Hari ini, tiba-tiba kepikiran nulis tentang sibling rivalry, setelah kedua anak saya, masing-masing menunjukkan gambar yang dibuatnya ke saya. Soalnya, kalau dengar kata “sibling rivalry”, biasanya kita ((KITA)), orang tua, kayaknya udah berpikiran negatif duluan sih ya? 😀 😛 .

***

Bunda, ini cakep, enggak, Bunda?” Tanya salah satunya.

Cakep banget,” jawab saya.

Eh, satunya lagi ikut-ikutan. “Bunda-bunda, Maxy juga bikin. Cakep juga,” ujarnya. Padahal, saya belum jawab, tapi dia udah memuji diri sendiri aja, xixixi. Trus, lanjut ada yang nyaut, “Iiih, Maxy, bagus punya Dema tau!”

Saya senyum-senyum sendiri melihat kelakuan dua bocah yang sama-sama mengharapkan pujian dari saya itu.

Salah satu penyebab sibling rivalry adalah jarak usia anak yang berdekatan?

BTW, persaingan semacam itu, meminta gambarnya dipuji oleh saya, kayaknya masih positif lha yaaa. Ada “prestasi” yang mau dicapai dan ingin diakui. Masalahnya, kadang kedua anak saya tuh bersaingnya enggak cuma karena masalah menggambar. Hal-hal sepele seperti siapa yang lebih dahulu ganti baju, dulu-duluan minum susu sampai abis, dulu-duluan pakai sepatu, dll, itu juga diributin. Trus, endingnya, salah satunya mewek karena kalah duluan dari yang lain hoho 😛 .

Ibuk-ibuk dan bapak-bapak yang punya anak kecil, khususnya yang jarak usianya berdekatan, pernah mengalaminya juga kah? 😀

Tentang sibling rivalry

Balik lagi ke “dulu-duluan” tadi, untungnya, kedua anak saya enggak pernah sampai ribut besar, seperti saling meneriaki, saling memukul, jambak-jambakan (hiiihh), dan perilaku yang cenderung “ekstrem” lainnya. Yes, buk-ibuk, pak-bapak, katanya sibling rivalry bisa membuat anak-anak kita berperilaku demikan antar sesama saudaranya. Ceyem sih kalau kayak gitu ya 🙁 .

Jadi, sebenarnya “sibling rivalry” itu apa sih? Sepertinya lebih gampang kalau kita definisikan sebagai sebuah persaingan atau kompetisi antar saudara gitu kali ya? Biasanya, anak yang memiliki jarak usia berdekatan, seperti anak-anak saya, cenderung memiliki risiko besar untuk bersaing atau berkompetisi.

Mengapa perselisihan/ kompetisi tersebut bisa terjadi? Kalau saya perhatikan biasanya penyebabnya adalah:

  • Jarak usia anak berdekatan

Biasanya, anak yang jarak usianya berdekatan sering menghabiskan waktu bersama, entah itu makan bareng, main bareng, dll. Pada saat beraktivitas bersama itu kadang muncul situasi yang membuat mereka berbeda pendapat, berkompetisi, dll. Contoh simple-nya, saat makan bersama, si kakak ternyata lebih dulu selesai, adik belum. Lalu, si adik enggak terima kalau si kakak selesai duluan, maunya ditemenin sampai selesai. Sementara si kakak udah kepengen main, hehe.

  • Menginginkan perhatian kita, orang tuanya (caper)

Kadang anak-anak itu tiba-tiba enggak ada angin, enggak ada hujan, bertengkar. Begitu emaknya udah turun tangan, eh, baikan lagi, cepet. Hyaaahh. Rasanya, mereka cuma caper supaya orang tuanya lebih memperhatikan mereka kali ya?

  • Rasa cemburu

Ada salah satu anak yang cemburu. Alasannya mungkin karena anak yang lain dapat perhatian lebih dari orang tua, kakek nenek, dan lingkungan sekitarnya.

  • Sikap orang tua yang keliru

Kadang, tanpa sadar orang tua acap kali membandingkan anak-anaknya. Mungkin, tujuan sebenarnya untuk menyemangati anak yang lain, misal si adik sudah bisa gosok gigi sendiri, sementara kakak masih dibantuin. Orang tua bilang, “Ayo, Kak, adek aja bisa sikat gigi sendiri, lho. Ayo, kakak jangan mau kalah.” Namun, ternyata penerimaan si anak berbeda, mengira orang tua membandingkan dirinya dengan saudaranya.

  • Faktor internal si anak

Faktor internal ini meliputi kematangan emosi anak, makin si anak bisa mengendalikan emosinya, makin kecil kemungkinan terjadi sibling rivalry. Bisa juga rasa empati, di mana saat anak mampu berempati pada saudaranya, maka potensi sibling rivalry bisa rendah.

Cara mencegah sibling rivalry

Selama ini sepertinya orang tua lebih sering mendengar yang negatif-negatifnya aja kayaknya ya, soal sibling rivalry ini? Seperti misalnya:

  • Pertengkaran ekstrem, seperti yang saya sebutkan di atas tadi.
  • Kesehatan mental anak bisa terganggu, merasa cemas, stress, tertekan, tidak percaya diri, terutama bila berdekatan dengan saudaranya.
  • Anak jadi bertingkah kembali seperti bayi dan manja kepada orang tuanya karena menuntut perhatian lebih.
  • Anak jadi sering mengadukan/ memfitnah saudaranya ke orang tua.
  • Perilaku buruk anak akan berkembang sampai dewasa, bahkan dibawa ke hubungan di lingkungan tempat dia beraktivitas (bersekolah, bekerja, keluarga, dll).

Yaaa, emang serem sih ya? Makanya, sebelum mengarah ke arah situ sebaiknya orang tua bertindak. Orang tua bisa melakukan langkah-langkah berikut ini:

  • Memberi perhatian dan kasih sayang yang proporsional

Yup, usahakan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang enggak cuma merata tapi proporsional. Enggak berlebihan untuk salah satu anak yang lain. Hindari menjadikan salah satu anak menjadi anak kesayangan, ingat selalu bahwa semua adalah anak kita yang punya hak sama untuk memperoleh perhatian dari kita.

  • Orang tua memahami bahwa setiap anak unik/ istimewa

Setiap anak istimewa dan punya keunikan tersendiri. Bisa jadi ada anak yang lambat dalam bidang A, ternyata jago dalam bidang B. Tak perlu membandingkan kegemarannya maupun perilaku satu anak dengan anak lain. Hargailah keunikan anak dengan mendorongnya makin maju, bukan malah membanding-bandingkan anak-anak.

  • Menangani konflik yang terjadi pada anak dengan adil dan bijaksana

Pada saat terjadi konflik di antara anak-anak, usahakan untuk tidak langsung ikut campur. Biarkan anak-anak menyelesaikannya terlebih dahulu. Baru jika situasi makin memburuk orang tua ikut intervensi. Meski demikian, dengar dari kedua sisi apa penyebab masalahnya dan tidak langsung menyalahkan salah satu. Hindari juga mengatakan kepada anak yang lebih tua untuk mengalah kepada adik. Orang tua harus mencari tahu dengan benar apa penyebab konflik. Bantu anak-anak bernegosiasi dan berdamai.

  • Membantu anak mengungkapkan perasaannya

Seringkali anak kesusahan mengatakan apa yang ada di kepalanya, maka orang tua harus berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang diinginkan oleh anak ketika si anak terlibat konflik dengan keluarganya. Dengan belajar mengungkapkan perasaannya, anak akan terbiasa speak up jika terjadi masalah, sehingga bisa menghindari memukul atau meneriaki saudaranya.

  • Sering melibatkan anak-anak untuk aktivitas/ pekerjaan yang memerlukan kerja sama

Dengan begitu kita bisa membuat anak-anak menyadari betapa pentingnya hidup rukun dan bekerja bersama. Hal ini juga akan menimbulkan perasaan bahwa sebagai sesama saudara, mereka saling membutuhkan bantuan satu sama lain.

InsyaAllah, langkah-langkah tersebut bisa membantu meredam perselisihan/ konflik di antara sesama saudara.

Sibling rivalry tak selalu negatif.

Apakah sibling rivalry selalu buruk?

Namun, kembali lagi ke pernyataan saya di atas “Selama ini sepertinya orang tua lebih sering mendengar yang negatif-negatifnya aja kayaknya ya, soal sibling rivalry…” ternyata menurut beberapa artikel parenting yang saya baca, sibling rivalry tak melulu berdampak buruk, lho. Ada efek positif juga dari sibling rivalry ini.

Saya coba simpulkan ya beberapa efek positifnya, kalau ada yang menambahkan informasi soal ini, akan lebih baik lagi 🙂 . Berikut efek positif dari sibling rivalry:

  • Mengajari anak tentang konflik dan bagaimana mengatasinya

Sebenarnya, poin ini sudah saya singgung di atas, yaitu ketika anak-anak terlibat konflik, sebaiknya kita, orang tuanya, jangan ikut campur dahulu. Biarkan anak-anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Dari situ, kita juga bisa mengevaluasi anak-anak kita bisa atau enggak mengatasi problem mereka. Kita bisa melerai mereka berdasarkan observasi kita dan memberikan poin-poin penting ketika kita membantu mereka berdamai.

  • Membuat anak berkompetisi untuk mengejar prestasi yang baik

Sesekali membuat anak-anak berkompetisi ada baiknya, supaya mereka memiliki keinginan untuk mencapai suatu prestasi. Meski demikian, sebaiknya orang tua tidak memihak salah satu, apalagi membandingkan apabila salah satunya berhasil lebih dulu menjadi “pemenang kompetisi”.

  • Mengajari anak mengenal dan menghargai perbedaan

Nah, ini yang harus selalu orang tua ingat, yakni bahwa setiap anak unik. Tingkah laku, pola pikir, kesukaan, hobi, dll masing-masing anak berbeda. Apabila salah satu anak mengatakan, “Gini lho cara gambar yang bener!” mungkin kita bisa menjelaskan bahwa anak yang lain caranya juga enggak salah. Kita bisa menjelaskan bahwa setiap anak punya cara dan pemikiran berbeda. Harapannya, dengan begitu sesama saudara saling mengenal karakter saudaranya, serta memahami bahwa mereka sama-sama unik dan menghargai perbedaan itu.

Jadi, begitu teman-teman, sebenarnya enggak selamanya yang namanya sibling rivalry itu buruk. Ada pula sisi baiknya. Semoga artikel ini membantu orang tua membuat keputusan bijak apabila anak-anak sedang berselisih ya. Intinya sepertinya ada di kita, para orang tua, untuk senantiasa berlaku adil secara proporsional kepada anak-anak kita 🙂 . Terima kasih sudah menyimak artikel ini moms and dads. Apabila ada yang mau didiskusikan, monggo, kolom komentar saya terbuka 🙂 .

April Hamsa