Stunting. Saya rasa teman-teman yang senantiasa update dengan berita, khususnya kesehatan, pasti enggak asing dengan istilah “stunting” ini. Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan stunting? Kok, akhir-akhir ini banyak sekali kegiatan-kegiatan pemerintah yang begitu concern dalam hal penanganan stunting ini?

Sekadar informasi, buat teman-teman yang belum terlalu paham mengenai stunting, istilah ini dipakai untuk menyebut suatu kondisi gagal tumbuh pada anak. Tentu saja, ada penyebab di balik gagal tumbuhnya seorang anak. Nanti, saya jelaskan lebih lanjut yaaa.

Sayangnya, anak yang mengalami stunting biasanya baru ketahuan ketika usianya menginjak dua tahun. Biasanya, orang tua terlambat menyadari bahwa anaknya berada dalam kondisi stunting. Seringnya, orang tua baru ngeh ketika anaknya tengah bermain dengan anak-anak lain, “Kok anakku lebih pendek dari anak-anak lain ya? Mengapa kok bisa begitu?”

Kondisi stunting seringnya terlambat disadari.

Bahaya stunting pada anak

Masalahnya, stunting ini bukan hanya sekadar kondisi “anak lebih pendek dibandingkan dengan anak lain”, namun ada bahaya yang tengah mengancam anak stunting yang jarang diperhatikan masyarakat. Apakah itu?

Jadi, teman-teman, yang namanya stunting itu, ternyata berdampak pada:

Tingkat kecerdasan anak

Anak yang lahir dengan kondisi stunting akan cenderung mengalami gangguan perkembangan kognitif. Hal tersebut terjadi karena anak stunting cabang-cabang dalam sel otaknya terbatas/ terputus/ pendek-pendek. Akibatnya anak mengalami keterlambatan dalam kemampuan verbal, visuo-spatial, tidak pandai berhitung, terlambat menyerap pengetahuan, dll.

Kerentanan anak terhadap penyakit

Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah biasanya akan mudah terkena sakit. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (mengalami stunting) memiliki risiko tinggi mengalami banyak penyakit kronis, seperti diabetes, jantung, stroke, ginjal, juga kanker.

Menurunkan produktivitas

Karena anak-anak yang stunting ini berisiko menjadi seseorang yang lamban berpikir, kurang kreatif, juga sakit-sakitan, maka masa depannya pun jadi kurang baik. Akibatnya, di usia produktif, anak-anak ini kemungkinan besar akan menganggur.

Meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan

Pengangguran yang diakibatkan karena produktivitas rendah akan membuat anak-anak stunting berisiko terjebak dalam kondisi miskin.

Bisa menghambat pertumbuhan ekonomi

Ketika anak-anak stunting ini tidak bekerja, kemudian mengalami kondisi sering sakit-sakitan, maka mereka akan jadi beban buat pemerintah. Pertumbuhan ekonomi negara pun terhambat, susah melaju dengan pesat.

Informasi tentang bahaya stunting pada anak tersebut saya dapat dari Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Ir. Doddy Izwardy, MA (Bapak Doddy). Bapak Doddy adalah salah seorang pemateri dalam kegiatan Danone Blogger Academy yang saya ikuti beberapa minggu terakhir. Materi yang disampaikan oleh Bapak Doddy membahas tentang situasi gizi Indonesia terkini, dimana stunting menjadi pokok bahasan utamanya.

Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Ir. Doddy Izwardy, MA.

Ketika menyampaikan materinya kala itu, Bapak Doddy juga menunjukkan data mengejutkan. Ternyata tingkat kecerdasan anak Indonesia berada pada urutan 64 terendah dari 65 negara. Penyebabnya tak lain adalah banyaknya kasus anak stunting tadi. Sungguh data yang mengerikan bukan, teman-teman?

Data yang bikin miris 🙁 .

Sebenarnya, kenapa sih masih banyak anak Indonesia yang mengalami stunting?

Penyebab anak mengalami stunting

Bapak Doddy menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami stunting, yakni:

Praktik pengasuhan yang tidak baik

Praktik pengasuhan itu contohnya seperti perilaku pemberian makan kepada anak. Misalnya, ketika ibu tidak mau menyusui bayinya. Akibatnya, anak tidak mendapat asupan Air Susu Ibu (ASI). Ibu memilih memberikan susu formula tanpa mengetahui bahwa sebenarnya ASI adalah makanan yang paling bagus untuk bayi baru lahir.

Contoh lain, ibu kurang paham asupan gizi apa yang bagus buat anaknya. Saat anaknya sudah makan Makanan Pendamping ASI (MPASI), ibu ragu-ragu memberikan protein hewani. Ibu lagi-lagi memberikan bubur berupa menu tunggal untuk anaknya. Padahal, seorang anak yang sudah MPASI sebenarnya sangat membutuhkan asupan protein hewani untuk pertumbuhannya.

Selain itu, jika mundur lagi ke belakang, praktik pengasuhan yang kurang baik ini bisa jadi dimulai sejak anak masih direncanakan. Ibu yang waktu itu belum menikah kekurangan nutrisi, karena malas makan makanan bergizi atau memang enggak ada akses makan makanan bernutrisi tinggi. Kondisi tersebut terbawa sampai ibu tersebut hamil. Akibatnya janinnya kurang tumbuh optimal dalam kandungan dan lahir dengan berat badan lahir rendah.

Terbatasnya layanan kesehatan

Ibu mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan, terutama ketika sedang hamil. Selain itu, ibu kemungkinan tidak mendapat pembelajaran dini tentang kehamilan dan pengasuhan anak yang berkualitas sejak awal.

Kurangnya akses ke makanan bergizi

Hal ini menyebabkan, baik ibu maupun anaknya mengalami kekurangan kalori dan protein.

Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi

Akses air bersih dan sanitasi yang kurang memadai juga bisa menyebabkan terjadinya stunting. Apabila di suatu area tersebut tidak ada ketersediaan air bersih dan sanitasi, maka anak-anak rentan sakit. Akibatnya, pertumbuhan anak pun terhambat dan mengalami stunting.

Sudah jelas bukan teman-teman, mengenai penyebab stunting ini? Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah stunting?

Cara mencegah stunting

Bapak Doddy, kala itu, menyampaikan beberapa poin penting untuk mencegah stunting, antara lain:

Beberapa poin yang perlu diperhatikan untuk mencegah stunting.
Perbaikan pola asuh

Bisa dilakukan dengan cara-cara berikut:

  • Pembekalan pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan.
  • Memberi informasi mengenai Inisasi Menyusui Dini (IMD) segera setelah anak lahir, demi kesuksesan pemberian ASI.
  • Memberikan ASI ekslusif selama enam bulan dan melanjutkan menyusui anak sampai anak berusia dua tahun.
  • Memberikan MPASI yang bergizi sesuai usia anak.

Bapak Doddy menggarisbawahi tentang pengetahuan kesehatan dan gizi, terutama sebelum pernikahan.

“Makanya kalau mau menikah jangan cuma mempersiapkan pesta. Tapi penting belajar tentang gizi, terutama ibu-ibu ini!” kata Bapak Doddy dengan nada suara tinggi.

Rantai stunting bisa diputus jika calon ibu melek tentang gizi.
Perbaikan pola makan

Khusus untuk MPASI pada anak sebaiknya memberikan makanan yang sesuai dengan panduan Isi Piringku.

Perbaikan pelayanan kesehatan

Memberikan layanan kesehatan yang baik untuk ibu hamil dan anak, seperti layanan Posyandu, imunisasi gratis, dll.

Perbaikan akses air bersih dan sanitasi

Bisa dilakukan dengan cara-cara berikut ini:

  • Memberikan akses air bersih.
  • Membangun jamban keluarga.
  • Membiasakan cuci tangan dengan sabun.

Namun, menurut Bapak Doddy, cara-cara untuk mencegah stunting tersebut tidak bisa hanya dilakukan sendiri oleh pemerintah, melainkan harus dibantu oleh masyakarat. Dimulai dari keluarga sendiri yang mewajibkan ayah dan ibu sama-sama bekerjasama mewujudkan kehamilan dan kelahiran anak yang sehat.

Peran ayah, misalnya:

  • Menjaga kesehatan, dengan tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, dll.
  • Mendukung istri supaya kehamilannya sehat.
  • Mendukung pemberian ASI kepada anaknya.
  • Mendukung pemberian MPASI bergizi untuk anaknya.
  • Memantau berat badan istri saat hamil dan anak setiap bulan.
  • Mendidik anak supaya berperilaku hidup sehat.

Sedangkan peran ibu, seperti:

  • Menjaga kesehatan keluarga, khususnya dirinya selama masa kehamilan.
  • Menyediakan dan mengkonsumsi makanan bergizi untuk keluarga.
  • Menjaga dan merawat kehamilannya supaya sehat.
  • Memantau berat badan tiap bulan.
  • Memberikan ASI ekslusif kepada anaknya selama enam bulan, kemudian lanjut sampai anaknya berusia dua tahun.
  • Memberikan MPASI yang bergizi setelah anak berusia enam bulan.

Menutup sharing materinya, Bapak Doddy berpesan kepada para peserta Danone Blogger Academy untuk membantu menyampaikan pesan bahaya stunting dari pemerintah tersebut. Tentu saja yang bisa dilakukan oleh blogger adalah meneruskan pesan tersebut dalam media digital. Baik itu melalui blog, video, atau media sosial lainnya. Tujuannya agar masyarakat lebih aware bahwa stunting itu tidak hanya sekadar kondisi “anak bertubuh pendek”, namun juga punya dampak negatif lainnya.

Media sosial bisa menjadi sarana edukasi untuk mencegah stunting.

Semoga tulisan pertama saya yang terinspirasi dari salah satu materi dalam kegiatan Danone Blogger Academy ini bermanfaat ya teman-teman.

April Hamsa

Catatan: sumber gambar berasal dari slide presentasi Bapak Doddy.