Lagi-lagi, anak-anak saya termasuk yang nelat belajar mata uang. Mengapa saya bilang “telat”, karena anak-anak zaman now sepertinya sudah kenal uang sejak kicik banget. Bocil-bocil usia PAUD sepertinya udah pada bisa jajan sendiri tuh di warung maupun minimarket deket rumah.

Pertama kalinya anak-anak mengenal uang

Lalu, kok, bisa sih anak-anak saya terlambat mengenal uang?

Jadi, gini, ceritanya, dulu saya dan suami tuh lebih sering belanja bulanan, karena rumah dekat dengan supermarket. Kami biasa jajanin anak-anak snack atau jajanan agak banyakan. Nyetok, gitu, lha. So, kalau anak-anak mau jajan, tinggal ambil saja dari stock itu.

Kalau nyetok kan lebih murah ya bu-ebuk, ketimbang beli ketengan? Itu aja sih pertimbangannya waktu itu.

Maka, anak-anak kami emang hampir enggak pernah jajan apalagi bayar-bayar sendiri. Kecuali, pas kebetulan kami ajak ke minimarket, baru kami minta pilih mau apa.

Meski begitu, dulu, seringnya anak-anak cuma geleng-geleng aja. Ya, gimana, wong semua snack kesukaan mereka udah ada di kardus stock jajan di rumah. Bahkan, soal jajanan coklat di dalam telur-teluran (sebut saja Kinderjoy), anak-anak saya nggak terlalu tertarik, lho. Yaaa, karena emang nggak dibiasain jajan.

Jangankan itu. Kalau mudik lebaran ke rumah neneknya di Surabaya, anak-anak kan biasa dapat angpao tuh. Nah, anak-anak saya lempeng aja lihat duit. Enggak seantusias saudara-saudara sepupunya yang usianya sepantaran. Wkwk.

Yaaa, karena anaknya belum kenal uang.

Pada tahap awal anak akan belajar tentang bentuk dan nominal uang dulu.

Sampai suatu hari, ketika kami pindah ke salah satu daerah di pinggiran Bogor, otomatis anak-anak pindah daycare juga. Nah, daycare ini tuh punya usaha toko kelontong, gitu.

Sebenarnya, anak-anak juga saya bekelin jajan dan makanan juga. Namun, ternyata, beberapa anak daycare tuh suka jajan di toko. Nah, anak-anak saya diajakin, padahal saya nggak kasi uang saku, wkwkwk. Alhasil, ngutang dulu, dah. Bayarnya pas saya jemput, ditagih deh sama penjaga toko.

“Maaf, bund, tadi Dema ambil susu dua,” katanya.

Helleh, opo iki, anak TK dah kasbon, huhu.

Intinya, sejak saya titip ke daycare itu, anak-anak saya mulai mengenal mata uang. Ya, walaupun masih pecahan seribu dua ribu.

Yoweslah, di satu sisi saya bersyukur, karena anak-anak saya otodidak belajar tentang duit. Di sisi lain, makin kenal jajan ajeee. Paling sering beli susu UHT, padahal saya tuh juga sering bekelin susu, lho. Namun, mungkin, karena lihat temennya jajan, jadi ikut-ikutan kali yaaa.

Setelah anak mengenali uang, anak akan berlatih menjumlah atau mengurangi uang.

Untungnya, sesekali anak-anak bisa dikasi pengertian, kalau di toko tuh yang namanya jajan artinya mengeluarkan uang, sedangkan bundanya nggak selalu ada uang (cash). Jadi, lama-kelamaan udah mulai izin tuh.

“Nanti di daycare boleh beli susu nggak, bund?”

“Nanti, boleh beli permen atau snack, bund?”

Nah, kalau izin gitu kan masih lumayan ya, nggak bikin emaknya malu karena anaknya ngutang mulu, wkwk 😛 .

Walau begitu, saya sering tegas tidak memberi uang jajan, kan udah bawa bekal dari rumah. Selain itu, daycare-nya juga udah kasi fasilitas sarapan dan makan siang.

Pertama kali belajar mata uang

Singkat cerita, setelah anak-anak usia SD, saya mulai mengizinkan anak-anak bawa uang agak banyakan, seperti pecahan lima ribuan, sepuluh ribu, atau dua puluh ribu. Meski begitu, saya tetep tidak lupa berpesanbahwa uang itu bukan hanya untuk dijajanin, melainkan ada yang buat dimasukkan celengan (ditabung) dan kaleng mushola.

Sesekali, anak-anak saya minta membayar di kasir kalau kami belanja di minimarket. Namun, masih untuk barang-barang yang dibeli dalam jumlah kecil saja, sih, karena sebenarnya kami lebih suka cashless.

Oh ya, OOT, sedikit tentang cashless. Jadi, keinget kapan hari nonton video tentang kondisi beberapa anak di Singapura (kalau tidak keliru) yang mulai kesusahan menghitung uang cash, karena memang transaksi di sana lebih sering cashless.

Memang yang namanya tap-tap atau scan-scan kode buat alat tukar tuh memudahkan hidup, tetapi rasa-rasanya manusia masih butuh ya transaksi dengan metode manual. Apalagi, kalau belanja ke pasar tuh, transaksi manual bisa mengajari banyak hal. Salah satunya kalau dilihat lebih dalem lagi adalah hubungan antar manusia (mungkin terjadi saat tawar-menawar, saat saling ngitung kembalian, dll).

Ketika si anak sudah bisa beli jajan di minimarket sendiri.

Jadi, menurut saya belajar mata uang ini masih sangat dibutuhkan. Dengan catatan diajarkan di usia yang tepat, di mana anak sudah bisa diajak berkomunikasi tentang literasi keuangan. Bahwa fungsi uang bukan hanya buat jajan, tetapi kegunaannya banyak, serta cara mendapatkannya yang juga enggak mudah.

Mungkin, itulah sebabnya materi belajar nilai mata uang kalau di sekolah tuh diajarkannya saat anak menginjak kelas dua SD? Eh, bener nggak sih, dua SD? Seingat saya gitu, yaaa.

Kalau tak salah, waktu kelas dua SD tuh anak-anak baru dikenalkan mata uang. Ooo, ini mata uang koin, ooo ini mata uang kertas. Lalu, anak-anak diminta membandingkannya, mana yang paling besar, mana yang paling kecil. Baru, kemudian diminta menjumlahkan dan mengurangi.

Lalu, pernah juga dari sekolah bikin semacam market day, walaupun online, tetapi lumayan bikin anak-anak tahu bagaimana cara transaksi jual beli.

Cara menyenangkan untuk belajar mata uang

Nah, di kelas tiga SD sekarang-sekarang ini, belajar mata uangnya makin menantang. Anak-anak sudah dapat materi mengenai bagaimana menghitung uang dalam jumlah besar dengan berbagai contoh kasus dalam soal cerita. Selain itu, belajar mata uang ini juga mulai digabungkan dengan materi Matematika yang lain, misalnya seperti berat, panjang, pecahan, perkalian, pembagian, dll.

Contoh soalnya seperti ini:

“Harga 1 kg gula Rp15.000,-00. Berapa harga 2 kg gula?”

“Harga 1 kg beras Rp90.000,-. Berapa harga 1 ton beras?”

Yaaa, kayak gitu-gitu lha, yaaa. Makin mumet buat anak-anak yang baru belajar mata uang.

Namun, sebenarnya kesulitan tersebut bisa diatasi lho dengan cara banyak berlatih. Salah satunya yang paling mudah dilakukan adalah dengan praktik konkret. Kalau yang sudah kami lakukan antara lain:

-Mulai minta tolong anak-anak belanja ke toko/ minimarket terdekat

Siapa yang dulu sering diminta bapak atau ibunya ke warung buat beli apa gitu? Nah, kalau anaknya udah agak gedean dan bisa menjangkau toko/ minimarket sendiri, bisa tuh mulai kita minta belanja.

Jangan lupa, bawainnya uang cash ya, jangan dibawain kartu debet/ ATM hehe. Tujuannya biar anak terbiasa menghitung total belanjaan, mengetahui berapa kembalian yang seharusnya diterima, atau malah paham kalau duitnya sebenarnya kurang.

Cara ini cukup bisa membuat anak-anak saya paham tentang uang. Anak-anak juga bisa belajar mengenai alat transaksi yang sah digunakan.

-Bermain monopoli

Bermain monopoli tak hanya membantu anak belajar mata uang, tetapi bisa belajar literasi keuangan secara keseluruhan. Kita bisa memilih monopoli yang pakai mata uang Indonesia atau mata uang negara lain. Biasanya sih ada tuh yang pakai dollar.

Bagusnya monopoli ini bisa membuat anak-anak bisa mengatur manajemen keuangannya sendiri, terutama dalam hal belanja yang dibutuhkan maupun bab investasi. Selain itu ngajakin anak bermain monopoli juga baik untuk bonding antara orang tua dan anak.

-Bermain games

Sebenarnya ini juga sama-sama “kegiatan bermain” sih, tetapi menggunakan media digital. Ada aplikasi games bertema keuangan yang bisa kita pakai atau kalau males download-download bisa mencari games tentang keuangan yang free.

Salah satu website gratisan yang menyediakan permainan bertema keuangan adalah mortgagecalculator.org/money-games/. Namun, ini pakai mata uang asing, sih, bukan Rupiah. Walau begitu, anak-anak yang sudah mengenal Bahasa Inggris atau Matematikan Singapura kayaknya masih bisa menikmati permainan ini. Tentu saja, sebaiknya ortu tetap mendampingi ya.

Beberapa games bertema keuangan yang cocok buat anak SD yang sering dimainkan oleh anak-anak seperti:

  • Counting Money

Permainan ini pada dasarnya seperti materi pelajaran kelas dua SD yang saya sebutkan tadi, yakni pemain akan diminta mengumpulkan pecahan mata uang sesuai dengan petunjuk nominal yang diminta. Kalau selalu menjawab dengan benar, nanti level permainannya akan naik. Permainan ini cocok buat anak-anak yang baru belajar menghitung mata uang.

Game Counting Money.
  • Treze Coins

Ini juga permainan bertema keuangan yang sangat gampang dimainkan. Pada dasarnya pemain diminta untuk mengumpulkan koin sejumlah yang diminta, lalu menukarkannya ke mesin gumball. Putar mesin gumball-nya, baru deh, nanti bisa dapat bola. Kumpulkan sebanyak-banyaknya baru bisa naik level. Sederhana bukan?

Bermain Treeze Coins.
  • Grocery Cashier

Kalau permainan ini lebih complicated. Pemain akan diminta menjumlahkan total harga belanjaan. Kalau misalnya ada yang kelebihan memberi uang maka harus bisa menghitung berapa uang kembaliannya. Kalau ada yang kurang harus tahu berapa selisihnya.

Bermain kasir-kasiran.

Masih banyak games bertema keuangan di website tersebut, para ortu atau anaknya sendiri bisa memilih games apa yang cocok buat dimainkan.

Dengan cara seperti itu belajar mata uang tidak akan menjadi momok anak-anak, khususnya yang baru saja dapat materi ini di bangku SD.

Pentingnya belajar mata uang

Dari beberapa catatan di atas, kalau boleh saya simpulkan, bahwa belajar mata uang penting diajarkan saat anak-anak sudah bisa diajak berdiskusi tentang fungsi uang.

Belajar mata uang tidak hanya membuat anak-anak mengenal uang sebagai alat transaksi, tetapi juga anak akan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, saat bertransaksi jual beli anak bisa mengkomunikasikan mau bayar pakai apa, bertanya berapa yang harus dibayarkan, hingga etika membeli/ menawar bisa dipelajari di sini.

Selain itu, melalui belajar mata uang anak akan terstimulasi untuk berpikir secara runut dan teratur. Misal, saat membeli barang-barang, anak harus memikirkan dengan uang cash sekian apakah cukup buat membayar belanjaannya? Apakah belanjaannya harus dikurangi dan beli yang diprioritaskan saja?

Makin tinggi grade anak maka belajar mata uangnya juga makin tidak sederhana.

Selain itu, anak juga akan diajak memikirkan apakah setelah belanja uangnya habis atau ada kembaliannya. Kalau ada kembalian, kira-kira nanti diapakan ya? Nah, secara tidak langsung anak-anak akan diajak berpikir logis, bijak, bahkan kreatif juga kan?

Kalau kemampuan anak-anak menghitung uang sudah bagus, maka biasanya anak-anak akan meningkat kepercayaan dirinya. Anak akan berani ke toko/ minimarket sendiri, berani menghadapi penjual/ kasir minimarket sendiri.

Wah, banyak ya manfaat belajar mata uang.

Jadi, buat para ortu yang anaknya sedang belajar mengenai mata uang ini, semoga artikel ini makin bikin semangat ngajarin anak belajar mata uang ya 😀 .

April Hamsa

 

Categorized in: