Akhirnya, setelah beberapa kali nglewatin rumah makan Sop Ayam Pak Min Klaten yang ada di bilangan Yasmin, kota Bogor, saya berkesempatan juga mencicipi kuliner yang satu ini. Sebenarnya enggak direncanakan, sih. Lebih ke ngrasa penasaran aja, menu di sana apa aja, trus rasanya gimana.

Jadi, waktu itu saya dan suami abis nganter anak-anak vaksin Covid-19 di RSAU dr. M. Hassan Toto Lanud Atang Sendjaja, trus mampir bentar ke KFC yang di sebelah Transmart Yasmin. Niatnya cuma mau beliin anak-anak es krim, bukan untuk makan.

Rumah makan Sop Ayam Pak Min di Yasmin, Bogor.

Eh, tak terasa kelamaan di KFC-nya dan mendadak udah siang aja. Akhirnya, kami putuskan sekalian makan juga, namun makan di tempat lain, bukan di KFC. Kebetulan di daerah sana tuh berderet berbagai rumah makan, belum lagi di dalam Transmart juga udah pasti ada tempat makan.

Namun, setelah berdiskusi kami kerucutkan ke dua pilihan, yakni Sop Ayam Pak Min Klaten itu tadi atau Bebek Goreng H. Slamet. FYI, kedua rumah makan ini lokasinya sebelah-sebelahan.

Lalu, menimbang-nimbang lagi, karena udah cukup sering makan bebek pak H. Slamet (walau selama ini gofud doank sih, belum pernah makan di tempat), pilihan pun jatuh pada Sop Ayam Pak Min Klaten. Apalagi, keliatannya pak suami pengen banget makan menu itu hehe. Yoweslah, diturutin wae. Toh, sebenarnya saya enggak seberapa lapar, karena abis ngemil kentang goreng di KFC sebelumnya.

Yawda, sampailah kami di rumah makan Sop Ayam Pak Min Klaten itu. Kami kemudian langsung masuk dan memilih lokasi di meja kursi agak di ujung belakang.

Enggak tahu kenapa ada nama “Klaten”-nya. Mungkin, Pak Min ini asalnya orang Klaten kali ya? Oh iya, trus di bawah spanduk rumah makannya ada kata “Ragil” dalam tanda kurung. Mungkin yang mengelola cabang itu adalah anak Pak Min yang paling ragil alias bungsu.

Suasana kala itu enggak terlalu ramai.

FYI, kata suami, memang rumah makan tersebut ada beberapa cabang. Ada yang di Jakarta juga. Kayaknya, suami pernah makan yang di cabang Jakarta. Eh, entah pusatnya atau cabangnya gitu, tau deh.

Suasana hari itu tidak terlalu ramai, sih. Mungkin karena hari kerja atau gimana. Padahal, beberapa kali lewat sana (pas weekend sih, seringnya) dari luar rumah makan tersebut biasanya terlihat penuh pengunjung. Namun, enggak pa pa sih lebih nyaman dengan suasana enggak terlalu ramai gitu, kan masih suasana wabah ya, huhu.

Denger-denger rumah makan ini bukanya dari pagi jam 7-an dan buka sampai malam. Jadi, kalau mau sarapan juga bisa di Sop Ayam Pak Min ini.

Suasana di rumah makan Sop Ayam Pak Min ini sebenarnya lebih mirip warung, sih. Tetapi warung yang gedhe banget. Iyes, tempatnya, dekor-nya sederhana aja, enggak yang wah. Meski demikian, tempat parkirnya cukup luas.

Rumah makan ini cukup terbuka dengan separuh tembok dan semacam jendela kawat yang emang persis di warung-warung gitu. Ada banyak meja dan bangku kayu tertata rapi di sana. Yes, area makannya luas banget. Mungkin, salah satu usaha supaya muat banyak pelanggannya, kali ya?

Kami pesan dua mangkuk sup ayam.

Di meja-meja tersebut sudah disediakan tempat sendok garpu, tissue, kecap, sambal, dll. Lalu, ada juga beberapa lauk seperti tempe, jeroan, kerupuk, dll, yang bisa dipilih pelanggan sebagai lauk pelengkap. Nanti, katanya ngitung-nya belakangan. Bangku kursinya memanjang gitu, jadi menurut saya kalau makannya enggak bersama anggota keluarga atau kenalan sendiri kudu saling menghargai aja berbagi bangkunya hehehe.

Uniknya lagi, kalau biasanya rumah makan tuh dapurnya terletak di belakang dan tertutup, di warung Sop Ayam Pak Min ini, lokasi dapurnya teretak di depan. Jadi, begitu kita berdiri di halamannya, udah langsung terlihat aktivitas memasak dan serving para pegawainya.

Ada semacam rombong makanan gitu bercat biru, sepertinya kuahnya di masak di rombong ini. Lalu, untuk pilihan daging dan bagian ayam yang lainnya ternyata sudah dipotong-potongin, ditaruh di mangkuk, dan ditata di meja service.

Bisa pilih lauk tambahan lain juga.

Dalam satu mangkuk, ada yang daging bagian paha aja, dada aja, jeroan seperti hati dan ampela, kepala dan leher, dll. Pelanggan yang mau membeli sup ayam, bisa memilih mangkuknya sendiri. Lalu, nanti sama mas-mas yang melayani akan ditambahi kuah.

Kalau saya sih udah pasti milih bagian kepala atau jeroan. Namun, karena waktu itu saya memang tidak terlalu makan, akhirnya kami cuma pesan 2 mangkuk daging ayam bagian dada sama nasinya. Untuk minum, kami pesan satu teh anget dan satu es teh. Sama minta satu mangkuk lagi, karena nasi untuk anak-anak kami bagi dua.

Saya lihat baik daging, maupun nasinya cukup banyak porsinya. Kuahnya sih enggak terlalu full, ya masih batas wajar. Kalau saya yang makan sih enggak masalah karena emang saya enggak terlalu suka kuah. Namun, kalau pak suami kayaknya lebih milih kuah supnya lebih berlimpah lagi, deh, hehe.

Dema yang agak picky eater ternyata suka sama sup ayamnya.

Saya coba icip dikit kuahnya, sambil menyuapi anak saya Dema, hmmm, menurut saya kuahnya tuh lebih seperti kuah bakso gitu, deh. Terasa sih kaldu ayamnya, namun kuah sup ayamnya tuh kurang nendang di lidah saya. Menurut saya akan lebih enak kalau dikasi campuran macem-macem, seperti jeruk nipis, sambal, kecap, dll. Itu semua udah disediakan saat penyajian, sih. Saya membandingkannya antara kuah sup yang dimakan suami dan anak-anak.

Kalau Maxy lebih suka kuah polosan, sedangkan Dema suka kalau kuahnya dicampur kecap manis dan makan sama krupuk putih khas warung itu. Enggak nyangka ternyata anak-anak suka. Kalau saya ya suka-suka aja, enggak yang excited banget, soalnya jujur saya lebih pengen makan bebek di rumah makan sebelah kala itu haha 😛 .

Trus, waktu itu menurut saya kuahnya kurang panas. Eh, atau mungkin efek karena dagingnya tuh udah ditatain dulu di mangkuk dan siap saji ya? Mungkin rasanya akan lebih enak lagi, kalau dagingnya tuh ambil langsung dari panci dan baru dipotongin saat pelanggan order kali ya? Nunggu agak lamaan, gpp, sih. Itu pendapat saya, lho, yaaa.

Maxy juga suka sup ayam ini. Selera anak-anak sama seperti ayahnya kayaknya.

Namun, overall rasa kuahnya sebenarnya enak, terasa kaldu ayamnya, porsinya besar, daging semua isinya, empuk pula. Oh ya, ayam yang dipakai sebagai bahan sup ayam ini semuanya ayam kampung ya, bukan ayam broiler. Semuanya daging, hampir enggak ada lemaknya (padahal saya suka aja sama lemak wkwkwk).

Baca juga: Nostalgia Zaman Pengantin Anyar, Makan Nasi Goreng Jumbo di Depot Ikana Malang

Untuk harga makanannya cukup affordable. Jangan nanya tepatnya berapa saya kok lupa wkwkwk 😛 . Jangan khawatir di tempat service yang dekat rombong itu ada list harganya kok. Seingat saya kisaran harganya belasan hingga dua puluhan ribu aja. Maaf saya lupa motret daftar harganya dan waktu itu pak suami yang bayar 😛 . Nanti, kapan-kapan kalau ke sana lagi saya coba update yaaa, insyaAllah.

Dagingnya empuk, zero lemak.

Mungkin karena harganya yang bersahabat itulah, rumah makan Sop Ayam Pak Min Klaten tersebut selalu ramai pengunjung. Waktu saya mau pulang, saya lihat ada bapak-bapak turun dari mobil sambil bawa panci besar atau dandang gitu. Sepertinya mau beli sup anak agak banyakan. Jadi punya ide kalau ada acara di rumah, bisa juga tuh beli sup ayam di warungnya Pak Min bawa panci juga hehehe.

Begitulah teman-teman pengalaman saya sekeluarga mencicipi Sop Ayam Pak Min Klaten (Ragil). Yang mau mencoba kuliner ini, alamatnya lengkapnya di sini ya:

Sop Ayam Pak Min Klaten (Ragil)Jl. Raya Cibadak – Ciampea, RT 01/ RW 03, Curugmekar, Kecamatan Bogor Barat, kota Bogor (area Yasmin).

Kalau sudah merasakan sendiri Sop Ayam Pak Min ini, sharing review-nya di kolom komentar yaaa, makasiiihh 🙂 .

April Hamsa