama adalah GGAPA individu yang terjadi karena faktor medis individu tersebut dan yang kedua adalah gagal ginjal anak masal yang ditandai dengan terjadinya sejumlah besar kasus secara bersamaan, yang disebabkan karena terjadinya pencemaran.
  • Yang kedua, dengan sudah dinyatakannya oleh otoritas kesehatan yang berwenang bahwa sirop obat yang sudah melalui verifikasi ulang dan sudah dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman, maka Dokter Spesialis Anak tidak perlu ragu lagi untuk meresepkan sirop obat kepada pasien dan masyarakat juga bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti aturan pakai.
  • Yang terakhir, Tirto Kusnadi kembali mengingatkan kepada anggotanya agar tetap disiplin dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Benar (CDOB).

Acara dialog interaktif yang membahas keamanan obat sirop.

Jadi itulah teman-teman pernyataan para regulator, apoteker, dan produsen obat-oabtan, serta user dan akademisi mengenai obat sirop. Secara garis besar, kesimpulannya adalah sebagai berikut:

  • Pemerintah sudah memperbaiki system monitoring dan menjamin kualtas obat yang aman, yakni obat yang sudah dirilis BPOM.
  • Proses produksi obat dilakukan dengan sistematik, teurkur, dan dikontrol secara ketat sesuai dengan pedoman CPOB untuk menjamin kualitas, keamanan, dan efikasi obat, serta disitribusikan sesuai dengan CDOB.
  • Telah dilakukan serangkaian pengawasan secara komprehensif terhadap rantai pasok dan proses pembuatan sediaan sirop obat.
  • Telah dilakukan serangkaian proses verifikasi terhadap keamanan sediaan obat sirop dan telah dilakukan rilis.
  • Obat yang dipastikan aman bisa dibeli di apotek atau fasilitas kesehatan lainnya yang terpercaya,
  • Masyarakat dihimbau untuk menggunakan obat sirop sesuai dengan daftar yang telah dirilis dan dinyatakan aman oleh BPOM.
  • Terakhir, masyarakat diharapkan bijak mengkonsumsi obat, patuhi aturan pakai/ dosis pemakaian sesuai aturan/ anjuran dokter.

Deklarasi semua pihak (regulator, user, apoteker, akademisi, mom)  yang menyatakan bahwa obat sirop aman dikonsumsi.

Itulah, ibu-ibu hasil dialog interaktif kala itu. Alhamdulillah ya kalau dapat kepastian kayak gini kan  ibu-ibu seperti kita bisa tenang, Semua pihak sudah menyatakan bahwa obat sirop yang masuk daftar rilis BPOM aman dikonsumsi. Kini, kita bisa tenang menyediakan obat sirop buat anak lagi, khususnya obat sirop penurun demam di rumah, karena obat sirop yang masuk dalam rilis BPOM aman dikonsumsi.

Informasi mengenai obat sirop yang aman bisa dicek Instagram @gpfarmasi dan website BPOM di  https://www.pom.go.id/new/view/direct/klarifikasi_sirup_obat. Semoga postingan ini bermanfaat yaaa 😊 .

April Hamsa