Udah lama buangeeett, nggak maen ke Kota Bogor, walaupun secara administratif rumah yang saya huni sekarang masih berada di wilayah Kabupaten Bogor. Ternyata, alun-alun Bogor makin hidup. Mungkin karena saya ke sananya weekend, ya. Trus, sekarang ada semacam foodcourt gitu di samping Stasiun Bogor persis. Namanya, Warung Tepi Kereta. Kalau nggak maen ke Bogor lagi, mana tahu, hahaha 😛 .

Ke Bogor, kerja sekaligus jalan-jalan

Seperti yang saya sebut di awal tadi, sebenarnya, rumah yang saya tempati sekarang tuh secara administratif masih masuk area Kabupaten Bogor. Namun, bukan kabupaten yang dekat pusat Kota Bogor, melainkan lebih mepet ke Tangsel/ BSD. Jadi, kalau kata anak kereta (anker), udah beda jalur. Dari rumah ke Bogor pun jaraknya mencapai 2,5 bahkan 3 jam, baik itu naik commuter line (KRL) maupun melalui jalur darat. Makanya, kalau nggak ada keperluan, saya jarang ke Bogor.

Nah, bulan lalu, alhamdulillah, ada salah satu brand makanan yang menghire saya #uhuks untuk membuat konten mengenai store terbarunya yang berada di Stasiun Bogor. Wah, ini pasti gara-gara saya menulis alamat domisili saya ada di Kabupaten Bogor, nih, makanya diminta ke sana.

Sebenarnya saya udah nego ke PIC buat take konten di area BSD atau maksimal Tanah Abang gitu, yang masih sejalur kereta, tanpa transit-transit. Sayangnya tidak bisa. Yawda, akhirnya saya niatin aja jalan-jalan ke Kota Bogor sekaligus girls day out sama anak wedok, Dema.

Alun-alun Kota Bogor di samping stasiun yang ramai orang.

Aslinya saya “mempekerjakan” Dema sebagai asisten, huwehehehehe… #uppss #pengakuan. Yaaa, itulah salah satu keuntungan punya anak otw remaja, udah bisa dimintain tolong buat motoon atau videoin emaknya 😀 . Tentu saja nggak gratisan, karena saya bayar jasanya plus janji traktir makan. Anaknya juga udah gedhe dan nyadar kalau tidak ada yang gratisan di dunia ini, apalagi kalau ikut emaknya kerja 😛 .

Sepanjang jalan naik KRL ke Bogor, saya browsing-browsing di mana tempat makan yang kids friendly dekat Stasiun Bogor. Banyak, sih, sebenernya, cuma saya mencari yang lokasinya tinggal jalan kaki saja dari stasiun.

Bingung-bingung, akhirnya saya ngechat di grup WA Blogor alias Blogger Bogor, nanya-nanya  di mana tempat buat makan siang yang tidak jauh dari stasiun. Beberapa orang kemudian memberikan rekomendasinya.

Sampai ada yang menyebutkan Warung Tepi Kereta ini, yang bikin saya penasaran di mana lokasi tepatnya, sebab terakhir ke Bogor, tempat makan ini belum ada. Waktu cek di map online jaraknya juga bener-bener mefet stasiun. Sesuai namanya, lha, ya, hehe. Akhirnya, saya memutuskan buat ngajakin Dema ke sana aja.

Makan siang di Warung Tepi Kereta

Warung Tepi Kereta yang di Bogor ini sebenarnya lebih dekat dengan pintu Timur alias pintu yang begitu kita keluar dari stasiun tuh langsung menuju alun-alun. Namun, karena waktu itu saya datang dari arah pintu Barat yang dekat parkiran kendaraan, maka kami agak memutar dulu.

Nggak terlalu jauh juga sih, cuma lumayan terik aja mataharinya. Yaaa, walaupun katanya Bogor terkenal sebagai Kota Hujan ya, tapi saat itu pas lagi tidak mendung apalagi hujan, melainkan panas tang-tang hahaha. Untungnya, kami juga bawa topi biar bocah asisten tidak kepanasan.

Saat berjalan kaki dari stasiun ke Warung Tepi Kereta, saya bisa melihat semacam atap tingginya yang terbuat dari full kaca. Namun, ternyata, kalau mau masuk ke Warung Tepi Kereta ini tidak bisa melalui trotoar yang ada di depan alun-alun, melainkan masuk dulu ke alun-alunnya.

Pintu masuk ke Warung Tepi Kereta dari alun-alun.

Hari itu, karena Hari Minggu, alun-alunnya sangat ramai. Banyak pengunjung menggelar tikar, duduk-duduk di area rerumputan. Bukti kalau masyarakat kita tuh ya, kalau ada opsi ruang terbuka hijau, sepertinya akan memilih piknik di taman kayak alun-alun ini ketimbang ngemall. Apalagi, in this economy, gitu, lho. Kalau ada tempat piknik yang gratisan, banyak ijo-ijonya, ya mending ke taman atau alun-alun. Tinggal bawa bekal makanan dan minuman dari rumah. Buat yang bawa anak pun, anaknya happy, karena bisa lari-larian dengan bebas di rumput atau mainin wahana yang ada di playground-nya.

Nggak terlalu jauh memasuki stasiun, lalu belok ke arah kiri ke arah di mana pedagang-pedagang yang menjajakan barang dagangannya, kami pun menemukan pintu masuk ke Warung Tepi Kereta. Ada tulisan “I love (emoji heart) Bogor. Warung Tepi Kereta” di bagian atap yang dari kaca.

Area pertama yang saya jumpai begitu masuk rumah makan ini.

Setelah saya perhatikan, rupanya, tempat makan ini lebih ke semi outdoor gitu, karena tidak benar-benar ada area tertutup. Hanya ada atap tinggi. Kalaupun ada ruangan lain, ada toilet. Kalau mushola saya kurang tahu, deh, karena waktu itu setelah makan, saya memutuskan lekas balik dan numpang sholat di Stasiun Tanah Abang saja. Nggak tahu mengapa kalau bepergian sejauh itu, sebagai anker, suka ngrasa pengen segera pulang, trus baru agak tenang kalau sudah menginjak Stasiun Tanah Abang dan jalur greenline-nya.

Sudut rumah makan yang lainnya.

Untuk tenant-tenant makanannya, menurut saya belum terlalu banyak. Masih ada space gitu, yang menurut saya bisa dimanfaatkan kalau ada tenant makanan/ minuman lain yang masih gabung.

Memesan makan di tenant masakan khas Sunda.

Menurut pengamatan saya, Warung Tepi Kereta lumayan luas. Rumah makan ini terbagi atas tiga area. Area pertama tuh dekat tenant makanan khas Sunda, lalu area yang lebih deket ke tenant makanan ringan dan minuman (ini akan langsung terlihat begitu kita masuk), dan area taman. Tidak ada bangku untuk makan di taman ini, tetapi ada bangku panjang dengan background tulisan “I love (tanda hati) KAI, Warung Tepi Kereta”. Sepertinya, bangku itu khusus buat pengunjung berfoto-foto #nebak 😛 .

Hal yang membuat unik Warung Tepi Kereta ini adalah terdapat banyak foto-foto yang menceritakan tentang stasiun kereta api, khususnya Stasiun Bogor, di masa lampau. Ada pula foto-foto tentang Warung Tepi Kereta ini.

Waktu kami ke sana, suasananya masih sepi. Tanpa ragu, saya belok ke area yang dekat tenant makanan Sunda. Saya awalnya mengira tenant ini konsepnya prasmanan. Kata mbak-mbak yang jaga suruh ambil saja,  jadi, yawda, saya ambil sayurnya duluan. Tentu saja, sesuai porsi sewajarnya saya makan.

Tumis daun pepaya dan tempe mendoan.

Tak lama setelah saya memgambil makanan, eh, ada rombongan ibu-ibu juga yang ikut ambil makanan. Bahkan ada yang nyelak antrean saya tetapi orangnya nyadar.

Mengapa saya bilang “nyadar”? Soalnya, ibunya bilang, “Eh, maaf ya, saya ambil ini duluan.”

Yaaa, karena udah tidak ada lagi makanan yang saya ambil, tinggal ke kasir doank, saya nggak masalah. Saya lihat Si Ibuk ngambil segala macam sayur dan lauk hahaha. Saya pribadi kalau makan ya cukup satu lauk, satu sayur, yang penting ada sambalnya.

Sayur asem gratisan dan tumis kangkung.

Begitu mauke kasir, tiba-tiba entah dari mana, ada mas-mas pegawai tenant yang entah muncul dari mana, nengokin piring ibu-ibu yang ada di depan maupun di belakang saya. Kata masnya, buat sayuran katanya akan dia ambilkan. Jadi yaaa, itu sayuran di piring-piring kami dia ambil semua, trus diulang diambilin lagi ma dia.

Lucunya, porsi sayur yang dia ambilkan buat saya tuh sama aja dengan porsi sayuran yang saya ambil sebelumnya. Tapiii, porsis sayuran yang diambil rombongan ibuk-ibuk yang bareng saya emang kebanyakan sih, jadi saya lihat dikurang-kurangin sama masnya haha.

Ikan gurami goreng.

Meski begitu, jujurly saya tim ibu-ibu itu kalau mungkin ada yang merasa dongkol. Udah ngambil sayur kok diambil lagi. Lha, masnya tadi ke manaaa. Kalau pun dia tidak ada di situ kan masih ada dua mbak-mbak yang ada di sana yang bisa gantiin ngambilin sayur atau minimal mengarahkan gitu ya, kami harus mengambil seberapa porsinya haha.

Oh ya, hari itu makanan yang kami makan antara lain: untuk Dema, dia pilih sayur kangkung, kalau saya, sayur tumis daun pepaya. Untuk lauknya, kami pilih ikan gurami ukuran sedang dan sepotong tempe mendoan goreng. Saya juga nambah sambal.

Nasi uduk.

Lalu, kami nambah sayur asem yang ternyata free. Hanya saja, waktu itu ampasnya tinggal dikit. Entah, nanti akan di-refill atau gimana. Tapi emang sebelum kami, orang-orang di depan kami kalau ngambil sayur asem kek urakan gitu, dah. Opo yo boso Indo-nya “urakan” ini? Rrrrhhh…

Setelah kami mengambil sayuran, makanan kami pun dihitung di kasir. Selain makanan yang saya ambil tadi, saya juga request 2 piring nasi.

Ketika membayar, ternyata sama mbak-mbak pelayannya ditawarin buat ngangetin ikan guraminya. Mbaknya nanya, guraminya mau digoreng biasa atau dibumbu-bumbuin gitu, lha. Lupa, bilangnya apaan.

Saya bilang digoreng biasa aja, dengan harapan ikannya cepet disajikan. Nggak tahunya lumayan agak lama haha. Saya sempat membeli es teh dan sebotol air mineral di tenant yang satunya lagi. Padahal di sini sempet ngantre juga ma beberapa orang, tetapi ketika kembali mau mengambil gurami, ternyata belum siap.

Yawda, akhirnya saya tungguin aja, deh, di depan meja kasir. Sementara Dema saya minta duduk duluan.

Awalnya, kami mau duduk di meja yang dekat pajangan foto-foto stasiun kereta zaman dulu yang saya sebutkan tadi. Namun, wurung, saya bilang ke Dema buat mencari bangku yang kapasitasnya dua orang saja supaya lebih privat buat kami. Kalau yang dekat foto-foto tadi bangkunya buat 4-6 orang. Memang bisa digeser mejanya, tetapi yawdalah enakan langsung meja buat dua orang aja.

Berpose sebelum makan.

Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya nama saya dipanggil juga. Saya ambil nasi dan ikan gurami yang digoreng tadi. Oh ya, nasinya tuh nasi uduk ya, bukan nasi putih biasa, karena siang itu menurut mbak-mbaknya nasi putihnya habis. Saya yang udah lapar yawes pasrah mawon.

Yawda, akhirnya kami makaaaan. Menurut saya ikan guraminya digorengnya pas, tidak terlalu kering. Kalau sayurannya yaaa lumayan enak, sayang dingin aja. Tidak terlalu asin. Sebenarnya kangkungnya tuh nggak overcook, jadi masih bisa kerasa krenyes-krenyes batangnya. Saya nanya Dema, “Enak nggak?” Katanya, “Enak.” Ooh, okey wkwk.

Buat daun pepayanya, rasanya juga enak, asinnya pas. Cuma menurut saya, akan lebih enak lagi kalau cabenya dibanyakin hehe. Kalau sayur asemnya, dahlah, pasrah aja, keknya cuma kebagian kuahnya tetapi lumayan buat manjain lidah.

Lalu, untuk tempenya saya nggak angetin lagi, udah saya makan apa adanya aja, khawatir lama. Nasinya, porsinya gedhe, tidak terlalu gurih. Sambelnya cukup pedas, bukan “sambel formalitas” yang kadang nggak ada pedes-pedesnya blas. Lumayan cocok di lidah saya.

Minuman yang kami pesan.

Total harga makanan yang kami santap hari itu adalah Rp120.000,-. Paling mahal gurami gorengnya Rp65.000,-. Kalau sayurannya sih cuma 12 ribuan aja, harganya.

Kalau minumannya, adeuh, saya lupa harganya. Keknya, es tehnya 20 ribuan, kalau air mineralnya, 7000 apa ya. Lupa, deh, struknya nggak kesimpen haha 😛 .

Itulah cerita kami makan siang di Warung Tepi Kereta. Secara umum menurut saya kalau pas sepi, enak-enak aja sih tempatnya. Namun, kalau sedang crowded keknya bukan pilihan tepat, apalagi buat yang bawa anak kecil. Waktu saya ke sana sih untungnya ramainya tuh ketika saya udah selesai makan dan mau balik pulang.

Tipsnya keknya sebaiknya datang ke sana sebelum jam makan siang. Di weekend kemarin sekitar jam 11.00-11.30 WIB masih mayan sepi. Namun, begitu di atas jam 12 udah rame orang makan siang. Belum lagi keknya smooking area-nya nggak diatur. Saya lihat hampir semua meja tuh ada asbaknya. Jadi, menurut saya kurang tepat bawa bocil kalau sedang ramai-ramainya.

Oh ya, sebenarnya di sana yang ngehits tuh ada es krim sama donat di tenant saya beli es teh tadi. Namun, karena kami merasa kenyang dan kepengen cepet-cepet balik ke greenline area, ditambah suasana udah rame banget, saya wurungin aja deh. Mau lekas pulang aja, pokoknya, apalagi esok hari Dema kudu sekolah.

Foto-foto dulu sebelum pulang.

Eh, tetapi sebelumnya, tak lupa kami sempatkan berfoto-foto di bangku tamannya. Yaaa, kapan lagi kan yaaa, maen ke Bogor wkwkwk.

Adakah teman-teman yang pernah makan di Warung Tepi Kereta di Bogor ini juga? Kalau sudah pernah, share ya, pengalamannya di kolom komentar. Buat yang belum pernah, juga bisa intip-intip dulu IG rumah makan ini di @warungtepikereta, sebelum memutuskan mampir dan makan ke sana hehe 😀 .

April Hamsa

Categorized in: