Sama seperti kemarin, sore ini saya kembali menikmati roti Gambang dan secangkir teh hangat di teras rumah. Wuah, memang seenak itu rasanya. Enggak cuma rasa camilannya, tetapi juga perasaan saya. Apalagi, suasana di komplek perumahan tempat saya tinggal saat ini cukup tenang.

Memang, sesekali beberapa anak lewat bersepeda depan rumah, termasuk anak-anak saya. Mereka mengayuh sepeda, memutari blok beberapa kali. Kadang, mereka bablas sampai ke taman depan komplek dan baru kembali ke rumah menjelang Maghrib.

Saya jadi leluasa me time. Kini, hampir setiap sore saya benar-benar bisa menikmati pergantian hari dari siang ke malam. 

Roti Gambang untuk kudapan sore hari.

Menikmati senja begini, paling enak kalau sambil ngemil. Nah, salah satu kudapan yang cocok dimakan sore hari adalah roti Gambang.

Ngobrolin roti Gambang, saya punya cerita lucu tentang roti Gambang, kudapan yang saya nikmati secara rutin beberapa waktu terakhir ini. Jadi, komunitas Indonesian Food Blogger, salah satu komunitas yang saya ikuti, membuat IDFB Blog Challenge dengan tema “Roti Gambang”. Nah, saya agak lupa-lupa inget pernah memakannya atau enggak ya? Maka, saya pun bertanya ke beberapa teman, roti Gambang ini seperti apa.

Tak lama setelah mengajukan pertanyaan itu, ternyata di lemari dapur tempat saya menyimpan stok camilan, saya menemukan kemasan plastik dengan tulisan “Roti Gambang”.

Roti Gambang yang berbentuk seperti cookies.

Owalah, ternyata camilan yang cukup sering saya makan itu roti Gambang juga, to?” Tepok jidat.

Selama ini terus terang saya kurang memperhatikan kemasannya. Biasanya, suami saya yang membelinya, membuka kemasannya, kemudian langsung menyimpannya dalam kotak tuppy supaya lebih gampang diambil oleh anak-anak.

Bentuk roti Gambang yang biasa saya makan juga berbeda dengan roti Gambang dari hasil googling. Bentuk dan ukurannya seperti cookies. Bulat-bulat, pipih. Kalau beberapa roti Gambang yang saya dapati dari menjelajah dunia maya bentuknya berbeda. Roti Gambangnya terlihat lebih panjang-panjang dan bulky, sesuai sebutannya “roti”.

Sejarah roti Gambang

Katanya disebut “Roti Gambang” karena orang Betawi yang menamainya terinspirasi oleh bilah-bilah Gambang pada alat musik Gambang Kromong. Ada pula yang menyebut roti Gambang sebagai kue Gandjel Rel. Setahu saya, kue ini merupakan oleh-oleh khas kota Semarang.

Alasan mengapa orang Semarang menyebut makanan ini “Gandjel Rel” karena di masa lampau, pada masa penjajahan Belanda dahulu, orang melihatnya mirip dengan bantalan rel kereta api. Iyes, kue atau roti ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, teman-teman.

Jadi, ceritanya, pada zaman dahulu, orang Belanda yang tinggal di Indonesia menyukai sarapan roti dengan campuran rempah. Rempah-rempah yang dipakai antara lain kayu manis, cengkeh, pala, jahe, dll. Rotinya sendiri terbuat dari tepung gandum hitam.

Roti Gambang yang mirip bilah-bilah gambang.

Waktu itu, makanan yang mengandung rempah dianggap bisa meningkatkan gengsi mereka yang memakannya, karena harga rempahnya pun mahal. Roti dengan rempah itu terkenal dengan sebutan Ontbijtkoek. “Ontbjit” artinya sarapan, sedangkan “Koek” adalah kue. Orang Belanda pada masa itu memakan Ontbijtkoek bersama dengan mentega, selai, serta potongan keju.

Oh ya, meskipun waktu itu Ontbijtkoek tak asing untuk sarapan, namun banyak juga orang Belanda yang menikmatinya di waktu siang, bahkan malam. Sesuai selera masing-masing, nampaknya.

Nah, lama-kelamaan, orang pribumi yang mengamati perilaku orang Belanda yang mengkonsumsi Ontbijtkoek kepengen juga menikmati roti serupa. Namun, karena terlalu miskin dan enggak bisa membeli tepung gandum, mereka menggantinya dengan tepung singkong kering atau gaplek.

Dahulu, orang Belanda memakan roti Gambang untuk sarapan.

Akibatnya, roti yang dibikin oleh pribumi pada masa itu tak bisa mengembang seperti roti milik orang Belanda alias bantet. Bentuknya jadi menyerupai bilah gambang atau bantalan rel. Itulah sebabnya makanan tersebut diberi nama “Roti Gambang” atau “Kue Gandjel Rel”.

Namun, saya tidak tahu pasti, sebenarnya roti Gambang ini hadir duluan di Batavia (Jakarta) kemudian dibawa ke Semarang atau sebaliknya, berasal dari Semarang lalu hadir di Batavia? Soalnya, saya tidak benar-benar menemukan referensi sejarah dari buku. Sementara hasil googling pendapatnya berbeda-beda.

Roti Gambang diakui oleh dunia sebagai roti terbaik.

Namun, ya, sudahlah ya, yang penting orang-orang di masa sekarang masih bisa menikmati Roti Gambang ini. Hebatnya lagi, pada peringatan Hari Roti Sedunia (tanggal 16 Oktober) tahun 2019, roti Gambang dinobatkan sebagai salah satu roti terbaik sedunia oleh Cable News Network (CNN), salah satu media asal Amerika Serikat. Roti Gambang kedudukannya sejajar dengan roti-roti khas luar negeri, seperti Baguette dari Perancis, Karavai dari Rusia, dll.

Roti Gambang dan me time ibu-ibu

Walaupun katanya, roti Gambang yang ditemukan sekarang mengalami beberapa perubahan.

Dahulu, roti Gambang yang bantet itu keras teksturnya. Namun, sekarang ada yang memodifikasinya menjadi lebih lembut, seperti kue brownies. Tepung yang dipakai pun sekarang tak hanya tepung gaplek, ada yang bikin roti Gambang pakai tepung terigu. Ada pula yang menambahkan telur, sehingga roti Gambang menjadi lebih lembut. Yang mau roti Gambang lebih sehat juga menambahkan gula aren organik, alih-alih memakai gula pasir biasa. Namun, satu hal yang tidak berubah adalah sampai sekarang roti Gambang terkenal dengan rasa rempahnya, khususnya kayu manis.

Me time ngemil roti Gambang sambil scrolling media sosial.

Roti gambang yang sering saya makan pun terasa sekali kayu manisnya. Benar-benar cocok disandingkan dengan teh hangat yang gulanya sedikit atau tawar sekalian. Apalagi kalau rotinya dicelup ke dalam teh, nikmat rasanya.

Camilan manis dengan rempah yang satu ini menurut saya memiliki efek menghangatkan perut. Rasanya udah kenyang aja kalau makan roti Gambang ini di sore hari, sehingga kadang saya skip makan malam.

Bikin happy karena pada malam harinya rasanya jadi enggak lapar lagi. Apalagi, saat ini saya sedang diet untuk mengejar impian balik memiliki berat badan seperti saat masih gadis dulu. Hahaha, mohon dimaklumi, namanya juga “impian” ibu-ibu 😀 😛 . Mungkin, itu sebabnya saya merasa perasaan saya pun ikut hangat saat menyantap roti Gambang ini. Soalnya kadang sambil ngayal 😛 .

BTW, selain ngayal, saat mengudap roti Gambang dan meminum secangkir teh, ibu-ibu seperti saya bisa sambil scrolling sosial media juga, lho. Tujuannya untuk mendapatkan info terupdate maupun sekadar mencari hiburan. Apa aja deh, yang penting bikin bahagia. Yekan?

Ah, me time memang terasa lebih menyenangkan ditemani roti Gambang dan secangkir teh hangat. Ingat tujuan untuk selalu bahagia aja deh, pokoknya 😀 . Yuk, me time sambil menikmati roti Gambang dan secangkir teh hangat juga 😀 .

Smileee yaaa ibu-ibu! 🙂

April Hamsa

Sumber referensi:

  • https://www.kompas.com/food/read/2020/08/11/070300575/resep-roti-gambang-sarapan-orang-belanda-zaman-dulu
  • https://www.merdeka.com/gaya/sejarah-roti-gambang-tiruan-sarapan-orang-belanda-hingga-jadi-kuliner-kekinian.html
  • https://bobo.grid.id/read/083279734/bikin-bangga-roti-gambang-khas-betawi-masuk-jajaran-roti-terenak-sedunia-ini-resepnya?page=all

Tagged in: