“Owalah, Pos Bloc, beda ya sama M Bloc?” Tanya saya ke Suria Riza a.k.a Echaimutenan alias Bu Echa, teman blogger yang sekarang tinggal di Situbondo.

Seru juga mampir Pos Bloc tanpa rencana.

Ceritanya, beberapa waktu lalu, Bu Echa dapat penghargaan sebagai salah satu pemenang lomba menulis artikel yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI). Nah, acara penyerahan penghargaannya itu dilakukan di Pos Bloc. Saya dan beberapa teman blogger yang tadinya cuma janjian ketemu Echa di hotel, akhirnya ikut mengantar Echa ke sana. Niatnya sekalian cuci mata, karena kepengen tau kayak apa sih Pos Bloc itu.

Ketemu teman-teman blogger.

Pos Bloc tempat apaan, sih?

Sebelumnya, saya sempat gugling-gugling tentang Pos Bloc ini. Owalaaahh, Pos Bloc tuh tempat nongkrong yang sekarang termasuk heits, toh. Lokasinya ada di bangunan yang dulu dikenal dengan nama Gedung Filateli. Teman-teman yang sering ke area Pasar Baru, Jakarta Pusat, pasti nggak asing deh dengan gedung ini.

Area depan Pos Bloc.

Gedungnya tampak old, tetapi kokoh dan megah, karenaaa? Yup, anda, benar, gedung utamanya adalah bangunan peninggalan pemerintah Hindia Belanda.

Gedung utama Post Bloc.

Saat pertama kali melihat gedungnya, saya sudah meyakini, bahwa orang Belanda lah yang membangunnya. Gimana nggak, arsitektur gedungnya bergaya Art Deco, desain yang dahulu booming di Eropa pada masanya. Terdapat bagian relung dan kaca-kaca yang mirip dengan yang ada di Stasiun KRL Jakarta Kota. Membuat gedung ini terlihat “peninggalan Belanda banget”.

Begitu masuk langsung disambut tribun dan tenant-tenant yang menjual produk lokal.

Gedung yang diresmikan pada tahun 1746 ini pada mulanya memiliki nama Weltevreden. Pendirinya adalah Gubernur Jenderal VOC kala itu, Gustaaf W Baron van Imhoff. Perancangnya adalah seorang arsitek Belanda bernama Van Hoytema.

Area tribun.

Awalnya, Weltevreden dimanfaatkan sebagai perkantoran, tempat pengiriman surat dan barang perdagangan. Kemudian, pada tahun 1800-an, ketika VOC bangkrut, gedung ini berubah menjadi kantor pos pemerintah Hindia Belanda.

Pintu menuju area gedung sayap kanan.

Sesudah itu, gedung ini mengalami 4 kali perubahan nama. Ketika masa penjajahan hingga sekitar tahun 1945, gedung ini dikenal dengan nama Gedung PTT (Pos, Telegrap, dan Telepon). Kemudian, setelah 1945 berubah menjadi Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru. Tak lama kemudian diganti lagi menjadi Kantor Pos Kawat Pasar Baru.

Selasar di Pos Bloc.

Lalu, pada tahun 1963, Presiden Soekarno membangun gedung baru di sebelahnya, sehingga keseluruhan gedung diberi nama baru yakni Gedung Pos Ibu Kota (GPI) atau disebut juga sebagai Kantor Pos Ibu Kota Jakarta Raya. Gedung baru ini berfungsi untuk pelayanan terkaiit pos. Di sisi lain, gedung kantor pos lama yang dibangun sejak zaman Belanda, berubah fungsi menjadi lebih banyak melayani pembelian filateli dan benda-benda terkait kantor pos lainnya (biasanya buat koleksi), sehingga mendapat nama Gedung Filateli.

Bagian samping gedung.

Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan gedung ini sebagai cagar budaya dan bangunan tua yang dilindungi. Kemudian, pada 2021 pemerintah merevitalisasi gedung tersebut menjadi ruang wisata dan kreasi publik dan diberi Pos Bloc Jakarta.

Gedung bersejarah ini sempat terbakar pada 2024. Untungnya pemerintah cukup gercep untuk memperbaikinya, sehingga sampai sekarang Pos Bloc menjadi salah satu area public dan kreatif yang memadukan sejarah, budaya, seni, hiburan, sampai kulineran.

Mushola.

Gedung Pos Bloc ini buka setiap hari. Saat weekdays (Senin-Kamis) buka pukul 10.00-21.00 WIB, sedangkan pada Jumat dan weekend buka pukul 07.00-21.00 WIB.

Apa saja yang bisa dilakukan di Pos Bloc?

Datang ke event

Banyak penyelenggara event yang memakai gedung ini, karena gedung utamanya memiliki area yang cukup luas. Salah satunya sepertinya acara penghargaan pemenang lomba yang dihelat oleh BI kemarin itu. Area tersebut katanya juga sering dipakai buat event-event lain seperti acara musik, nonton film bersama, pameran-pameran, dll.

Event di Pos Bloc.
Membuat konten foto atau video

Gedungnya yang estetik dan bersejarah membuat orang-orang juga berkunjung untuk sekadar berfoto atau membuat konten, baik foto, video. Jujurly, saya kemarin juga memanfaatkan momen dadakan ke Pos Bloc juga buat bikin konten tulisan ini, hehe.

Berfoto di spot estetik.
Nongkrong santai

Ada beberapa spot asyik buat nongkrong di Pos Bloc Jakarta ini. Salah satunya yang menjadi spot andalan adalah tribun yang ada di gedung bagian tengah yang langsung bis akita lihat begitu kita memasuki gedung. Selain di tribun, juga ada bangku-bangku di taman yang bisa kita manfaatkan untuk nongkrong dan hangout bareng rekan-rekan kita.

Numpang WFA

Spot-spot yang saya sebutkan di atas juga bisa kita manfaatkan untuk beraktivitas WFA (work from anywhere). Waktu saya ke sana, tak sedikit orang-orang yang data membawa laptop. Mungkin mereka sedang WFA, nugas (anak kuliahan dan sekolahan), atau sekadar browsing-browsing.

Membaca buku

Tempat-tempat tersebut juga sangat cocok untuk membaca buku. Kalau teman-teman ke sana tidak membawa buku, jangan khawatir karena ada toko buku di dalam gedung tersebut. Lokasinya ada di sayap kanan bagian belakang.

Toko buku.
Berbelanja

Yup, ada beberapa toko tempat kita bisa berbelanja kalau mengunjungi Pos Bloc Jakarta. Ada toko buku tadi, toko pakaian, minimarket, dll. Kebanyakan toko-toko di sana menjual produk dalam negeri.

Kulineran

Nah, ini favorit saya, yakni kulineran. Ada beberapa kafe dan rumah makan buka di Pos Bloc. Sejauh saya memantau #hallah, ada Filosofi Kopi, Bakmie Sedjuk, Pizza Head, Tauto KedungRasa, dll. Jujurly, waktu itu saya tidak sempat berkeliling, karena hari sudah terlalu sore dan saya udah laper banget, karena belum makan siang.

Kulineran di Pos Bloc

Sebelum balik ke rumah, saya memutuskan untuk makan sesuatu dulu, mumpung di sana ada tempat makan. Saya tidak sendiri, melainkan bersama Mbak Maya dan Mbak Cilya. Kami masuk ke resto Bakmi Sedjuk.

 

Taman depan resto Bakmi Sedjuk.

Bakmi Sedjuk menempati sayap kanan gedung. Di depannya ada taman tempat kita bisa nongkrong. Waktu saya ke sana, kebanyakan anak-anak muda duduk-duduk di kursi yang disediakan di sana. Eh, tetapi saya kurang paham, apakah taman tersebut bagian dari tempat dining outdoor-nya Bakmie Sedjuk atau memang fasilitas tamannya Pos Bloc, sih.

Pintu itu adalah pintu masuk resto Bakmi Sedjuk.

Begitu masuk ke Bakmi Sedjuk, kami langsung disambut semacam meja bar sekaligus meja service yang ada tepat di tengah ruangan. Sementara sisi kanan dan kiri meja bar tersebut adalah bangku untuk makan. Resto-nya cukup besar juga. Kami memutuskan untuk duduk di area sebelah kanan resto.

Bagian dalam Bakmi Sedjuk.

Desain interior resto-nya menonjolkan nuansa modern minimalis dengan sentuhan warna hijau, cokelat, dan elemen kayu yang memberikan kesan hangat dan natural. Sayangnya, kalau menurut saya pribadi, pencahayaannya agak gelap ya. Sepertinya kurang faktor jendela aja #imho. Meski demikian, tidak mengurangi kenyamanan kami makan di sana karena tempatnya juga adem (ber-AC).

Persausan dan persambalan.

Seorang mbak-mbak pelayan dengan sigap menghampiri kami dan memberikan buku menu. Ternyata, selain menyajikan bakmi, mereka juga menyajikan makanan lain, seperti nasi telur, nasi goreng, ada pula menu ayam, hingga menu anak-anak dan aneka snack. Resto ini juga menyediakan kopi.

Pesanan Mbak Cilya.

Saya yang sejak awal masuk ke resto sudah memutuskan makan bakmie, memesan bakmi ayam oven jamur lada hitam. Sementara Mbak Maya memesan bakmi original dan Mbak Cilya memesan ayam oven ala carte. Untuk minuman saya memesan es teh tawar, lalu Mbak Maya dan Mbak Cilya minum air mineral, dan Mbak Cilya nambah lagi kopi sedjuk.

Menurut Mbak Cilya makanan ayam oven-nya buat dia agak keasinan. Namun, dimaklumi karena memang masakan peranakan biasanya seperti itu. Oh ya, makanan yang dipesan Mbak Cilya itu disajikan dengan sambal, sepertinya sambal matah ya, kalau lihat penyajiannya?

Makanan saya.

Bakmi Mbak Maya.

Kalau makanan yang saya pesan rasa utamanya campuran antara asin, tetapi ada sedikit manis dan pedas dari ayam panggang lada hitam. Kuah bakminya disajikan terpisah. Kaldunya bening dan gurih. Kalau dituangkan ke bakmi, maka akan membuat rasa asin dan pedas makanan saya berkurang.

Es teh tanpa gula.

Kayaknya itu aja, sih, yang bisa saya ceritakan tentang resto Bakmi Sedjuk ini, soalnya waktu itu kami juga makan dengan cepat, karena buru-buru mau pulang. Maklum, udah dekat waktu Maghrib, di mana biasanya jam kantor gitu berisiko macet.

Kopi Mbak Cilya.

Mungkin next time, saya akan main-main ke Pos Bloc lagi. Rencananya kali ini mau datang agak pagi dengan niat lebih menjelajahi bangunan tua ini dan tentu saja kulineran lagi, donk. Waktu itu saya juga agak nyesel tidak mampir ke toko bukunya, hanya melihat dari luar aja.

Foto sama Mbak Cilya dan Mbak Maya sebelum makan.

Semoga beneran kapan-kapan bisa ke Pos Bloc Jakarta lagi. Teman-teman ada yang sudah pernah ke Pos Bloc Jakarta? Biasanya ngapain aja di sana? Share, donk, di kolom komen.

April Hamsa

 

Sumber referensi tulisan:
https://www.historia.id/article/setahun-pos-bloc-jakarta-6lg0a
https://www.inilah.com/sejarah-pos-bloc-pasar-baru-dibangun-kolonial-belanda-kini-jadi-tempat-nongkrong-anak-muda-jakarta

Categorized in: