Acara Festival Murid Merdeka-nya kapan, dipostingnya kapan? Udah biasa lha yaaa, hahaha. Yes, kali ini, sebelum kelupaan, saya mau mendokumentasikan kenang-kenangan anak-anak saya perdana tampil di Festival Murid Merdeka.

Tentang Festival Murid Merdeka

FYI, buat yang belum tahu apa itu Festival Murid Merdeka, acara yang sering disingkat dengan sebutan FMM merupakan event tahunan PKBM Sekolah Murid Merdeka (SMM). Iyes, anak-anak saya, Maxy dan Dema “bersekolah” di SMM.

Festival Murid Merdeka ini bisa disebut sebagai semacam perayaan buat kenaikan level/ kelas dan kelulusan, gitu, deh. Tahun ini (2025) merupakan kali kedua event ini diselenggarakan. Festival ini (kalau saya nggak keliru) dilaksanakan di 7 kota besar di Indonesia yang ada Hub (pusat kegiatan) SMM. Lalu, gong-nya atau puncaknya diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 2025 lalu. Sejak tahun 2024, acara ini  diselenggarakan di Balai Sarbini, Jakarta Selatan.

Foto-foto dulu sebelum tampil.

Apa saja sih yang ada di acara Festival Murid Merdeka?

Ada banyak aktivitas di Festival Murid Merdeka, antara lain:

  • Pementasan teater: Diselenggarakan di panggung utama di dalam Balai Sarbini, berupa pementasan drama, tarian, dan penampilan-penampilan lainnya.
  • Panggung merdeka: Merupakan mini panggung yang ada di luar venue, tempat di mana anak-anak ditantang untuk berani menampilkan bakat dan karyanya.
  • Pameran karya: Di sini anak-anak bisa memamerkan karya-karya yang mereka bikin.

Siapa saja yang tampil di acara ini? Tentu saja, anak-anak murid SMM. Sementara penontonnya, ya, ortu-nya, kakek neneknya, dll hehe. Oh ya, buat menonton festival ini ada tiketnya ya. Harga tiketnya mulai dari Rp155.000,- hingga Rp.235.000,-, tergantung mau duduk di kursi yang mana. Tentunya harga tiket tertinggi akan dapat kursi strategis untuk melihat ke arah panggung.

Dengan harga segitu, tergolong lumayan murce buat sekelas nonton konser, sehingga konon katanya sampai ada war tiket, lho. Ho oh, udah kek nge-war tiket konser, aja, demi dapat kursi terbaik buat menonton anak-anak tampil. Biasanya yang habis tiket yang mahal duluan, karena posisinya paling OK. Setelah membeli tiket, nanti bukti pembeliannya bisa ditukarkan dengan gelang di Hub masing-masing.

BTW, acara festival ini setiap tahun memiliki tema. Kalau buat tahun ajaran 2024-2025, temanya adalah “Gita Cita Nusa Tenggara”. Yup, sesuai temanya, maka semua penampilan yang disuguhkan oleh para murid SMM adalah tentang Nusa Tenggara.

Perdana tampil di Festival Murid Merdeka

Maxy dan Dema baru ikutan Festival Murid Merdeka di tahun ini. Sejak awal tahun ajaran baru udah excited bakal tampil di acara ini.

Mengapa tahun lalu mereka enggak ikut?

Jadi, tahun ajaran sebelumnya tuh, anak-anak saya masih mengikuti program SMM daring. Baru, setelah di dekat rumah ada Hub baru, anak-anak ikutan program Tatap Muka Rutin (TMR). Nah, di TMR ini anak-anak cukup aktif berpartisipasi, baik itu di kelas ekspresi, pameran karya tiap tiga bulanan, ada undangan tampil mewakili sekolah, dll. Kalau sebelumnya kan kurang aktif ya, jadi menonton aja dari jauh, gitu 😛 .

Acara ini juga menampilkan karya anak-anak SMM.

Nah, untuk anak-anak TMR emang keknya udah default emang semua akan ikut tampil. Bahkan anak-anak dari kelas inklusi pun juga tampil, kecuali kalau anaknya tidak bisa berada di lingkungan yang riuh.

Untuk kelas Maxy dan Dema, saat festival kemarin, ketiban sampur untuk menarikan tarian Bau Nyale dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tarian ini melambangkan tradisi masyarakat di sana menangkap cacing laut (nyale) yang berwarna-warni. Bae Nyale ini berakar dari legenda Putri Mandalika yang konon menceburkan diri ke laut, kemudian menjelma menjadi cacing-cacing itu. Mengapa Putri Mandalika menceburkan diri ke laut? Dari gugling, baca-baca gitu, katanya untuk mencegah peperangan di antara pangeran-pangeran yang memperebutkan dirinya.

Oh ya, saking banyaknya anak-anak TMR SMM, maka acara di Balai Sarbini tuh berlangsung selama tiga sesi. Maxy dan Dema yang TMR di BSD City kebagian di sesi kedua bareng dengan anak-anak Hub se-Tangsel dan Cilandak Jaksel , yakni pukul 12.30 siang sampai sekitar pukul 14.00/ 14.30 gitu.

Kami sengaja datang lebih awal, yakni pukul 10 sampai Lippo Mall Nusantara (sebelumnya dikenal sebagai Plaza Semanggi/ Plangi) yang masih satu area dengan Balai Sarbini, supaya enak aja, nggak ngos-ngos’anan capek karena mefet-mefet datangnya. Rencananya mau makan siang agak awal supaya anak-anak nggak laper ketika manggung.

Saat nunggu makan siang ronde pertama.

Udah nggak bingung dengan venue di sana, karena sehari sebelumnya anak-anak melakukan gladi bersih di sana. Jadi, udah tahu begitu sampai jam 10 tet di sana, kami akan ngapain aja.

Dema dan Kim teman sekelasnya.

Maka, begitu sampai, yang kami lakukan adalah melihat pameran karya. Kebetulan, Dema mengirimkan bukunya buat dipamerkan. Buku berjudul Piknik Bersama Teman-Teman ini merupakan tugas akhir kenaikan level saat Dema kelas 3 SD.

Buku Dema yang dipamerkan hari itu.

Selain buku, banyak karya lain seperti gambar, lukisan, dan prakarya lainnya. Semua adalah hasil karya anak-anak SMM dari semua jenjang, level PAUD hingga SMA.

Nyobain game karya anak SMM.

Puas melihat-lihat karya anak-anak SMM, kami kemudian ngintip ke panggung merdeka, di mana ada beberapa anak menunjukkan kebolehannya. Sayangnya, waktu itu di area panggung ini sepertinya akan ada pameran lain, sehingga kursi-kursi penonton agak terganggu dengan setting booth-booth pameran. Untungnya sih, baik yang tampil maupun yang nonton masih tetep semangat.

Kami kemudian lanjut ke photobooth yang ada di depan buat mengambil beberapa foto. Waktu itu lupa nggak bawa tripod, tetapi untung ada yang mau bantuin mengambil foto, sehingga kami punya kenang-kenangan, deh.

Melihat gambar dan lukisan karya anak-anak SMM lainnya.

Setelah foto-foto, kami memutuskan ke pujasera di lantai paling bawah mall buat ngopi dan ngemil. Anak-anak juga ketemu beberapa temannya yang mulai berdatangan, lalu ngemil bareng.

Nggak terasa, waktu menunjukkan sekitar pukul 11 siang, kami kemudian makan agak berat. Kami pilih makan makanan yang gampang aja, yakni nasi goreng dan mie goreng D’Cost. Bener, deh, kalau makan kedua menu itu, anak-anak bisa makan dengan cepat. Beda kalau menunya sayur atau lauk yang perlu di-cuil-cuil, biasanya lebih lama hehe. Namanya juga udah mefet, karena jam 12 siang mereka wajib udah berada di belakang panggung.

Setelah makan, anak-anak buru-buru saya minta ganti kostum. Kostumnya nggak yang rempong-rempong amat, sih, cuma baju putih aja.

Dari tahun ke tahun, kalau urusan kostum, SMM memang berusaha tidak membebani orang tua. Biasanya cuma diminta pakai baju warna dasar, kayak putih, hitam, merah, dll. Pakai yang udah ada aja di rumah pun tak apa, nggak harus baru. Nanti, dari sekolah akan menambahkan aksesoris. Seperti kostum Maxy dan Dema, yang kemudian dipercantik dengan selendang kain ala Nusa Tenggara.

Anak-anak tampil percaya diri.

Setelah berganti kostum, karena waktu itu sholat Dhuhur tuh waktunya jam 12 kurang, maka kami sholat Dhuhur terlebih dahulu. Sebenarnya, anak-anak bisa sholat di belakang panggu. Namun, menurut hemat saya enakan sholat di mushola mall aja, sih. Nanti, ketika di belakang panggung tinggal make up aja, nggak perlu sholat lagi. Sesudah sholat Dhuhur, anak-anak kemudian saya antar ke lokasi belakang panggung untuk bersiap-siap tampil.

Saya dan ayahnya anak-anak masuk Balai Sarbini tidak melalui pintu yang sama, melainkan seperti penonton konser lainnya, masuk dari pintu luar gedung. Setelah menunjukkan gelang di tangan, ada pemandu yang mengantarkan kami menuju kursi. Kami waktu itu dapat kursi di bagian paling depan,  deretan atas, tepat di sisi kanan panggung, sehingga leluasa melihat anak-anak tampil.

Orang tua tak ketinggalan mendokumentasikan penampilan anak-anaknya.

Acara dibuka dengan drama teater yang menceritakan tentang Meri dan Dema (karakter-karakter yang menjadi semacam maskot SMM) yang jalan-jalan ke Nusa Tenggara. Mereka mengunjungi berbagai tempat di sana. Setiap selesai bercerita atau bernarasi, lalu anak-anak bergantian tampil. Urutan penampilan dimulai jenjang PAUD, hingga terakhir jenjang SMA.

Acaranya meriah sekali seolah nonton konser beneran.

Anak-anak SMM yang pentas pun tampil dengan percaya diri, meskipun ada gerakan salah-salah dikit, tak mengapa. Terutama anak-anak PAUD/ TK, bahkan ada yang butuh dukungan orang tuanya berdiri mendekati panggung. Di sisi lain ada juga bocil-bocil yang dengan pede menyanyi, menari, seolah-olah dirinya seorang diva penguasa panggung hari itu 😀 .

Tibalah giliran Maxy dan Dema membawakan tarian Bau Nyale di atas panggung. Alhamdulillah, pementasan berjalan dengan lancar. Soalnya, anak-anak memang sudah sering berlatih bersama menarikan tarian ini sepulang sekolah.

Penampilan Dema dan Maxy beserta teman-teman sekelasnya.

Setiap selesai pementasan anak-anak, orang tua sibuk bertepuk tangan, mendokumentasikan, hingga memberika apresiasi. Diam-diam, ada semacam rasa bangga dan haru yang muncul di dada saya ketika melihat anak-anak saya dengan penuh percaya diri tampil di panggung yang begitu besar, ditonton ratusan orang pula.

Berikut video penampilan anak-anak yang didokumentasikan salah seorang wali murid dari kelas yang sama dengan anak-anak saya:

Anak-anak menari tarian Bau Nyale.

Setelah pementasan selesai, semua anak yang tampil hari itu dikumpulkan menjadi satu di panggung dan menyanyi bersama untuk menutup acara. Beberapa orang tua maju ke depan memberikan karangan bunga, cokelat, dll juga berfoto bersama.

Acara penutup.

Tak lama setelah acara selesai, saya dan ayahnya anak-anak kemudian bergegas keluar. Alhamdulillah, sebelumnya datang awal sehingga tidak perlu antre di photobooth lagi buat mengambil gambar.

Kami kemudian menjemput anak-anak di belakang panggung. Lumayan lama nunggunya, karena berurutan keluar sesuai kelas paling kecil hingga atas. Panitia memastikan si anak ini udah bener-bener dijemput oleh ortu masing-masing.

Maxy dan Dema berfoto bersama Bu Fitri, wali kelasnya.

Lalu, setelah anak-anak keluar bersama teman-temannya, kami semua turun ke bawah lagi buat makan siang ronde kedua. Anak-anak lega sudah tampil, ortu pun happy setelah menonton pertunjukan anak-anak.

Itulah cerita keluarga kami mengenai anak-anak yang perdana tampil di Festival Murid Merdeka. Nggak sabar deh menantikan Festival Murid Merdeka tahun depan. Sedikit bocoran, tema untuk tahun ajaran kali ini adalah tentang “Betawi”. Wah, insyaAllah, akan lebih meriah lagi yaaa, keliatannya 😀 .

April Hamsa

Categorized in: