Penerapan social distancing adalah koentji!” Maksudnya adalah kunci untuk melandaikan kurva penderita Covid-19. Kalau kurvanya udah landai dan cenderung menurun, maka tenaga medis bisa lebih mudah mengobati pasien Covid-19 yang sudah ada di rumah sakit. Apabila semua orang sembuh, maka insyaAllah pandemi akan berakhir. Teorinya sih begitu. Sayangnya, menurut pengamatan saya, praktiknya susah banget. Di area rumah saya, misalnya, duh, masih banyak orang yang santuy kumpul-kumpul, enggak pakai masker, dll. Pokoknya enggak mematuhi aturan social distancing, lha 🙁 .

Social distancing kini diterapkan di masa pandemi. Sumber gambar: Freepik.

Pernah pada suatu waktu, saya curhat di salah satu WhatsApp Group (WAG) yang saya ikuti: “Duh, tadi di jalan lihat remaja-remaja tanggung, cowok-cewek kumpul-kumpul, ketawa-ketiwi, enggak pakai masker pula. Ke mana itu emak bapaknya?”

Trus, teman saya ada yang menanggapi: “Sama di sini juga gitu. Malah emak-emak kumpul-kumpul cuek aja. Bingung juga sama orang-orang ini.”

Teman yang lain menimpali: “Samaaa! Gimana pandemi bisa kelar kalau kayak gitu?”

Masih banyak orang tidak melakukan social distancing. Sumber gambar: Pixabay.

Yaaa, gimana pandemi bisa kelar kalau begini terus ya? 🙁

Kalau di tempat tinggal teman-teman gimana? Apa kabar penerapan social distancing di areamu? Semoga lebih baik dari lingkungan saya dan juga beberapa teman saya di WAG tadi yaaa.

Social distancing yang ideal

Padahal aturan social distancing ini sebenarnya sudah bagus banget, lho, andai semua orang mau berusaha mematuhinya. Seperti yang saya singgung di awal ketika saya memulai postingan ini, tujuan social distancing itu sebenarnya adalah supaya:

  • Mengurangi risiko orang terpapar virus Corona yang menyebabkan jadi jatuh sakit.
  • Mengurangi beban tenaga medis.
  • Mempercepat kelarnya masalah pandemi.

Selain itu, apabila diterapkan dengan baik, sebenarnya social distancing juga bisa:

  • Menekan pengeluaran dalam hal finansial (biasanya kan ada ongkos untuk transportasi kalau ke kantor, biaya makan kalau sedang di luar rumah, dll). Dengan catatan asal bisa tahan diri untuk enggak sering-sering jajan pakai food delivery yaaa 😛 .
  • Membuat seseorang yang biasanya bekerja keras siang malam untuk agak slow down, bisa memperbaiki kualitas istirahat yang akan berdampak baik buat kesehatan.
  • Memperbaiki/ mengeratkan bonding antar anggota keluarga.

Mari sama-sama berupaya mewujudkan social distancing yang ideal. Sumber gambar: Pixabay.

Semuanya itu bisa lekas tercapai apabila banyak orang menerapakan langkah-langkah berikut:

  • Bekerja dari rumah atau work from home atau WFH bagi yang bisa, school/ learning at home, dll.
  • Ibadah dari rumah aja. Yeah, bahkan untuk urusan ibadah, semua pemuka agama sudah bersepakat mengeluarkan fatwa sebaiknya sementara ini ibadah dari rumah saja, khususnya di area zona merah yang terdampak Covid-19.
  • Tidak keluar rumah apabila tidak urgent. Urgent di sini misalnya karena tuntutan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan dengan WFH, belanja bahan-bahan kebutuhan pokok untuk keluarga, sakit yang mengharuskan ke dokter/ rumah sakit, dll.
  • Mengurangi interaksi dengan orang lain, seperti menjauhi tempat yang ramai dengan kerumunan orang, stop arisan, stop kumpul-kumpul/ nongkrong bareng yang sebenarnya kurang penting.
  • Untuk sementara gantikan pertemuan tatap muka dengan temu online yang memanfaatkan fasilitas teknologi (internet) dan aplikasi chatting.

Idealnya sih begitu…

Namun, sayangnya, enggak semua orang bisa berpartisipasi mencapai kondisi social distancing yang ideal itu.

Mengapa social distancing yang ideal susah dipraktikkan?

Menurut saya, ada beberapa faktor yang membuat masyarakat agak susah mematuhi aturan social distancing yang ideal, yakni antara lain:

  • Manusia adalah makhluk sosial

Sebagai makhluk sosial, tentu saja ada kebutuhan orang-orang satu sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Aturan social distancing yang menganjurkan supaya orang-orang stop saling ketemu dulu, stop saling interaksi dulu, jaga jarak, tentu saja enggak mudah dikerjakan.

  • Kebiasaan yang sukar diubah

Biasanya bekerja di kantor, belajar di gedung, beribadah di rumah ibadah (masjid, gereja, dll), begitu pandemi datang, semuanya tidak boleh dilakukan. Bahkan ada yang terpaksa digantikan dengan bantuan teknologi (internet) dan aplikasi chatting.

  • Bingung

Mungkin karena kurang update informasi sehingga masih merasa bingung tentang aturan social distancing. Misalnya bingung apakah kalau ketemu tetangga, ketemu keluarga yang tinggal berdekatan aturan tersebut juga dipakai atau bagaimana?

Social distancing sesungguhnya berfungsi untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Sumber gambar: Pixabay.
  • Meremehkan

Ah kita mah udah kebal sama virus!”

Pernah mendengar seloroh demikian? Saya sering, khususnya di area tempat saya tinggal. Beberapa orang yang saya kenal meremehkan pandemi ini dan bahkan membuatnya sebagai lelucon.

  • Belum paham tentang bahaya virus Corona

Padahal, virus Corona tidak seharusnya disepelekan. Soalnya penyakit ini gampang dan cepat sekali menular dari orang ke orang. Lalu, ada pula komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit ini yang bisa berujung pada kematian. Perlu diingat, karena penyakit Covid-19 masih baru, maka obatnya belum ada di dunia ini.

Meski demikian, menurut pendapat saya, sebenarnya kalau seseorang punya kepedulian, minimal untuk keselamatan dirinya, keluarganya, dan lingkungannya, pasti mau deh mencari tahu informasi tentang penyakit Covid-19 ini. Sayangnya, masih ada yang ignorant, sombong, serta meremehkan 🙁 . Semoga saya dan teman-teman pembaca blog ini enggak termasuk bagian dari mereka ya 🙁 #ntms.

Untuk sementara gunakan aplikasi chatting dan video call untuk bersosialisasi. Sumber gambar: Pixabay.

Jujur lho, selama di rumah aja, rasa bosan itu sering datang. Beberapa kali suka tergoda juga sih untuk ikutan santuy:

Ah, enggak pa pa main ke rumah tetangga bentar.”

Ah, kan cuma mengunjungi teman yang rumahnya dekat ini.”

Duh, kasian anak-anak enggak main di luar rumah udah lama. Biarin aja deh main sama temen-temennya sebentar.”

Namun, alhamdulillah, tingkat kewaspadaan saya masih tinggi untuk tidak menuruti godaan tersebut. Saya berusaha mengatakan kepada diri sendiri bahwa pandemi ini nyata dan tidak seharusnya diremehkan.

Baca juga:  Cara supaya Tidak Tertular Virus Corona.

BTW, saya punya beberapa tips yang mungkin bisa teman-teman praktikkan apabila sudah merasa jenuh dengan aturan social distancing, physical distancing, jaga jarak atau apalah namanya itu:

  • Selalu update berita di televisi untuk mengetahui perkembangan Covid-19 supaya kita selalu sadar bahwa penyakit ini nyata.
  • Lakukan banyak aktivitas positif yang membuat kita, termasuk anak-anak kita selalu sibuk di rumah. Saya yakin teman-teman enggak kekurangan ide untuk bebikinan kan? Bikin DIY-DIY apa gitu, cooking, baking, sewing, atau nonton film bersama keluarga.
  • Apabila rindu bertemu dengan keluarga, teman, atau tetangga, gunakan saja aplikasi chatting atau video call. Begitu pula untuk anak-anak, apabila mereka merindukan teman-temannya, kita bisa kerja sama dengan orang tua teman anak kita, untuk memberikan fasilitas chatting atau video call untuk anak-anak bereuni sebentar, sembari kita awasi.
  • Kalau misalnya jenuh sekali dengan kondisi di rumah, bisa sesekali keluar rumah, berjalan di lingkungan rumah aja di waktu-waktu di mana sekiranya enggak ada tetangga yang keluar rumah, misalnya saat pagi banget abis Subuh atau saat waktunya tidur siang. Dengan demikian kita bisa sejekan refreshing, namun juga bisa meminimalisir kontak/ interaksi langsung dengan orang lain.
  • Sugesti diri sendiri dan yakinkan keluarga, khususnya anak-anak kita, bahwa kondisi pandemi ini enggak akan berlangsung lama dan akan segera berakhir, maka sebaiknya saling menasihati dan mengingatkan untuk saling bersabar mematuhi social distancing ini.

Nah, itulah teman-teman tipsnya supaya tetap bisa mengupayakan kondisi penerapan social distancing yang ideal. Semoga saja dengan cara tersebut dunia ini bisa segera bebas dari pandemi ya 🙂 .

April Hamsa