Sunatnya kapan, ditulisnya kapan, soal pengalaman khitan anak di Omah Sunat Bogor ini?” Hahaha, ampooon, kemarin-kemarin masih sok sibuk, jadi belum sempet nulis. Nah, berhubung kali ini lagi magabut, yowes saya sharing aja deh soal pengalaman nyunatin anak kami, Maxy, sekalian update blog.

Maxy setelah khitan di Omah Sunat Bogor pada September tahun lalu.

BTW, FYI, Maxy khitan di Omah Sunat tuh tepatnya tanggal 14 September tahun lalu. Sengaja pilih bulan September, soalnya pada bulan itu Maxy ulang tahun. Saya udah sounding sih dari jauh-jauh hari ke Maxy, “Nanti kalau Maxy ulang tahun, sunat yaaa.” Selain itu, rencananya kan tahun 2020 ini Maxy mau masuk sekolah, jadi enak aja gitu kalau udah sunat duluan sebelum tahun ajaran baru dimulai.

Mengapa khitan di Omah Sunat?

Selama sounding itu, kami juga mencari “tukang khitan”, enaknya sunat di mana yaaa. Kebetulan, beberapa bulan sebelum Maxy dikhitan, anak tetangga sini ada yang abis sunat juga. Namun, anaknya jauh lebih kecil usianya dari Maxy, kalau enggak salah masih 3 tahunan, lha. Sunatnya sih denger-denger karena problem fimosis.

Nah, si anak tetangga ini khitannya sama dokter di salah satu rumah sakit di Bogor gitu. Awalnya saya juga mempertimbangkan buat sunat di dokter yang sama saja di sana. Apalagi, kalau anak-anak sakit, biasanya saya juga bawa ke rumah sakit itu. Cuma, beberapa waktu sebelum rencana khitan dilaksanakan, saya kok kurang sreg ya kalau khitannya di rumah sakit. Saya emang paling enggak nyaman bawa anak ke rumah sakit kalau enggak terpaksa banget. Soalnya menurut saya rumah sakit kan banyak kuman penyakit ya?

Klinik Omah Sunat Cibinong Bogor.

Akhirnya, kami browsing soal klinik khitan yang “tukang khitannya” berpengalaman dan profesional, plus enggak gampang kasi obat ke anak (sejak anak masih kecil soalnya kami penganut RUM a.k.a Rational Use of Medicine). Trus, ketemulah Si Omah Sunat ini yang ternyata berpartner dengan Rumah Vaksinasi.

Omah Sunat ini bangunan kliniknya ternyata tergolong masih baru. Saya lupa katanya sih pindahan dari komplek perumahan mana gitu. Kalau yang kami datangi buat khitan Maxy itu lokasinya ada di komplek ruko di Jl. Karadenan No. 41, Pasir Jambu. Ancer-ancernya sebelahan sama Apotik Kimia Farma Sukaraja. Ini ya map-nya:

Cara/ metode khitan di Omah Sunat

Tentu aja, sebelum bawa Maxy ke sana, kami nanya-nanya dulu donk ya. Kami hubungi dulu nomor kontak WA-nya di 085779245547. Ternyata waktu itu langsung dijawab otomatis sama mesin yang langsung memberikan FAQ, paket khitan apa saja yang ada di sana, serta semacam kisi-kisi buat orang tua untuk mempersiapkan si anak sebelum dikhitan.

Kalau FAQ-nya bisa dicek di website-nya ya di omahsunat.wixsite.com. Sedangkan, untuk paket khitan di Omah Sunat ternyata ada yang buat anak kecil (di bawah 14 tahun) dan ada pula untuk orang dewasa (biasanya mualaf atau orang yang sadar kebersihan gitu yang khitan saat dewasa).

Ruang tindakan untuk khitan di Omah Sunat.

Khusus buat anak-anak, kalau anaknya BB-nya B aja, bisa pakai metode laser dan konvensional dengan biaya Rp. 850.000,00. Kemudian, ada pula metode klem berbiaya Rp. 1000.000,00. Sedangkan, kalau anaknya ber-BB agak gemuk, maka ada konsultasi khusus sebelum khitan.

Baca juga:  Pengalaman Memeriksakan Gigi Anak ke RS Hermina Bogor

BTW, dulu kami bingung, mengapa sih anak yang obesitas perlu konsultasi dulu sebelum sunat? Ternyata, oh ternyata, anak yang gemuk penisnya tuh cenderung terkubur lemak. Sehingga, kadang yang nyunat sulit melihat kepala penisnya. Jadi, ya agak susah untuk melakukan khitan pada anak ini. Kalaupun bisa katanya dokter perlu agak neken sekitar penis supaya kepalanya terlihat. Tapi, proses ini agak kurang nyaman buat si anak. Makanya, perlu konsultasi khusus gitu. Perlu menyiapkan mental anak maupun ortu-nya kali ya?

Balik lagi ke WA-WA-an tadi, tak lama setelah jawaban otomatis itu, admin Omah Sunat kemudian bertanya kepada kami tentang kapan rencana sunatnya. Katanya Omah Sunat buka setiap hari kecuali hari Minggu pada pukul 09.00-17.00 WIB dengan perjanjian. Tak lupa adminnya juga bertanya: “Anaknya gemuk enggak?” Trus, partner saya jawab donk: “Tidak gemuk, justru kurus.” (Jyaaah, enggak usah dijelasin gitu juga keles, emak yang ngasi makan sehari-hari jadi sensi nih wkwkwk). Lalu, kami diberi link formulir pendaftaran online untuk diisi dan sesudahnya dapat jadwal tanggal 14 September pukul 09.00 WIB.

Cerita ketika Maxy dikhitan di Omah Sunat

Ternyata pada hari H, qodarullah, Ibu Iriana istrinya Presiden Jokowi maen-maen ke area rumah kami dalam rangka bersih-bersih kali. Akibatnya, jalan menuju klinik Omah Sunat ditutup. Akhirnya, kami menghubungi Omah Sunat buat reschedule. Alhamdulillah, masih dapat hari yang sama, hanya waktunya jadi agak siang, sekitar pukul 11.00 WIB.

Oh iya, BTW, kami khitan Maxy tuh enggak rame-rame gitu. Enggak ada acara bikin tenda, pengajian, mengundang tetangga dan saudara. Bukannya tidak menganggap khitan ini acara yang enggak spesial, cuma kami di Jakarta coret ini kan sendirian ya? Saudara enggak ada. Mau minta kakek neneknya datang, khawatir ngrepotin. Akhirnya kami putuskan yang simple-simple aja, bawa ke klinik khitan trus syukurannya kami pesan aja nasi kotakan untuk diantar ke tetangga-tetangga komplek.

Ketika berangkat ke klinik masih happy-happy aja 😀 .

Makanya, saat berangkat ke klinik khitan pun enggak heboh. Seperti kayak mau jalan ngemall aja. Cuma bedanya, sepanjang perjalanan dari rumah ke klinik Omah Sunat, Maxy saya sounding, supaya dia enggak deg-deg’an. Tapi, saya enggak bohong sih, saya bilang ke Maxy kalau khitan itu sakit karena ada kulit yang dipotong, tapi kan dibius, jadi enggak terasa sakitnya. Cuma pada saat biusnya ilang, ntar nyeri dikit. Sengaja saya bilangin gitu supaya anaknya enggak merasa dibohongi sih. Jadi dari Maxy-nya sendiri juga udah siap gitu mentalnya (harapannya demikian).

Perjalanan dari rumah ke klinik Omah Sunat enggak lama, hanya memakan waktu sekitar kurang dari 20 menit dari rumah kami. Kliniknya cukup gampang ditemukan juga, persis disebelah apotek Kimia Farma.Sampai sana, ternyata klinik sepi, enggak ada pasien lain. Klinik juga kayaknya terkunci. Baru setelah kami menekan bel, ada mas-mas yang mbukain pintu buat kami. Sepertinya, mas-mas ini adalah pegawai/ adminnya Omah Sunat.

Ada indoor playground-nya.

Begitu masuk ke klinik, karena ada indoor playground, anak-anak malah mainan haha. Ini sebenarnya juga salah satu alasan mengapa saya memilih klinik seperti ini buat khitan anak sih, suasananya tak sehoror di rumah sakit. Lebih homy, sehingga si anak juga enggak tegang.

FYI, klinik Omah Sunat ini ternyata bangunan ruko dua lantai. Lantai bawah adalah playground, ruang tunggu, dan meja administrasi, sedangkan ruang tindakannya berada di lantai dua.

Maxy sebelum disunat di Omah Sunat.

Ketika berada di bawah Maxy masih santuy, nemun begitu sampai atas, Maxy berubah jadi panik. Padahal ruang tindakannya desainnya apik lho, khas ruang dokter anak gitu, deh. Namun, karena Maxy sejak kecil trauma dengan yang namanya ruangan dokter anak (Maxy kalau vaksin enggak pernah santuy 🙁 ), makanya pas masuk ruangan jadi agak rewel. Maxy menolak disunat. Hedeeehh. Bahkan, Maxy memaksa keluar dari ruang tindakan dokter.

Akhirnya, tindakan tidak bisa langsung dilakukan. Butuh 30 menit lebih kayaknya buat bujuk Maxy supaya mau dikhitan. Dr. Arief yang mau nyunat Maxy, cukup sabar juga sih. Dr. Arif juga akhirnya memberi kesempatan kami buat menenangkan Maxy.

Setelah anaknya udah agak tenang, baru deh mau dibaringkan di bed dan dibuka celananya. Eh, tapi itu juga dia masih agak-agak rewel. Ketika mau dibius juga sempat menolak, akhirnya kami, dokter, dan mas-mas admin tadi megangin dia. Dokter bilang ke Maxy kalau nanti enggak akan terasa pas dipotongnya, jadi enggak usah takut, walau sakit dikit saat dibius.

Proses menenangkan Maxy sebelum khitan.

Trus, supaya Maxy bisa agak tenang, ayahnya kasi gadget yang nyetel film enggak tahu film apaan, sementara saya mengelus-elus dahinya. Adiknya, Si Dema, juga membantu menenangkan kakaknya, “Enggak pa pa Maxy, enggak sakit kok!” (Padahal dia enggak ikut ngrasain sunat hahaha).

Proses khitan oleh dr. Arief juga enggak berlangsung lama, cepet aja. Kayaknya enggak ada 20 menit. Lebih lama waktu yang dibutuhkan untuk menenangkan Maxy hehe.

Abis dikhitan, karena masih ada bius, Maxy udah lebih tenang. Ketika turun ke lantai bawah juga udah lupa proses sunatnya tadi dan main lagi di playground klinik. Walau, sepertinya dia ngrasa ada yang aneh karena ada alat klem di “burungnya”. Yup, kami waktu itu memilih metode klem buat sunat Maxy.

Alasan memilih sunat pakai metode klamp/ klem

Mengapa memilih metode klem buat sunat?

Alasan pertama karena metode tradisional jelas bukan pilihan. Soalnya pasti darah yang keluar lebih banyak dan ribet cara perawatannya.

Kedua, waktu sebelum sunat kami ngobrol sama dr. Arief tentang metode sunat yang lebih cocok buat Maxy. Dr. Arief kemudian menyarankan pakai klem saja, soalnya:

  • Lebih cepat proses sunatnya.
  • Bekas luka minimal, enggak perlu dijahit maupun diperban.
  • Perawatannya lebih gampang dibandingkan kalau memakai teknik laser.
  • Anak bebas mandi pakai air, lebih mudah saat pipis.
  • Proses penyembuhannya lumayan cepat dan anak langsung bisa aktif setelah disunat.

Dr. Arief saat mengkhitan Maxy.

FYI, buat yang masih belum paham sunat pakai metode klem itu bagaimana, jadi caranya tuh nanti ada alat klem yang dipasang di penis si anak. Kemudian, bagian kulup atau kulit di puncak penis itu dipotong trus ditempelkan ke klemnya itu sampai luka mengering.

Meski demikian, sunat pakai klem ini juga sebenarnya ada kelemahannya, yakni harus telaten membersihkan alat klemnya. Kemudian, ada pula risiko penisnya jadi membengkak. Namun, kata dokter nanti bisa mengecil kembali kok.

Setelah khitan, oleh Omah Sunat kami diberi goodie bag yang isinya (maafkeun, lupa-lupa ingat):

  • Cairan disinfektan.
  • Obat luka seperti Betadine.
  • Kain Kasa.
  • Antibiotik tetes.

Trus, saya lupa waktui itu dikasi obat pereda demam/ antinyeri enggak yaaa. Hahaha, udah kelamaan, jadi lupa dah 😛 .

Sebelum dibius untuk tindakan.

Oh iya, sama Omah Sunat juga diberi celana sunat yang ada tempurungnya di bagian penis itu, sehingga abis sunat bisa langsung dipakai. Anaknya juga sebenarnya bisa langsung pakai celana, namun karena waktu itu kami bawa sarung ya pakai itu aja hehe.

Untuk perawatannya di rumah dokter memberi panduan supaya:

  • Memandikan anak dengan cara merendamnya di bak mandi (supaya penisnya kerendem kali ya?).
  • Sering-sering membersihkan alat klemnya pakai disinfektan dan antibiotik tetes dengan bantuan cotton buds.
  • Ring klem juga diobati dengan cara dikompres pakai kasa yang sudah ditetesi obat luka.
  • Kalau anaknya merasa nyeri atau demam bisa diberi obat pereda demam. Kayaknya kok bebas aja, bisa pakai Tempra yang biasa kami simpan di rumah.

Intinya kalau klem, kudu bener-bener telaten membersihkan alatnya itu. Tantangannya tuh setiap si anak pipis, hahaha. Bolak-balik mbersihin alatnya.

Abis sunat langsung main sama adeknya.

Alhamdulillah, setelah sunat enggak ada komplikasi yang gimana-gimana gitu. Sempat membengkak tapi sudah diprediksi, sih, enggak lama cuma sehari dua hari abis itu ya kembali seperti ukuran semula.

Dua minggu setelah tindakan, dr. Arief meminta kami buat kontrol, sekaligus untuk melepas klem. Namun, ternyata waktu kontrol klem-nya belum bisa dilepas. Meski demikian menurut dr. Arief, bekas sunat Maxy tidak ada masalah. Anaknya juga saat dua minggu itu udah santuy. Pas balik ke klinik Omah Sunat juga enggak “sehisteris” saat dikhitan, hehe.

Dokter kemudian mengatakan bahwa nanti klemnya akan lepas sendiri. Daaan benarlah, beberapa hari sesudah kontrol, pada saat mandi berendam, alatnya lepas sendiri. Yowes, selesailah proses untuk merawat si alat dan luka sunat. Soalnya ya emang udah sembuh. Bentuk penisnya juga jadi lumayan apik, rapi, hehe.

Selama dua minggu lebih mandinya berendam dalam bak seperti ini.

Yaaa, jadi begitulah teman-teman, pengalaman kami menyunatkan anak di Omah Sunat, Cibinong, Bogor. Puas sih, alhamdulillah.

Adakah yang berencana mau khitan anak juga? Saya kurang paham ya kalau di masa Covid-19 ini layanan di Omah Sunat seperti apa. Tapi, beberapa waktu lalu baca berita karena pandemi banyak layanan khitan yang akhirnya datang ke rumah gitu, pakai peralatan dan APD lengkap. Kalau enggak salah, Omah Sunat ini juga melayani sunat di rumah. Namun, untuk lebih jelasnya bisa kontak nomor WA yang ada di atas ya. Soalnya saat saya cek media sosial/ instagram-nya kayaknya enggak aktif sebulan terakhir ini.

Terakhir, sebelum saya akhiri sharing ini, sekalian saya mau berbagi tips mengkhitankan anak yaaa.

Tips mengkhitankan anak

Berikut adalah tips mengkhitankan anak:

  • Tentukan kapan waktu sunatnya

Dokter anak yang mengimunisasi Maxy dulu bilang sebaiknya anak dikhitan saat masih bayi atau pada saat anak sudah bisa diajak berkomunikasi (usia SD lha ya). Alasannya kalau toddler anaknya udah bisa merasakan sakit tapi masih sulit mengkomunikasikan rasanya kayak gimana.

Dahulu, sebenarnya, kami ingin khitan Maxy saat bayi. Namun, karena saat bayi Maxy mengalami masalah dengan tumbangnya, jadi akhirnya fokusnya ke tumbang dulu. Akhirnya ya baru bisa khitan saat usia 7 tahun pada saat anaknya udah bisa mengungkapkan perasaan/ opini/ pendapatnya.

  • Sounding anak

Walau anaknya udah gede kayak Maxy maupun masih bayi sebaiknya disounding ya kalau dia akan disunat. Supaya anaknya enggak kaget karena ada perasaan enggak nyaman, sakit, pada saat tindakan dilakukan.

Untuk anak yang lebih besar, kita bisa jelaskan fungsi sunat itu buat apa aja sih. Misalnya biar penisnya lebih mudah dibersihkan, terhindar dari sakit seperti ISK (Infeksi Saluran Kemih), dll. Bahkan, kita bisa tunjukkan proses sunat ke anak.

Sudut ruang tunggu di lantai 2 Omah Sunat.
  • Jangan berbohong pada anak

BTW, kemarin Maxy tuh saya tunjukin video proses sunat. Saya bilang yang sebenarnya kalau itu sakit, tapi nanti lekas sembuhnya, supaya anaknya mengerti juga akan risikonya. Jangan berbohong pada anak kalau sunat itu enggak sakit, kenyataannya emang nylekit kan?

  • Pastikan anak sehat

Yes, pastikan sebelum dan pada saat dikhitan anak dalam kondisi sehat, enggak sakit. Konsultasikan dengan dokter untuk memastikan anak sehat secara fisik. Eh, namun jangan lupa jaga juga perasaannya supaya pada saat khitan anak dalam konsisi psikologis yang baik juga. Yaaa, sehat fisik dan kejiwaan lha yaaa.

  • Sediakan perlengkapan setelah sunat

Jangan lupa ini yaaa. Soalnya setelah sunat kan anak mungkin belum bisa bebas pakai celana. Sebaiknya beli celana dalam sunat dan sediakan sarung supaya setelah sunat anak bisa berpakaian dengan lebih nyaman.

Apa lagi yaaa?

Itu aja sih kayaknya, kalau tips dari saya. Mungkin ada yang akan menambahkan “memberi reward”, namun karena kami enggak membiasakan jadi enggak saya masukkan ke tips di atas. Menurut saya, buat anak seusia Maxy, yang namanya sunat itu karena sepenuhnya sadar demi kebaikan/ kesehatannya, bukan karena reward semata.

Wah, tak terasa udah makin panjang aja ini cerita sunatnya Maxy di Omah Sunat Bogor hehe. Yowes ya, saya akhiri, semoga saja postingan ini bermanfaat. Kalau ada yang mau ditanyakan atau didiskusikan silakan tulis saja di kolom komentar ya teman-teman, khususnya yang berencana nyunatin anak dalam waktu dekat 🙂 .

April Hamsa