“Mbak, kamu nggak bosen ngomongin politik-politik melulu?”

“Hallah, siapapun yang kepilih nggak bakal ngaruh ke hidup kita, kok. Kita tetep cari makan sendiri.”

“Nggak mau baca berita-berita politik, ah, biar stay waras.”

Teman-teman yang suka membahas politik, apalagi mengenai kejadian yang belakangan ini sedang menimpa negara kita, pernah dikomen kek gitu juga, nggak? Trus, apa yang teman-teman lakukan?

Biasanya, kalau mendengar statement-statement kek begitu, saya senyum-senyum aja, sambil mbatin, “Ow, okey.”

Suka nggak suka, politik erat kaitannya dengan hidup kita. Sumber gambar: Canva.

Eh, tapi saya juga liat-liat dulu orangnya, siiihh. Kalau orangnya nggak deket-deket banget, berpotensi tone deaf, dahlah bhay. Namun, kalau dia berasal dari sirkel terdekat dan saya tahu dia nih lebih mengedepankan logika, lanjut, sekalian ngajak diskusi. Yaaa, gimana, yaaa, cantik-cantik gini saya lulusan FISIP salah satu PTN di Surabaya, lho #mendadakflexing wkwk 😛 .

Canda, yaaa. Maksudnya, justru karena mengenal politik, makanya saya nggak tabu ngomongin tema ini. Politik itu nggak jahat, kok. Cuma emang bisa memunculkan sisi jahat seseorang yang terjun ke dalamnya.

Sekarang, kehidupan saya memang jauh dari kegiatan politik. Namun, tiap hari saya suka nonton drakor dengan tema politik, lho. Wooohh, segala siasat kotor di drakor itu bikin saya manggut-manggut, karena kadang orang jahat di negeri ini yang berpolitik memakainya #uppss.

Weleh, malah ke drakor 😛 .

Okey-okey, sebelum menjawab pertanyaan sekaligus judul dari tulisan uneg-uneg kali ini, saya mau kasi tau kepada yang mungkin belum tahu kondisi negeri kita dulu yaa.

Apa yang tengah terjadi di negara kita belakangan ini?

Mungkin ada yang belum tahu mengapa belakangan negara kita ini kek keos banget, gitu, lhooo.

Jadi, begini pemirsah…

Eh, bentar, sebelumnya disclaimer yaaa, saya berencana membuat artikel ini sependek mungkin supaya tidak bertele-tele.

Jadi, gini…

Negara kita, Indonesia tercinta ini, memiliki konsep Trias Politica.

Apakah Trias Politica itu? Trias Politica adalah pemisahan kekuasaan yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga, yakni eksekutif, legistlatif, dan yudikatif. Mudahnya, eksekutif adalah Presiden, legislative tuh DPR, DPD, etc, lalu yudikatif kek MA, MK, dll.

Mengapa sih, kok, dibagi tiga, gitu? Tujuannya baik, yakni untuk menghindari penyelewengan kekuasaan.

Namun, makin ke sini, ndilalah makin ke sono. Trias Politica ini tidak berjalan dengan benar. Lihat aja tuh pejabat-pejabat kalau rapat, nggak ada kan pejabat kita gontok-gontokan, kaplok-kaplokan, kek pejabat Blue House yang di drakor? Biasanya debat tipis-tipis trus ngangguk-ngangguk saling bersepakat. Hyaaahh, nggak seru #eh.

Peristiwa demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Sumber foto: Instagram CNN.

Mengapa begitu? Yaaa, karena mereka sekarang pren semua, temenan, kek lebih ke by design aja. Bukan nggak jalan lagi, nih,Trias Politica-nya tapi emang seolah nggak ada #imho.

Akibatnya, paham demokrasi di negeri seolah tidak lagi berjalan, karena landasannya berupa Trias Politica tadi begitu lemah. Banyak sekali praktik demokrasi yang salah, seperti politik uang/ bansos ketika pemilu, lemahnya penegakan hukum, para pejabat membuat kebijakan berdasarkan kepentingannya sendiri.

Yang belakangan masih anget adalah kenaikan tunjangan DPR, di mana setahu saya nih ya, Presiden yang menentukan besarannya. Coba deh temen-temen tulung bantuin gugling, juga.

Padahal, nih, di tengah-tengah rakyatnya tuh masih banyak terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi, program-program kerja pemerintah yang butuh dana besar, kenaikan pajak yang nggak ngotak, dll. Yaaaa, pada akhirnya, ngamok lha ya, tuh rakyat.

Coba deh tanya ke teman-temanmu yang mungkin memiliki komentar-komentar seperti di atas tadi? Mereka mengeluh tidak kalau dikenai kenaikan pajak? Atau emang orangnya nrimoan? Waduh, kalau yang terakhir ini, saya rasa software-nya yang kena, susah deh diperbaikinya 😛 .

Okey udah ya. Trus, saat rakyat mulai protes, muncul deh tuh beberapa komentar dari wakil rakyat maupun pejabat yang bikin sakit hati. Ada yang bilang “rakyat tolol”, ada pula yang nggak mau disamakan derajatnya dengan rakyat jelata, seolah dia si paling berkuasa, padahal gajinya berasal dari pajak. MANA MEREKA TUH NGGAK BAYAR PAJAK,GEEESSS. LHA, KOK ENAAKK? Ditambah perilakunya, ada yang kayak ngece pula dengan joget-joget nggak jelas.

Pernyataan pejabat yang menyakiti rakyat. Sumber: akun X @qqqueenangels.

Akhirnya, mulai muncul gejolak protes dari rakyat, di mana-mana, salah satunya yang terjadi pada 25 Agustus 2025 lalu.

Oh ya, ini buat pengetahuan aja ya. Saat ada demo beberapa hari terakhir, mungkin teman-teman pernah dengar kode ACAB atau 1312. Apa sih maksudnya?

Jadi, ACAB tuh bukan bahasa walikan (arek Malang) dari BACA ya, melainkan kependekan dari All Cops Are Bastards. Singkatan ini tuh udah terkenal di seluruh dunia, bahkan ada beberapa negara yang melarang. Trus, dibikinlah kode untuk memperhalusnya, yakni 1312. Angka-angka itu merupakan urutan huruf alfabet yang kita pakai. 1=A, 2=B, 3=C. Begitcu…

Balik ke demo ya. Sayangnya, rezim yang sekarang tuh agak sensi dengan demonstrasi. Sepertinya ada trauma tersendiri dengan yang namanya demo #eh.

Saat demo, tak ada pejabat pemerintahan yang merespon, turun menemui demonstran. Bahkan, mereka merespon tuntutan rakyat dengan cara-cara yang sama seperti penanganan kalau ada peristiwa terorisme, seperti menghadirkan kendaraan tempur, pakai senjata, dll. Lalu, ada pihak yang menebar provokasi, sehingga mengakibatkan kerusuhan. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban. Apalagi, ketika fasilitas umum dibakar.

BTW, pembaca artikel ini masih percaya nggak sih kalau pembakar fasilitas umum itu adalah rakyat yang berdemo? Kalau saya sih nggak, ya.

Pendemo yang kebanyakan sekarang Gen Z tuh sesungguhnya lebih vocal, tetapi mageran. Buat apa bawa-bawa bensin saat demo, mending bawa boneka labubu buat diflexingin, bawa snack banyak-banyak buat dicemilin kala demo. Juga, daripada duitnya buat beli bensin, mending buat beli matcha, saaaayyy.

Jangan pula nuduh gen milineal yang membakar. Ya Alloh, gen milenial tuh kebanyakan sandwich generation, kelas menengah yang belakangan makin dimiskinkan oleh sistem di negeri ini. Jadiiii, daripada beli bensin buat membakar fasum, mendingan beli bensin buat Supra bututnya ituuuh.

Sudah banyak juga footage video yang beredar jelas, bahwa pembakarnya bukan demonstran, melainkan provokator atau mungkin intel? #eh.

Hingga kemudian, ada peristiwa besar sekaligus memilukan, yakni gugurnya satu per satu rakyat yang tak bersalah. Sejauh ini kalau tidak salah ada 10 korban meninggal dunia. Selain itu ada beberapa di antaranya diduga diculik. Rakyat pun makin ngamok.

Sayangnyaaa, lagi-lagi tidak ada respon yang berarti. Kemudian, muncul penjarahan-penjarahan rumah pejabat. Ini menurut saya kalau yang pertama tuh organik ya, selanjutknya kayaknya by design tuh. Masa iya, rumah pejabat nggak ada yang jagain? Ah, tapi, udahlah ya bomat, males juga mengasihani mereka, karena saya lebih kasihan pada diri saya sendiri 😛 .

Lalu, muncul sekumpulan influencer yang berusaha merumuskan tuntutan rakyat tuh sebenarnya apa sih ke pemerintah, yang dikenal sebagai 17 + 8 Tuntutan Rakyat. Mungkin teman-teman bisa gugling sendiri ya apa maksudnya, tetapi ini tuh merupakan rangkuman dari tuntutan rakyat yang beredar di media sosial akhir-akhir ini.

Simbol warna-warni yang melambangkan tuntutan rakyat sekarang ini. Sumber: X.

Ada pula penggunaan beberapa simbol warna, salah satunya pink. Pink ini sebenarnya berasal dari salah satu foto epik yang menggambarkan keberanian seorang ibu-ibu memakai kerudung pink mengungkapkan pendapatnya di depan barisan petugas kepolisian.

Lebih jauh lagi, karena selama ini pink dianggap sebagai warna yang cute, juga memiliki arti bahwa demonstrasi saat ini tuh maunya damai-damai saja. Lambang kasih sayang, gitu, lha. Silakan gugling juga ya tentang ini hehe.

Lalu, ada warna hijau sebagai penghormatan kepada pengemudi ojol yang ikut berdemo, yang kemudian menyebabkan tewasnya seorang driver ojol yang ditabrak mobil rantis aparat. Hijau ini melambangkan hero. Terakhir adalah warna biru tua yang berasal dari simbol peringatan darurat yang viral beberapa bulan lalu. Biru ini menggambarkan resistance atau perlawanan terhadap ketidakadilan.

Yawes pokoke gitu ya. Hingga saya menulis postingan ini, belum ada respon berarti dari pemerintah. Malah yang ada cuma keputusan-keputusan kurang berempati. Saya tidak akan menyebut apa saja, karena sudah banyak artikelnya bertebaran.

Hadeeeehh!

Oh ya, hal paling parah saat demonstrasi kali ini adalah mulai bibit-bibit dibungkamnya kebebasan berpendapat. Salah satu contohnya mendadak CCTV di sekitar tempat demo dimatikan, pemerintah meminta beberapa perusahaan media sosial mematikan fitur live-nya, adanya tekanan ke media besar supaya tidak meliput demo juga. Yaaa, teman-teman pasti tahu, karena artikel mengenai itu berseliweran juga di dunia maya dan nyata.

Satu lagi yang agak ucul. Orang-orang di atas sana menyebut demonstrasi yang belakangan terjadi didanai asing, hihihi, ngikik aja, deh.

Emang ada gerakan aksi asing saat demo sekarang, yakni banyak orang dari negeri tetangga seperti Malaysia, Thailand, New Zealand, Australia, Filipina, dan negara-negara lainnya berbondong-bondong nraktir driver ojol dengan memesan makanan via online. Mereka menyebut aksi ini sebagai SEAblings.

SEAblings yang indah.

So sweet banget kaaan. Biasanya kita sama Malaysia rebutan rendang dan batik, eh, karena demo kali ini kita malah jadi saling support.

Teman-teman bisa cek postingan tentang “traktir ojol” ini di media-media sosial ya.

Singkatnya, semua hal yang belakangan terjadi di negeri ini, dimulai dari makin banyaknya orang yang mulai menyadari posisinya dalam politik bangsa ini.

Jadi mengapa kita harus melek politik?

Pernahkah teman-teman membayangkan, seandainya ada tokoh atau pejabat yang mau langsung turun menemui rakyat saat demo hari pertama berlangsung, pasti demo-nya tidak akan berlarut-larut seperti saat ini, kan? Kita tidak perlu khawatir saat keluar rumah, pekerja kantoran tidak perlu WFH, anak-anak sekolahan tidak perlu PJJ kek zaman Covid dulu, hadeeeh, yekan?

Sayangnya, mereka yang mewakili kita sekarang, adalah orang-orang yang memilih enggak menggubris tuntutan rakyat. Itu tuh berasal dari demokrasi yang error tadi. Ditambah lagi banyak orang memilih tidak terlalu peduli dengan politik. Biasanya alasannya seperti yang saya ungkapkan di atas tadi, politik itu jahat, politik nggak ngaruh dalam kehidupan, dll.

Padahal, kalau mau menelaah lebih jauh, yang namanya politik sangat mempengaruhi hidup kita, karena orang-orang yang kita percaya untuk mewakili kita sebagai pemerintah maupun wakil rakyat tuh akan membuat kebijakan/ keputusan politik yang mengatur berbagai aspek kehidupan kita.

Harga beras di pasar, harga skincare kita, itu dipengaruhi kebijakan ekonomi dari mereka-mereka itu. Yesss, mereka tuh mengatur berbagai hal, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, dll. Semuanyaaaa.

Nah, kalau orang yang kita percaya buat mengatur semua itu greedy, tidak amanah, yaaa wassalam, kita cuma kebagian capek kerja, diperas pajak, tidak dapat apa-apa. Mereka yang sudah kita percaya mewakili malah meraup semua keuntungannya. Pas, kita protes, boro-boro didengerin, yang ada ditolol-tololin. Persis deh kek yang terjadi belakangan ini.

Mari melek politik! Sumber: Canva.

Begitulah kira-kira yang akan terjadi kalau kita tidak peduli soal politik. Kita semua akan dibikin bodoh dan nrimoan. Helleh, melase tah laaaah, Ya Alloh.

Itulah sebabnya, kita wajib banget melek politik. Jangan anti sama politik. Pilihlah pemimpin atau wakil atau partai atau apapun lha itu berdasarkan kinerja mereka sebelumnya, visi misinya ke depan, reputasinya, bahkan kalau perlu selidiki riwayat keluarganya gimana.

Kalau ada kebijakan yang sekiranya merugikan rakyat, jika teman-teman punya resource hayuk protes, jangan diem aja. Sampaikan melalui kanal-kanal yang ada atau berdemonstrasi. Bahkan kucing pun kalau diinjak ekornya akan mengeong dan menggigit, nggak bakal diam saja kan, masa rakyat yang dirugikan dieemm aja?

Misalnya ada demo lagi, bisa juga kasi kontribusi berupa dukungan, baik berupa barang, makanan, ikut menyuarakan kekecewaan melalui platform yang teman-teman miliki. Sebaiknya, please jangan apatis, hanya karena ngrasa hidup di bubble sendiri, karena dukungan atau penolakan kita terhadap keputusan politik akan mempengaruhi kita, entah sekarang, entah di masa depan. Kalau memang memiliki keterbatasan bisa bantuin doa aja atau kalau nggak, yaaa, minimal banget nggak nyinyirin yang demo kebijakan politik pemerintah.

BTW, nggak terasa ini udah 1500 kata lebih, kalau saya nggak stop khawatir teman-teman jadi makin mumet huhu, maaf yaaa.

“Those who are too smart to engage in politics are punished by being governed by those who are dumber.”

“If you do not take an interest in the affairs of your government, then you are doomed to live under the rule of fools.”

                                                                                                                                          -PLATO

Kalau susah memahaminya, alon-alon saja. Puyeng sama kondisi negara sendiri, nggak pa pa. Mungkin, kalau senggang bisa mulai membaca novel dengan genre politik atau nonton drakor genre itu juga. Nanti, teman-teman pelan-pelan akan mengerti kok, mengapa sebaiknya kita semua wajib melek politik.

Yawes gitu aja. Semoga pemimpin kita yang seolah terjebak di timeline-nya sendiri itu sadar kalau blio sekarang hidup di tahun 2025, sehingga sebaiknya segera mengambil langkah-langkah terbaik buat kondisi negara ini.

Stay safe ya, teman-teman!

April Hamsa

Categorized in: