Beberapa hari sebelum saya pindah rumah dari Cilebut ke Parung Panjang, saya sempat maen ke area Yasmin (lupa entah belanja atau ngapain gitu 😛 ), trus melewati rumah makan Nasi Timbel Saung Sunda Bogor yang terletak di Jl. Sholeh Iskandar ini. Selanjutnya saya sebut rumah makan “Saung Sunda” aja yaaa. Kepanjangan soalnya, namanya.
BTW, jujur sedikit amaze, karena rumah makan ini bertahan setelah pandemi, kemarin. Mengapa nada tulisan saya terdengar pesimis?
Bukannya gimana-gimana, soalnya saat saya dan keluarga ke sana 2 tahun lalu, tepatnya 6 Juli 2019 (menurut tanggal di galeri handphone 😛 ), rumah makannya tuh sepi. Entah, karena hari udah sore atau gimana, namun terus terang waktu mau masuk tuh ragu, “Kok nih rumah makan sepi amat, enggak ada pengunjung sama sekali.”
Saya bahkan sempet nyesel, lho, masuk ke sana. Soalnya, ternyata tak jauh dari Saung Sunda, ada resto lain berkonsep sama yang sepertinya lebih ramai pengunjung.
Meski begitu, mas-mas pelayannya tampak sigap, lalu dengan ramah mempersilakan kami masuk. Begitu masuk, ternyata rumah makan ini cukup besar juga. Area makannya ada dua yang pertama yang kami masukin itu, lalu ada pula area di bagian bawah. Iyes, jadi bukan naik, melainkan turun ke bawah, mengingat kontur daerah Bogor sana kan memang berbukit-bukit ya.
Kalau yang di atas, kalau saya enggak salah ingat lebih ke area makan dengan meja kursi, gitu. Eh, ada lesehannya juga, sih. Kalau bagian bawah adalah lesehan.
Begitu turun tangga, pengunjung rumah makan akan disambut dengan beberapa akuarium besar yang penuh dengan ikan hias. Ini sih daya tarik buat anak-anak yang menyukai ikan-ikan di dalam akuarium. Termasuk anak-anak saya. Mereka berhenti lama di sana untuk melihat ikan-ikan berenang 😀 .
Tak jauh dari akuarium, ada area makan berupa semacam saung-saung untuk lesehan tadi. Sepertinya lesehannya berbentuk L atau U gitu, kemudian di tengah-tengahnya ada kolam ikan. Jadi, kami makan sambil menikmati kolam ikan. Cuma, saya lupa, ikan yang di kolam tuh ikan hias atau ikan apaan hehe 😛 . Yang penting anak-anak suka aja, deh, waktu itu.
Saung untuk lesehannya menurut saya luas juga. Bisa kayaknya menampung 10 orang dalam satu meja. Maka, udah jelas buat kami yang datang berempat, area makannya terasa luas.
Sesuai namanya, rumah makan ini konsepnya adalah menyajikan menu masakan Sunda. Interiornya pun menampakkan kebersahajaan suku Sunda. Dari dinding-dindingnya yang menonjolkan batu bata yang seolah enggak disemen, lalu kap lampu yang dari anyaman rotan, tiang-tiang kayunya, dll. Untuk lampunya pakai bolam kuning gitu ya, sehingga tanpak agak remang-remang terang (ini gimana sih, haha 😛 ).
Saya lupa waktu itu disetelin musik ala-ala Sunda atau enggak yaaa. Tapi kayaknya sih sepi-sepi aja. Namun, tak lama setelah kami duduk, datang beberapa pelanggan yang memilih duduk lesehan juga di saung sebelah.
Untuk makanannya, ada berbagai menu yang ditawarkan, terutama untuk nasi ya. Ada nasi putih biasa, nasi timbel, nasi bakar, serta nasi goreng. Tersedia pula aneka ayam, ikan, cumi, udang, dan sop-sop’an, serta menu sate. Ada pula menu sayuran lain yang ditawarkan seperti sayur asem, lalapan, tumis-tumisan sayuran, dll.
Hari itu menu makanan yang kami pesan adalah Nasi Goreng Spesial (request enggak pedas, karena untuk anak-anak), Nasi Bakar Polos, Nasi Putih, Gurame Bakar, Sayur Asem, Tahu Tempe. Lalu, untuk minumannya, kami memesan dua Es Teh Manis dan Es Kelapa.
BTW, sebenarnya agak menyesal beli minuman es teh, karena ternyata di resto Saung Sunda ini, kami mendapatkan welcome drink berupa teh anget, free, hahaha :P . Tak tanggung-tanggung, kami dapatnya empat gelas, karena datangnya berempat. Anak kecil juga dapet hehe.
Yawesalah yaaa, jadi tahu 😀 .
Okey, saya coba mengingat rasa makanan dan minuman hari itu yaaa. Pertama untuk pesanan Tahu Tempe, kami mendapatkan masing-masing dua buah tahu dan tempe beserta sambal (terasi, kalau enggak salah). Sebenarnya ya rasanya standar, cuma saya suka potongannya besar dan gurih, gitu. Tahunya juga bukan tahu yang gampang hancur, sehingga terasa agak renyah ketika digigit. Sambalnya pun tak mengecewakan, cukup pedas.
Untuk Gurame Bakar-nya, kami dapat ikan gurami yang cukup besar, sampai penyajiannya di piring tuh kepala guraminya afak ditekuk hehe. Warnanya kecoklatan lengkap dengan gosong-gosongnya. Meski demikian, seingat saya, bagian gosong itu enggak pahit, karena bumbu ikannya cukup meresap. Sementara dagingnya juga terasa lezat, manis kecap, gitu.
Oh iya, Gurame Bakar ini disajikan dengan sambal kecap dengan semacam acar gitu ya. Namun, sambalnya enggak kami tuang ke atas ikan gurami, karena anak-anak pada saat itu enggakterlalu tahan rasa pedas.
Lalu, Nasi Goreng Spesialnya, sesuai request enggak pedas. Seporsi cukup banyak, sehingga kami bagi dua untuk dimakan oleh anak-anak. Nasi Goreng ini disajikan dengan topping lalapan yang sayurannya masih segar dan telur ceplok yang matang, Tak ketinggalan kerupuknya yang renyah.
Trus, Nasi Bakar-nya ya nasi bakar biasa aja. Di dalamnya enggak ada apa-apa, paling campuran bumbunya saja. Menurut saya enggak terlalu pedas, walaupun mengandung cabe.
Favorit saya adalah Sayur Asem-nya, nyaaamm, menurut saya paling cocok di lidah. Porsinya besar, disajikan dalam mangkuk, isi sayuran maupun kuahnya enggak pelit 😀 . Paling enak dinikmati dengan nasi bakar dan sambalnya.
Untuk Nasi Putih-nya, saya pikir tadinya cuma dapat satu tangkup di dua piring gitu (karena memesan dua nasi), eh, ternyata dapat di wadah nasi yang khas Sunda itu, saudara-saudara. Porsinya pun banyak. Kenyang-kenyang, deh 😀 .
Kalau untuk Es Teh-nya, ya standar juga lha ya, disajikan di atas gelas yang cukup besar, sedangkan Es Kelapa-nya horeeee, bener-bener masih disajikan di kelapa utuh. Rasanya manis, namun enggak bikin serik (bahasa Indonesia-nya “serik” apaan deh?). Daging kelapanya pun kelembutannya pas, gapang terlepas juga dari buahnya saat dikerik.
Untuk semua makanan dan minuman yang kami pesan, kami membayar Rp. 155 ribu “saja”. Bener-bener worth it, lha, walau awalnya sempat pesimis makanannya enak atau enggak, kok, sepi resto-nya, hehe 😛 . Secara umum enak kok, rasa makanannya.
Tempat makannya pun enak. Sayangnya, mereka enggak kasi tanda larangan merokok di resto, khususnya bagian lesehan. Jadi, waktu itu ada pengunjung yang merokok cukup ganggu.
Lalu, musholanya waktu itu kayak agak jarang dipakai jadi kurang bersih. Soalnya waktu itu sempat sholat Maghrib di sana.
Semoga sekarang udah ada tanda “no smoking” dan musholanya sudah lebih bersih yaaa.
Ikut senang karena rumah makan Nasi Timbel Saung Sunda Bogor ini masih buka setelah pandemi. Malah, anehnya, resto satunya lagi, yang tadi di atas saya sebut lebih ramai itu, udah enggak ada, lho. Entah tutup, bangkrut, atau pindah lokasi atau gimana. Semoga saja Saung Sunda ini tetap enak makanannya dan tetap terjangkau harganya sebagai resto keluarga 😀 .
Wargi Bogor ada yang belakangan ini pernah ke sana? Cerita donk perubahannya apa saja di kolom komen 😀 .
April Hamsa
Sayang ga ada foto2nya mba, padahal pengen liat penampakan makanannya 😅.
Makanan Sunda itu enak2 sih, Trutama sambelnya yaaa. Makanya aku paling suka kalo makan rame2 , aku milihnya kalo ga Chinese resto, ya resto Sunda gini. Krn paling asyik buat makan rame2. Dan rasa juga enak2.
Aku jrg sih Nemu resto Sunda yg ga enak. Kalo rasa B aja, adalah bbrp kali, tp masih bisa dibilang enak . Kebanyakan enak semua