Makannya kapan, ditulisnya kapan. Itulah hobiku, hiks hiks. Yawdalah ya, daripada kenangannya berceceran (alesan mode on). Yah, yah, jadi dulu banget, tahun 2018 pernah makan di Warung Kopi Klotok Yogyakarta. Saat itu rumah makan ini sedang viral-viral-nya. Dan alhamdulillah saya cek di Google, rumah makan Warung Kopi Klotok ini masih buka, masih bertahan setelah pandemi beberapa waktu lalu. Ikut seneng.

Oh ya, kalau ada yang nanya, kenapa makan di Warung Kopi Klotok ini baru ditulis sekarang?

Jawabannya, karena foto-foto ketika makan di Warung Kopi Klotok baik di HP maupun kamera saya hilang semua. Nggak tahu kenapa bisa begitu. Bahkan di Google Photo tidak ada satu pun foto di tahun 2018. Ndak tahu kenapa bisa begituuu #cry.

Yawdalah ya, move on #ntms. Untungnya, waktu makan di Warung Kopi Klotok tahun 2018 lalu, saya tuh nggak sendirian, melainkan bersama teman-teman blogger. Salah satunya Mbak Katerina. Alhamdulillah, Mbak Katerina masih menyimpan beberapa foto, jadi saya minta deh. Trus tergerak bikin tulisan kenangan makan di Warung Kopi Klotok ini.

Warung Kopi Klotok, resto yang menghadirkan nuansa “ndeso”

Okey, langsung aja deh ya. Kesan pertama begitu tiba di Warung Kopi Klotok saat itu, ngrasa kayak kangen sama rumah mbah alias nenek. Soalnya, waktu itu suasananya masih ndeso. Nggak tahu sekarang ya, semoga saja Warung Kopi Klotok masih mempertahankan kondisi “kendesoannya”. Bagi orang yang tinggal di perkotaan, saya rasa itulah yang membuat Warung Kopi Klotok menjadi resto yang unik. Keunikannya ini sepertinya membuat beberapa restoran meniru konsepnya.

Karakteristik “ndeso” ini terlihat dari bangunan rumah makannya yang merupakan bangunan rumah tradisional Jawa Tengah/ Yogyakarta, Joglo. Bangunannya pun kalau saya tak salah ingat dari kayu gitu begitu pula tiang-tiang di dalam bangunan yang menyangga bagian atapnya.

Kemudian, konsep pawonnya atau dapurnya tuh terbuka. Mana mirip pula dengan dapur rumahnya almarhum mbah saya dulu di Pacitan. Yaaa, maklum Pacitan dan Yogyakarta tuh kayaknya berdekatan, sehingga nuansa dan budayanya mirip.

Area dine in di Warung Kopi Klotok ini terbagi menjadi indoor dan outdoor. Bagian outdoor-nya menarik, karena pengunjung bisa makan di teras belakang dengan pemandangan sawah.

Meski begitu area makan yang di dalam juga tak kalah menarik. Pengunjung seolah dibawa ke zaman dulu, tradisional sekali, di mana ada meja kursi dari kayu, gelas dan piring enamel, hiasan radio kawas, lampu teplok tradisional, dan pernak-pernik lainnya.

Lalu, seperti yang saya bilang tadi, Warung Kopi Klotok ini lokasinya masih banyak area persawahan yang kalau musim hujan tuh hijau banget. Nggak tahu sekarang apa masih ada sawah-sawah itu atau sudah jadi bangunan rumah ya? Semoga masih banyak sawah di sekitar sana, ya.

Menurut saya makan di rumah makan yang lokasi tepatnya ada di Jl. Kaliurang KM 16 Yogyakarta ini, selain bisa menikmati makanan, juga bisa mendapat suasana yang sifatnya refreshing. Khususnya buat pengunjung dari area-area perkotaan yang mungkin selama ini jenuh dengan hiruk pikuk kendaraan dan gedung-gedung pencakar langit ya.

Bahkan menurut saya, nuansa Warung Kopi Klotok ini cocok buat keluarga yang membawa anak kecil. Anak-anak jadi bisa belajar tentang budaya Jawa dan menikmati pemandangan pedesaan yang jarang bisa dijumpai.

BTW Waktu itu saya ke sananya pas banget waktunya makan siang. Sebenarnya, Warung Kopi Klotok ini buka dari dari pukul 7 pagi hingga 9 malam. Jadi, kalau mau sarapan di sana bisa, lho. Kayaknya waktu bukanya pun setiap hari, kecuali hari libur nasional kali ya?

Parkirannya pun seingat saya waktu itu sangat luas, jadi jangan khawatir kalau datang ke Warung Kopi Klotok ini dengan membawa kendaraan pribadi, khususnya mobil. Selain parkiran yang luas Warung Kopi Klotok ini juga menyediakan tempat ibadah yakni mushola. Tak ketinggalan toilet.

Menu makanan di Warung Kopi Klotok

Konsep memesan makanan di Warung Kopi Klotok ini juga tak kalah unik. Pengunjung mengambil makanannya sendiri ala prasmanan, gitu.

Oh ya, sebagaimana konsep bangunan resto-nya yang tradisional, makanan yang disajikan di Warung Kopi Klotok juga makanan tradisional/ lokal ya, teman-teman.

Seingat saya waktu itu, walaupun rumah makannya nggak terlalu penuh (mungkin karena tempatnya juga luas ya?), untuk mengambil makanannya saya dan teman-teman mengantre.

Wadah-wadah untuk menyajikan makanannya pun unik, yakni berupa rantang dan baskom besar dari bahan enamel juga. Cuma waktu itu untuk makan, piringnya pakai piring beling.

Untuk menu-menunya antara lain aneka macam lodeh, seperti lodeh Lombok ijo, lodeh kluwih, lodeh terung, sayur asem, sambel dadak, dan sambel megono (duh ini mengingat-ingat lagi sambil melihat foto-fotonya bikin saya jadi laper deh hahaha).

Untuk sayur asemnya tuh boleh mengambil sepuasnya, lho. Begitu pula dengan nasinya. Boleh nambah-nambah sepuasnya, asal masih muat aja yaaa. Jangan sampai nggak habis lalu terbuang huhu. Waktu itu harga semua makanan atau sayurnya adalah Rp. 6.500,-00 per porsi. Dulu yaaa, tahun 2018. Sekarang, mohon maaf nggak tahu ☹ .

Selain makanan yang ala carte, Warung Kopi Klotok juga menyediakan menu makan paketan. Menunya sama dengan yang saya sebut di atas, bedanya ini kita bisa nambah bolak-balik sampai puas. Trus,  harganya tentu lebih mahal yakni Rp. 11.500,-00.

Untuk lauknya, ada tahu bacem, tempe garit, dan pindang goreng. Daaaann, yang paling heits kala itu adalah telor kerispi-nya. Pada dasarnya telor kerispi ini adalah telur dadar yang digoreng dengan minyak yang banyak dan panas banget. Pengunjung resto Warung Kopi Klotok bisa melihat sendiri bagaimana telur ini dibikin di pawon resto.

Kalau minuman yang tersedia di Warung Kopi Klotok ini sesuai dengan namanya, tentu saja ada kopi klotok. Kopi klotok ini bahan utamanya adalah kopi Robusta atau Arabika.

Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa sih kok disebut “kopi klotok”? Ternyata ini berkaitan dengan cara pembuatan kopinya yang dibikin dengan memasak bubuk kopi dalam panci panas, kemjudian disiran air sampai mendidih sehingga menghasilkan bunyi klotok-klotok. Makanya disebut kopi klotok.

Kopi klotok ini sangat kental dan memiliki rasa pahit yang khas. Kalau yang nggak suka dengan kopi pahit bisa menambahkan gula.

Selain kopi klotok, minuman yang dihidangkan di Warung Kopi Klotok Yogyakarta antara lain teh tawar, teh manis panas, jetuk panas, es jeruk, es teh manis, wedang jahe gepuk, teh tubruk gulo batu. Minuman terakhir yang saya sebut, yakni teh tubruk gulo batu juga unik. Tehnya kentel, manis. Rasa manisnya berasal dari gula batu.

Satu lagi menu favorit yang dicari kalau datang ke Warung Kopi Klotok ini, yakni pisang goreng. Pisang gorengnya renyah dan manis. Mungkin, karena bahan baku buah pisangnya juga pilihan ya.

Pengunjung juga bisa melihat proses penggorengan pisang buat camilan ini di pawon. Tapi ya gitu, kudu sabar mengantre 😀 . Selain pisang goreng, ada pula jajanan jadah goreng.

Pendek kata kalau teman-teman berkunjung ke Kopi Klotok Yogyakarta, jangan sampai enggak memesan camilan pisang gorengnya ya. Cocok dinikmati dengan kopi klotoknya.

Wuaaahh, jadi kangen berat deh makan di Warung Kopi Klotok Yogyakarta lagi. Apakah teman-teman ada yang belakangan ini makan di sana? Share donk perubahan apa saja yang terjadi beberapa tahun terakhir ini? Apa sawahnya masih ada atau mungkin menunya berubah? Tulis di kolom komen ya, tengkyuuu 😀 .

April Hamsa

Categorized in: