Maxy, ayo cepetan makannya. Abis ini, kita berangkat!” Perintah saya kepada Maxy sambil melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 08.00 pagi.

Berangkat kemana, Bunda?” Tanya Maxy.

Ya, ke sekolah, lha. Emangnya kemana lagi?”

Aahhh, enggak mau, enggak mau!” Kemudian Maxy mulai merengek. Sampai halaman sekolah pun tetap teriak-teriak, “Enggak sekolah, di rumah aja!” atau “Sama Bunda, aja!”

Begitu “drama” anak laki-laki saya yang Juli nanti usianya akan tepat lima tahun itu. Tiap pagi selalu bikin heboh komplek karena menangis ogah sekolah. Padahal, jika sudah ketemu teman-teman dan gurunya, juga mainan di sekolah sepertinya dia enjoy aja. Begitu pula, saat saya jemput pulang, malah enggak mau pulang. Kalau sudah begitu emak rasanya kepengen ngremus batako deh, ah.

Homeshooling juga bisa dilakukan sejak anak berusia dini.

Singkat cerita, dengan berbagai pertimbangan, akhirnya tahun ajaran baru ini, Maxy saya off-kan dulu sekolahnya. Yaaa, emang, kalau dipikir-pikir tahun ajaran kemarin itu Maxy kecepeten masuk TK A-nya. Saya pikir tadinya, daripada dia enggak ada kegiatan di rumah, sementara saya sibuk dengan pekerjaan sebagai freelancer dan urusan domestik rumah tangga lainnya. Juga, karena di komplek kami enggak ada anak sepantarannya.

Tapi, saya enggak menyesal sih menyekolahkannya, kemarin. Sebab, memang perubahannya terlihat. Maxy jadi lebih bisa ngoceh. Sekarang, kalau diajak ngobrol udah bisa menjawab, bahkan protes. Cuma, saya lelah dengan dramanya tiap pagi, hahahaha. Yoweslah, libur dulu sekolahnya.

Pada saat yang bersamaan saya tertarik dengan homeschooling setelah saya pulang dari liburan bareng ibu-ibu dan anak-anak mereka yang merupakan pelaku homeschooling. Enggak cuma stay at home mom saja lho, tapi juga yang punya peran sebagai working mom.

Saya kagum aja gitu, sekaligus penasaran bagaimana ibu-ibu tersebut membagi waktunya untuk konsisten mengajari anak-anak mereka. Ketika berbicara dengan anak-anak itu, mereka pun enggak ada bedanya kok dengan anak-anak yang belajar di sebuah lembaga bernama sekolah.

Belajar bisa dimana saja termasuk di rumah bersama orang tua dan keluarga.

Lalu, semenjak sebelum bulan Ramadhan kemarin saya mulai rajin browsing-browsing mengenai homeschooling untuk anak usia dini (AUD). Kebetulan, saya pakai jaringan internet Xtra Combo-nya XL yang cepet, jadi saya puas-puasin melahap semua artikel di website atau blog yang membahas tentang homeschooling AUD.

Selain itu, masih memanfaatkan paket internet XL yang Xtra Combo yang bisa menonton YouTube tanpa kuota, saya pun banyak menonton channel-channel yang membahas mengenai homeschooling anak usia dini. Juga, menonton rekaman siaran webminar dan liputan-liputan mengenai homeschooling yang banyak diunggah orang di YouTube.

E-book yang mendukung materi untuk homescholing AUD pun ternyata juga bertebaran di dunia maya. Beruntung banget ya menjadi orang tua yang hidup di zaman sekarang? Bisa dengan mudah mengunduh materi atau e-book tentang homeschooling.

Berdasarkan beberapa materi yang sudah saya pelajari, ternyata homescholing AUD tuh enggak ada target bisa membaca, menulis, serta menghitung. Homeschooling AUD, menurut materi yang sudah saya baca, menitikberatkan pada tiga hal berikut:

  • Pendidikan agama: dasar-dasar agama, sebagai modal pembentukan karakter anak.
  • Pembentukan karakter: bagaimana berbuat baik, bagaimana supaya anak jadi anak yang mandiri, suka berbagi, dan lain sebagainya.
  • Perkembangan kemampuan dasar anak: meliputi bahasa, kemampuan berpikir dan menyelesaikan masalah, keluwesan fisik anak (motorik), dan kreativitas anak.

Selain itu, jika saya bisa menerapkan homeschooling AUD untuk Maxy, saya juga bisa sekaligus mengajari adiknya, Dema. Sebab, homeschooling AUD sudah bisa diajarkan sejak anak usia bayi. For your information, Dema sekarang sudah 2,5 tahun usianya.

Tentu saja, target belajarnya Dema berbeda dengan Maxy, cuma enggak pa pa lah, kalau Dema sesekali ikutan belajar bersama Maxy. Toh, waktu dan tempat belajarnya tidak mengikat. Apalagi temannya Dema ya Maxy ajah, temannya Maxy juga cuma Dema di rumah, hehehe.

Saat berdiskusi dengan suami, saya menyampaikan ide bagaimana kalau keduanya “sekolah TK” dengan saya saja. Tidak usah masuk ke lembaga seperti halnya Maxy kemarin. Suami pun setuju dengan ide saya, anak-anak kemungkinan besar tidak akan duduk di bangku TK. Mereka belajar sendiri sama saya, bundanya. Rencana ini kami mau coba dulu selama setahun ke depan. Cocok apa tidak buat mereka dan saya 😛 .

Sementara untuk bersosialisasi, kemungkinan anak-anak mau saya ikutkan les seperti menari atau keterampilan lainnya. Juga, rencananya sering-sering kami ajak bepergian, mengunjungi kerabat atau teman, atau bertemu dengan anak-anak lain sepantaran mereka di ruang publik.

Namun, untuk nanti saat masuk sekolah dasar (mulai SD) saya masih belum tahu. Apakah akan lanjut homeschooling ataukah mereka sekolah di seolah formal. Mau melihat dulu, sejauh mana kemampuan saya dan suami mengajari anak-anak ini.

Sekian cerita saya mengenai rencana homescholing AUD untuk anak-anak. Saat ini saya sedang menyusun sendiri materi belajar untuk anak-anak ini. Nanti, kalau sudah jadi saya mau banyak cerita di blog ini juga. Baik tentang materi belajar anak, juga kegiatan homescholing AUD anak-anak. Mohon doanya, ya, supaya lancar. Juga, supaya emak-nya ini sabar saat berperan jadi guru, hehe. Terima kasih…

April Hamsa