Sebenarnya udah lama banget kepengen bikin review drama Jepang Romantic Prelude ini. Namun, karena sok sok syebuk gak jelas, tertunda mulu deh #alesyan wkwkwk 😛 . Yah… karena nuansanya pas, sedang malam minggu (moga enggak kelabu 😛 ), pas bisa nulis juga, okeeeyy, saya mau coba menulis soal drama Jepang yang diperankan oleh Mas Junichi Okada ini ya 😀 .

Perkenalkan, Mbak Nanao dan Mas Satoshi di Romantic Prelude.

BTW, di sini Mas Junichi Okada yang berperan sebagai tokoh Nojima Satoshi kelihatan mudaaaa bangeeett. Tibake, karena film bergenre drama romantis yang saya tonton di Netflix ini udah tayang sejak tahun 2009 lalu. Di film berdurasi 119 menit ini, Mas Junichi Okada maen bareng Mbak Kumiko Aso.

Jalan cerita drama Jepang Romantic Prelude (warning: ada spoiler-nya)

Langsung ke jalan ceritanya aja yaaa…

Alkisah, ada cowok bernama Nojima Satoshi dan cewek yakni Nanao (Kumiko Aso) tinggal di sebuah gedung apartemen kecil yang sama di pinggiran Tokyo. Mereka ini tetanggaan gitu, ceritanya.

Namun, meski bertetangga, tinggal sebelah-sebelahan, mereka tidak kenal satu sama lain. Maklum, kayaknya mereka berdua tuh pulang ke apartemennya masing-masing untuk numpang tidur doank, soalnya keduanya sama-sama sibuk bekerja.

Nojima Satoshi adalah seorang fotografer.

Nojima Satoshi adalah seorang fotografer model-model terkenal gitu. Salah satu karyanya yang paling heits adalah potret Shingo, seorang model pria terkenal di Jepang, yang usianya tak muda lagi. Shingo ini sangat suka kalau Nojima Satoshi yang memotretnya, kayaknya sih mereka teman/ kenalan lama gitu dari sejak Si Shingo masih belum menjadi siapa-siapa.

Nanao saat bekerja di toko bunga.

Meskipun karyanya ketika memotret model tuh bagus-bagus, namun sebenarnya Nojima Satoshi tuh enggak menikmati pekerjaannya. Nojima Satoshi lebih tertarik dengan bidang fotografi landscape.

Cita-citanya yang sebenarnya adalah ingin pergi ke luar negeri dan bikin banyak karya foto landscape. Cuma, kayaknya dia merasa enggak enak kalau meninggalkan perusahaan/ agensinya yang sekarang, soalnya atasannya tuh mengandalkan dia banget untuk memotret Shingo.

Di sini kayaknya yang namanya Shingo ini semacam mengalami krisis pede atau gimana gitu menjadi model. Pasalnya usianya emang tak lagi muda. Sementara ketika atasannya nawarin Si Shingo ini buat beralih main film aja, eh, dianya menolak.

Kalau Nanao, di film ini, ceritanya dia adalah seorang bekerja di toko bunga sebagai florist. Hidupnya cuma buat kerja dan kerja, hampir enggak pernah memiliki waktu buat pacaran atau ngedate atau apalah itu, sebagaimana perempuan lain seusianya. Nanao juga sedang belajar merancang bunga (ada ujiannya gitu kalau di Jepang) supaya bisa melanjutkan kariernya (atau pendidikannya gitu?) di Perancis.

Saking sukanya dengan bunga dan bunga aja, Nanao ini paling tidak suka dengan bunga yang tak sempurna. Walau bunganya cakep, tapi kalau daunnya ada yang sobek dikit, dia pasti buang. Bahkan, Nanao ini pernah menegur rekan kerjanya gara-gara enggak teliti membiarkan kembang dengan layu di display. Pokoknya kalau bunga tampilannya kudu perfect, gitu kali ya, pikir di pikiran Nanao ini?

Balik lagi ke apartemen yang sama-sama ditinggali oleh Nojima Satoshi dan Nanao, dinding pembatas kamar apartemen mereka itu sangat tipis. Makanya keduanya bisa saling mendengar beberapa aktivitas yang terjadi di kamar masing-masing.

Suara orang menggiling kopi adalah suara yang sering didengar oleh Nanao.

Nanao sering mendengar suara penggiling kopi dan gemerincing (banyak) kunci dari kamar Nojima Satoshi, sedangkan Nojima Satoshi sering mendengar Nanao belajar bahasa Perancis. Namun, keduanya tidak merasa terganggu satu sama lain, keduanya justru menikmati mendengar suara-suara itu dari balik kamarnya. Kadang mereka saling kepoh dengan apa yang terjadi di kamar sebelah, dengan saling menempelkan telinga di dinding. Menebak-nebak, “Tetangga sebelah lagi ngapain ya?” 😀 Mungkin, suara-suara yang mereka dengar itu membuat mereka tidak merasa sendirian/ kesepian kali ya?

Nanao saat belajar bahasa Perancis di apartemennya.

Oh iya, Nojima Satoshi dan Nanao ini suka pergi ke kafe yang sama di dekat apartemen mereka. Namun, lagi-lagi mereka enggak pernah bertemu. Nanao hanya pernah bertemu foto landscape Nojima Satoshi yang tergantung di dinding kafe, sedangkan Nojima Satoshi sering melihat rangkaian bunga Nanao di pojokan kafe.

Keduanya memang sama-sama akrab dengan pemilik kafe, sehingga suka “mendadani” kafe tanpa diminta. Nojima Satoshi dengan fotonya, Nanao dengan kembangnya. Gemesin emang, selalu terhubung, namun tak pernah bertemu haha.

Konflik di film ini dimulai ketika Shingo menghilang, kemudian muncul seorang Akane di apartemen Nojima Satoshi. Akane ini adalah pacar Shingo yang juga kebingungan mencari keberadaan kekasihnya. Ruwetnya lagi, Akane ini sedang hamil.

Nojima Satoshi sudah bilang ke Akane kalau dia enggak tahu keberadaan Shingo, namun Akane enggak percaya. Akane bersikeras menunggu Shingo di apartemen Nojima Satoshi. Akhirnya, Nojima Satoshi pun pasrah Akane tinggal di sana.

Nah, karena Akane tinggal di sana, maka suara yang terdengar dari kamar Nanao pun kini lebih banyak ragamnya. Kadang suara cewek ketawa, kadang suara cewek menangis, kadang suara cowok dan cewek bertengkar, dll. Nanao kayaknya membatin, “Oh di sebelah kayaknya hidup sepasang kekasih.”

Nanao saat bertemu Akane di balkon apartemen.

Trus, pernah enggak sengaja Nanao ketemu sama Akane di balkon apartemen. Herannya kok enggak pernah ketemu sama Nojima Satoshi ya? Hmmm…

Sedangkan problem yang dihadapi Nanao adalah ketika dirinya tertarik dengan seorang pria yang bekerja di minimarket, yang juga pelanggan di toko bunganya. Awalnya, Nanao enggak menanggapi gitu, tapi ya namanya cewek ya, siapa yang enggak mulai klepek-klepek ketika didekati cowok yang kayaknya cute banget.

Eh, njeketek, ternyata laki-laki ini sebenarnya bukan cowok baik-baik. Dia cuma memanfaatkan Nanao untuk riset novel yang sedang ditulisnya. Temanya tentang “perawan tua” gitu. Kejem kan ya? Nanao marah lha, karena merasa cuma dijadikan obyek tulisan semata oleh laki-laki itu.

Ketika patah hati, Nanao menangis di kamar apartemennya. Pas kebetulan Nojima Satoshi yang sudah sendiri lagi karena Akane memutuskan tinggal di apartemen Shingo aja mendengar tangisan Nanao.

Dari kamar sebelah, Nojima Satoshi menghibur Nanao dengan menyanyikan sebuah lagu. Nanao yang mendengar nyanyian itu jadi merasa terhibur. Trus, mereka saling sahut-menyahut nyanyi gitu.

Sampai adegan itu, meski udah nyanyi bareng-bareng gitu, tetep aja keduanya belum pernah ketemu, haha. Pokoknya selama 5/6 bagian film keduanya enggak pernah bertatap muka.

Sampai akhirnya Nanao lulus untuk melanjutkan pendidikan ke Perancis dan memutuskan pindah dari apartemen itu untuk kembali ke kampung halamannya. Sebenarnya, Nanao agak melow juga karena belum sempat mengenal tetangga sebelahnya, tapi ya mau enggak mau harus segera pindah kan?

Tak disangka, kampung halamannya Nanao tuh sama dengan Nojima Satoshi. Pas Nojima Satoshi juga sedang pulang kampung untuk persiapan reuni sekolah. Si Nojima Satoshi ini jadi salah satu panitianya gitu bagian seksi dokumentasi hehe.

Nah, ternyata, Nanao ini juga ikut acara reuni di sekolah yang sama. Namun, kayaknya mereka berdua dulu saat sekolah enggak akrab. Lucunya, yang menelepon untuk memberitahu Nanao soal reuni sekolah ya Si Nojima Satoshi ini.

Saat telepon-teleponan untuk menginformasikan bahwa akan ada reuni sekolah.

Ketika ditelepon, Nanao merasa suara Nojima Satoshi ini enggak asing, namun masih belum nyadar kalau itu tetangga sebelahnya. Begitu pula sebaliknya.

Saat di reunian keduanya juga enggak ngobrol, walaupun sempat saling pandang-pandangan gitu. Nanao tahu sih kalau fotografer di reuni adalah Nojima Satoshi, karena saat menelepon Si Nojima Satoshi bilang kalau dia jadi panitia seksi dokumentasi. Sedangkan Nojima Satoshi tahu kalau dia Nanao dari temannya.

Selama reuni keduanya cuma saling berpandangan.

Sayang, keduanya tidak sempat berbicara. Abisnya, ketika mau ngobrol, ada aja halangannya. Ada orang minta foto lha, ada temannya ngajakin ngobrol lha, dll. Akhirnya yawda enggak sempat “kenalan” deh. Momennya lewat gitu aja 😛 .

Ketika kembali ke Tokyo, Nojima Satoshi menyadari kalau tetangga sebelahnya ternyata sudah pindah. Dia pun merasa agak kehilangan gitu, sih. Saat itu, Nanao juga mampir ke Tokyo, sebelum dia besok bertolak ke Perancis.

Momen di mana pertama kalinya Nanao menyadari bahwa tetangga sebelahnya adalah Nojima Satoshi.

Ketika mampir ke kafe langganannya, Nanao diberitahu bahwa foto landscape yang sering dia pandangi ketika minum kopi adalah jeperetan Nojima Satoshi. Baru di situ, Nanao menyadari kalau tetangganya adalah Nojima Satoshi.

Nanao kemudian berlari ke apartemen lamanya dan mengetuk pintu kamar Nojima Satoshi. Sayangnya, Si Mas Fotografer sedang tidak ada di rumah.

Sayangnya Satoshi enggak ada di rumah.

Trus, kemudian adegan berlanjut ketika Nojima Satoshi kembali ke apartemennya. Saat mau masuk ke kamarnya, dia mendengar suara cewek menyanyi lagu yang pernah mereka nyanyikan bareng-bareng. Suaranya berasal dari kamar kosong yang dihuni oleh Nanao dulu.

Tak mau penasaran lagi dengan siapa tetangga sebelahnya, Nojima Satoshi pun membuka pintu apartemen Nanao dan tadaaa… Akhirnya mereka bertemu untuk pertama kalinya sebagai tetangga. Adegan ketemunya maniiiss bangeeett, heuheuheu.

Yawda, gitu aja endingnya. Trus, berlanjut film ditutup dengan percakapan buta antara keduanya yang rupanya satunya pulang dari Perancis, satu lagi dari Kanada. Memenuhi impian masing-masing.

Maaf ya spoiler, eh, kan udah diingetin tadi di atas hehe.

Hal-hal yang saya suka dan tidak suka dari drama Jepang Romantic Prelude

Hal yang saya suka dari Romantic Prelude ini adalah meskipun genre-nya romantis namun enggak ada adegan yang intens banget antara kedua pemerannya. Buat yang ngarepin adegan cipokan, juga kagak ada di film ini 😛 .

Seperti yang saya bilang tadi, kedua tokoh utamanya baru bertemu di 1/5 bagian terakhir film. Itu pun cuma saling berpandangan dan saling melempar senyum doank. Sweet banget, deh.

Yatta! Akhirnya mengenali siapa tetangganya selama ini.

Sedangkan, yang saya kurang suka, hmmm, menurut saya konfliknya tuh kurang greget. Opening filmnya agak membosankan. Soalnya emang hampir enggak ada dialog antara dua pemeran utama sih. Cuma saling curi dengar kondisi kamar sebelah aja.

Untungnya, saya bersabar nonton film ini sampai akhir. Dapat ending yang manis, deh 😀 .

Hal-hal yang saya pelajari dari drama Jepang Romantic Prelude

Kalau ditanya apa saja yang saya pelajari setelah menonton Romantic Prelude ini, jawaban saya:

  • Film romantis tanpa adegan gandengan tangan dan cipokan ternyata menarik juga 😀 .
  • Kalau tinggal di suatu tempat, di area yang orang-orangnya sifatnya individualis sekalipun (misalnya seperti di luar negeri), kalau bisa kenalan sama tetangga. Minimal tetangga sebelah rumah. Buat yang belum punya pasangan, siapa tahu tetangga sebelah adalah jodohmu. Buat yang udah punya pasangan, siapa tahu kalau ada apa-apa tetangga sebelah bisa membantu, yekan?
  • Fokus mengejar impian itu penting, tapi jangan lupa bersosialisasi dan sesekali bertegur sapalah dengan konco lawas.
  • Kalau sudah berpasangan, usahakan untuk saling mendorong dan mendukung pasangan untuk mengejar impian masing-masing.

Sweet banget kan? 😀

Itu aja kayaknya hehe.

Cus, nonton sendiri buat yang penasaran dengan drama Jepang Romantic Prelude ini. Cocok ditonton saat malam mingguan, baik sendirian, maupun sama pasangan #uhuuuks 😀 .

April Hamsa

Catatan: Semua gambar di postingan ini difoto saat nonton film Romantic Prelude di aplikasi Netflix (bukan endorsean  😛 😀 )